Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan saat ini pemerintah tengah melakukan revisi terhadap lampiran Perpres Nomor 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, terutama soal investasi industri miras dan beralkohol.
"Kami cabut lampiran itu, lampiran halaman 3, nomor 31, 32, dan 33. Sekarang lagi kita revisi, lagi mencari narasi yang tepat untuk mengakomodir hal tersebut," kata Bahlil dalam Rakernas Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Sabtu (6/3).
Seperti diketahui, beberapa waktu yang lalu Presiden Jokowi memutuskan mencabut lampiran Perpres No. 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, terutama soal investasi industri miras dan beralkohol, setelah mendapatkan masukan dan penolakan dari beberapa organisasi masyarakat.
Bahlil menjelaskan, lampiran tersebut dibuat oleh pemerintah untuk mengakomodir aspirasi dari beberapa provinsi seperti Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT). Selama ini, lanjut dia, petani sopi dan arak tidak bisa mengembangkan usaha mereka secara profesional karena terganjal aturan.
"Jadi kemudian itu (aturan) diberikan, dengan memperhatikan rekomendasi gubernur dan masyarakat lokal," ujar Bahlil.
Lebih lanjut, Bahlil menjelaskan izin pembangunan industri minuman alkohol telah ada sejak 1931. Aturan terkait hal tersebut pun terus berlanjut hingga saat ini.
"Itu izin pembangunan usaha minuman beralkohol sudah ada sejak 1931, sudah keluar 109 izin. Di DKI Jakarta ini pun ada. Jadi jangan sampai ada persepsi, ini dibuka di zaman ini," tuturnya.
Dalam Perpres No. 10/2021, pemerintah sebelumnya mengizinkan pendirian industri alkohol di Papua, Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali, dan Sulawesi Utara (Sulut).
Selain di tempat-tempat tersebut, industri minuman beralkohol juga dapat didirikan di daerah lain dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal setempat, dan diusulkan gubernur dan izin yang diterbitkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).