Rencana kenaikan tarif ojek online (ojol) diprediksi banyak memiliki dampak negatif pada perekonomian nasional.
Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan kenaikan tarif ojol berpotensi mengurangi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
"Kenaikan tarif ojol bisa berpengaruh 0,2-0,3% terhadap pertumbuhan ekonomi," kata Fithra di Jakarta, Senin (11/2).
Fithra menyebut saat ini perusahaan ojol tidak hanya menyediakan layanan antar-jemput penumpang. Operasional ojol kini ekspansi ke layanan pesan antar makanan, antar barang, belanja di supermarket, hingga antar produk e-commerce.
Fithra mengatakan luasnya cakupan operasional ojol itulah yang membuat bisnis ojol berdampak terhadap 10 sektor usaha, dari restoran, pariwisata, hotel, hingga pakaian jadi. Dia menyebut setiap Rp 100 juta investasi yang dikeluarkan oleh 10 sektor ini menyerap tenaga kerja 15-20 orang.
Sementara itu, Fithra memperkirakan, jumlah pengemudi ojek online di Indonesia mencapai lebih dari 2 juta. "Pendapatan mereka naik dua kali lipat setelah bergabung. Bayangkan kalau tarif naik dan pendapatan mereka turun," katanya.
Fithra juga mencatat mayoritas pengguna ojol adalah masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Dia menyebut kenaikan tarif ojek online yang sangat tinggi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sektor transportasi-komunikasi tumbuh dari 5,04% jadi 6,14% sepanjang 2018. Kemudian, sektor restoran-hotel tumbuh dari 5,31% di 2017 menjadi 5,85% di 2018. Menurut dia, pertumbuhan di kedua sektor ini ditopang juga oleh kehadiran aplikator seperti Gojek dan Grab.
Sebelumnya, Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) merilis hasil survey konsumen ojol.
Ketua Tim Peneliti RISED Rumayya Batubara mengatakan, dari hasil riset tersebut, kenaikan tarif ojol akan menurunkan jumlah pengguna. Sebab, konsumen sangat sensitif terhadap segala kemungkinan peningkatan tarif. “Kenaikan tarif ojek online berpotensi menurunkan permintaan konsumen hingga 71,12%,” kata dia.
Adapun survei yang dilakukan oleh RISED ini melibatkan 2.001 konsumen pengguna ojol di 10 provinsi. Hasil survei menyebutkan 45,83% responden menyatakan tarif ojol yang ada saat ini sudah sesuai. Sebanyak 28% responden lainnya mengaku bahwa tarif ojol saat ini sudah mahal dan sangat mahal. Jika memang ada kenaikan, sebanyak 48,13% responden hanya mau mengeluarkan biaya tambahan kurang dari Rp 5.000/hari.
"Sedangkan sisanya, sebanyak 23% responden tidak ingin mengeluarkan biaya tambahan sama sekali," imbuh Rumayya.