Kebijakan pemberlakuan bonus tanda tangan (signature bonus) sebesar US$ 748 juta terhadap PT Pertamina (Persero) untuk mengelola blok rokan disebut menentang undang-undang (inkonstitusional). Direktur Indonesian Resourcess Studies (Irres) Marwan menyatakan signature bonus tersebut mesti dibatalkan.
“Pembayaran signature bonus Blok Rokan dan blok-blok terminasi lain yang diserahkan kepada Pertamina harus dibatalkan. Karena signature bonus hanya relevan dikenakan kontraktor asing atau swasta sebagaimana lazimnya berlaku di seluruh dunia,” kata Marwan di Jakarta, Kamis (24/1).
Marwan mengungkapkan konstitusi mengamanatkan penguasaan negara terhadap sumber daya harus berdampak besar. Selain itu, pemerintah harus memastikan bahwa seluruh hasil keuntungan yang diperoleh menjadi keuntungan negara, sehingga akan memberikan manfaat terbesar bagi rakyat.
"Kemakmuran rakyat dapat tercapai jika negara melakukan pengelolaan sumber daya alam migas secara langsung, yakni melalui BUMN migas (Pertamina)," ujar Marwan.
Sebelumnya, PT Pertamina sudah melunasi bonus tanda tangan (signature bonus) pengelolaan Blok Rokan sebesar US$ 784 juta. Pembayaran bonus tanda tangan dilakukan pada 21 Desember 2018.
Penerapan signature bonus, menurut Marwin, juga menjadi penghambat atas upaya membesarkan Pertamina menjadi perusahaan energi bertaraf Internasional dan menjamin ketahanan energi nasional yang berkelanjutan.
Selain itu, Marwan merekomendasikan pemerintah untuk menyerahkan blok migas yang habis masa kontrak harus kepada Pertamina selaku BUMN migas. Dari catatan Irres, selama periode 2019-2026 terdapat 23 blok migas yang akan habis masa kontraknya (blok terminasi).
Dia mencontohkan Blok Bentu Segat yang dikelola PT Energi Mega Persada Tbk dan habis kontrak pada 2021 juga kembali diperpanjang selama 20 tahun. "Blok terminasi seharusnya bukan memberikan peluang bagi kontraktor eksiting/asing," ujar dia
Menurut Marwan, Pertamina secara konstitusional berhak untuk mengelola migas terminasi, termasuk Blok Rokan dan 22 blok migas. Dalam kebijakan pengelolaan blok terminasi, semula pemerintah merujuk pada Permen ESDM 15/2015, yang kemudian diganti menjadi Permen ESDM 23/2018. Namun Permen 23/2018 telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
Mengacu pada UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.36/PUU-X/2012, blok-blok migas terminasi hanya boleh dikelola oleh BUMN sebagai wujud penguasaan negara, dalam hal ini kepada Pertamina.
Ketentuan tentang signature bonus memang tidak detail dalam UU Migas 22/2001. Pasal 31 UU migas hanya mengatur penerimaan negara dari kegiatan hulu migas berupa pajak dan penerima negara bukan pajak (PNPB).