close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
(Tengah) Pengamat Transportasi Publik, Djoko Setijowarno dalam acara temu media di kantor Kemenhub, Selasa (7/2). ALinea.id/Erlinda PW.
icon caption
(Tengah) Pengamat Transportasi Publik, Djoko Setijowarno dalam acara temu media di kantor Kemenhub, Selasa (7/2). ALinea.id/Erlinda PW.
Bisnis
Selasa, 07 Februari 2023 14:45

Pengamat: Kepala daerah kesampingkan pembangunan angkutan perintis

Kepala daerah lebih banyak mengajukan pembangunan jalan dibandingkan angkutan perintis.
swipe

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menaikkan alokasi subsidi angkutan perintis di 2023 menjadi Rp3,51 triliun, setelah sebelumnya di 2022 sebesar Rp3,01 triliun. Kenaikan ini diberikan untuk seluruh moda transportasi.

Penerapan angkutan perintis, menurut Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi, sangat diperlukan di Indonesia, mengingat wilayah yang sangat luas, sehingga akses transportasi cukup mempengaruhi perbedaan harga barang kebutuhan. Disparitas harga ini pun menyebabkan inflasi.

Pengamat Transportasi Publik, Djoko Setijowarno mengungkapkan, hingga saat ini masih banyak kendala yang terjadi pada pelaksanaan angkutan perintis, antara lain masih buruknya jaringan jalan di provinsi dan pedesaan. Bahkan menurutnya, di Indonesia, wilayah yang memiliki jalan rusak terpanjang, yaitu Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Kalau jalan di daerah seperti di provinsi, kabupaten, itu perbaikannya cukup susah. Beda kalau jalan nasional bisa cepat diperbaiki,” kata Djoko dalam acara temu media di kantor Kemenhub, Selasa (7/2).

Djoko berharap, sejalan dengan rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) tentang penambahan dana perbaikan jalan daerah di kabupaten/kota dan jalan provinsi yang sebesar Rp32,7 triliun, maka perbaikan jalan di daerah bisa terealisasi maksimal di tahun ini.

Kendala lainnya, sarana yang digunakan dalam angkutan perintis tidak bisa disamakan di seluruh Indonesia. Angkutan harus mengikuti kebutuhan masing-masing wilayah berdasarkan kebiasaan masyarakat dan kondisi lapangan.

“Kaya kalau di NTT, mereka malah tidak suka dengan kendaraan ber AC. Mereka kalau naik mobil AC penumpangnya muntah-muntah. Mereka justru biasa naik kendaraan yang terbuka tinggal dikasih kayu. Ada juga kendaraan di sekitar kawasan pertambangan yang jalannya rusak. Tentu ini lebih memerlukan kendaraan yang mampu lewat di jalan bergelombang,” tuturnya.

Oleh karena itu, Djoko juga menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah (pemda) dalam mengusulkan kebutuhan angkutan perintis ini, karena pemda yang lebih mengetahui kondisi lapangan di masing-masing wilayah mereka. Sayangnya, menurut dia, hingga saat ini pemda masih cenderung pasif dalam mengajukan angkutan perintis.

“Jarang sekali kepala daerah punya minat usulkan angkutan pedesaan. Mereka lebih minat usulkan jalan pedesaan, minimal koleganya bisa ikut pegang kontraktor dan proyeknya, ini pikiran negatif saya ya. Terutama di Jawa, seperti di Jawa Tengah dan Barat harusnya minta ini,” ucapnya menegaskan.

Kemudian, menurutnya, kehadiran ojek online (ojol) belum bisa mengatasi inflasi, karena ojol bukan termasuk angkutan umum.

“Faktor pendorong inflasi ini salah satunya yang tertinggi transportasi. Kalau orang-orang miskin suruh naik ojol itu tetep saja inflasi kita tinggi. Jadi kalau ada yang ngomong ojol itu angkutan umum justru keliru. Justru yang kita perlu ini angkutan perintis,” kata dia. 

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan