Di tengah kiamat ritel yang sedang datang, dua raksasa ritel olah raga yakni Nike dan Adidas membuktikan bisnis bergerak pada kondisi stabil. Walau begitu, perubahan perilaku belanja secara konvensional terus dirasakan dan memaksa kedua raksasa produk olah raga ini harus mengubah strateginya.
Agar eksitensi terjaga, kedua perusahaan berupaya untuk menjangkau pelanggan melalui skala dan kualitas. Di tengah kondisi toko di mal dan department store berjuang keras untuk memperluas pasar mereka.
CEO Nike Matt Parker mengatakan bahwa perusahaannya sedang melakukan transformasi besar-besaran. Perusahaan telah mengurangi jumlah mitra ritelnya dari 30.000 menjadi tinggal 40. Sisanya, bekerjasama dengan Nike untuk menawarkan merek unik untuk sebuah produk perusahaan.
"Sebagian besar rencana Nike melibatkan perbaikan bagaimana hadir dekat dengan pelanggannya. Sekaligus memusatkan perhatian pada kualitas merek," terang Parker seperti dikutip The Bussiness Insider.
Nike ingin kembali membangun merek besar yang sempat tenggelam yakni Nike Jordan sebagai mahkota perusahaan dalam beberapa dekade.
Disisi lain, Adidas mengambil pendekatan berbeda dengan fokus pada skala. CFO Adidas Harm Ohlmeyer mengatakan perusahaan olahraga asal Jerman ini berharap dapat mengambil pasar di Amerika Serikat demi meningkatkan profitablitas.
Sayang, merek Adidas kurang diminati dibandingkan Nike yang menjadi produk lokalnya. Analis UBS Fred Speirs dalam catatannya mengatakan bahwa pasar barang olahraga sangat berubah-ubah dan bergantung pada perubahan popularitas merek.