Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, menyampaikan kondisi perekonomian Indonesia di akhir 2022 dan awal 2023 masih relatif baik. Ini tercermin dari kinerja pasar modal yang ditutup pada Jumat (30/12) lalu, dengan posisi yang cenderung positif. Kondisi ini berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan bursa saham Eropa yang menurutnya, justru menunjukkan kinerja “brutal”.
“Suasana penutupan perdagangan bursa saham Eropa menurut media keuangan internasional, ditulis dengan judul ‘European Stock Lower, Ending Brutal Year’. Jauh berbeda dengan Bursa Efek Indonesia (BEI),” kata Mahendra dalam pemaparannya di acara peresmian pembukaan perdagangan BEI 2023, Senin (2/1).
Ia mengungkapkan, kondisi “brutal” pada perdagangan saham Eropa karena perang Ukraina-Rusia, inflasi yang masih tinggi, dan kebijakan moneter yang ketat. Disebutkan, kondisi “brutal” ini tercermin pada penutupan bursa saham Europe Stoxx 600 yang turun 12%.
“Ini turun, artinya terjelek sejak 2018, dan artinya lagi, lebih jelek dari saat pandemi di 2020 sampai 2021,” tutur Mahendra.
Bahkan ia juga mengatakan Euro Zone akan masuk ke dalam kelesuan yang berat. Selain itu juga menurutnya, Bank Sentral Inggris telah menyatakan bahwa ekonomi Inggris akan masuk ke pro long recession atau resesi berkepanjangan.
Mengacu pada kondisi bursa saham global tersebut, Mahendra pun menilai kinerja pasar modal Indonesia 2022 justru bertahan dan cenderung menunjukkan kinerja yang positif.
“BEI bahkan jadi yang terbaik di negara-negara Asean dan di Asia secara umum,” ujarnya.
Mahendra menguraikan, kinerja positif BEI 2022 terbukti dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup 4% meningkat dibandingkan 2021. Aktivitas perdagangan terpantau naik signifikan di 2022, yaitu frekuensi transaksi harian mencapai 1,31 juta kali dan ini menjadi yang terbesar di ASEAN.
Selanjutnya, kapitalisasi pasar tertinggi mencapai Rp9.500 triliun atau US$600 miliar. Angka ini kata Mahendra setara dengan 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Lalu terdapat 59 pencatatan perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) pada 2022 dengan jumlah investor pasar modal yang naik 10,3 juta.
“Kenaikan investor ini artinya 10 kali lipat atau 1.000% peningkatannya dalam lima tahun terakhir sejak tahun 2017. Ini didominasi oleh investor domestik mencapai 55% dari seluruh investor,” kata Mahendra menambahkan.
Dari jumlah investor tersebut, Mahendra bilang 58,7% merupakan generasi milenial dan Gen Z.“Ini adalah suatu pencapaian yang luar biasa. Ke depan, satu hal yang harus dan tetap kita prioritaskan adalah peningkatan integritas, akuntabilitas, dan kredibilitas. Karena dengan begitu maka kita akan mampu meningkatkan investor domestik lebih dari saat ini. Karena investor 10,3 juta tersebut baru 4% dari populasi nasional,” ucap Mahendra.