Pergerakan nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat pagi, bergerak menguat 22 poin ke posisi Rp14.475, dibandingkan sebelumnya Rp14.497 per dolar AS.
Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, mengatakan terkait penguatan Rupiah tersebut dipicu oleh keputusan Bank Indonesia yang mempertahankan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 6%. Dipertahankannya suku bunga acuan tersebut direspon positif oleh para pelaku pasar.
“Kebijakan ini sebagai instrumen stabilisasi rupiah sekaligus sebagai upaya menarik investasi terutama portofolio untuk kembali ke pasar modal Indonesia,” kata Lana di Jakarta pada Jumat (21/12).
Selain itu, kata Lana, keyakinan Bank Indonesia bahwa tingkat suku bunga saat ini masih konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestic, nyatanya turut diapresiasi pelaku pasar.
Selain Rupiah, Lana menambahkan pada Jumat pagi ini mata uang Asia yang juga menguat antara lain yen Jepang, dolar Hong Kong, dan dolar Singapura. Menguatnya keempat mata uang ini terhadap dollar AS dinilai Lana bisa menjadi sentimen penguatan rupiah.
Analis CSA Research Institute, Reza Priyambada, mengatakan sebaliknya keputusan The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 2,25% hingga 2,50% tidak direspon positif oleh pelaku pasar uang ,sehingga dolar AS mengalami tekanan.
"Kenaikan suku bunga The Fed dinilai tidak membawa perubahan yang positif bagi perkembangan ekonomi AS dan terjadi sebaliknya dimana cenderung melambat," katanya.
Sebelumnya, Bank Indonesia kembali menahan suku bunga acuan atau BI7-days (reverse) repo rate pada level 6%. Ini dilakukan agar defisit transaksi berjalan berada di angka 2,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, Bank Indonesia juga ingin menahan suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, mengatakan tingkat suku bunga pada kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke dalam batas aman. Juga upaya tersebut untuk mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik. Termasuk mempertimbangkan tren pergerakan suku bunga global selama beberapa bulan ke depan.
“Bank Indonesia juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga turun menuju kisaran 2,5% PDB pada 2019,” kata Perry