Industri perhotelan memasuki paceklik akibat coronavirus. Virus yang sudah menjadi pandemi ini membuat tingkat penghunian kamar (TPK) hotel kian sepi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat TPK hotel klasifikasi bintang di Indonesia pada Maret 2020 hanya mencapai 32,24% atau turun 20,64 poin dibandingkan TPK Maret 2019 yang mencapai 52,88%. Jika dibandingkan TPK Februari 2020, juga mengalami penurunan sebesar 16,98 poin.
TPK terendah tercatat di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang sebesar 18,87%, sedangkan TPK tertinggi tercatat di Provinsi Papua Barat sebesar 45,75%, diikuti Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 43,26%, dan Provinsi Kalimantan Timur sebesar 39,94%.
Penurunan TPK hotel klasifikasi bintang Maret 2020 dibandingkan Maret 2019 ini tercatat di seluruh provinsi, dengan penurunan tertinggi terjadi di Provinsi Sulawesi Utara, yaitu sebesar 32,68 poin, diikuti Provinsi Bali 30,02 poin, dan Provinsi Kalimantan Tengah 26,92 poin. Adapun penurunan terendah tercatat di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebesar 1,96 poin.
Jika dibandingkan dengan TPK Februari 2020, penurunan juga terjadi di seluruh provinsi, dengan penurunan tertinggi tercatat di Provinsi Sulawesi Tenggara, yaitu sebesar 24,93 poin, diikuti Provinsi Bengkulu 23,14 poin, dan Provinsi DI Yogyakarta 22,42 poin, sedangkan penurunan terendah tercatat di Provinsi Aceh yaitu sebesar 5,76 poin.
Dari rata-rata lama menginap tamu asing dan Indonesia pada hotel klasifikasi bintang selama Maret 2020 tercatat sebesar 1,83 hari atau terjadi kenaikan sebesar 0,02 poin jika dibandingkan dengan Maret 2019.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan industri hotel terimbas anjloknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) di Maret 2020 yang mencapai 64,11% ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Maret 2020, kunjungan wisman hanya tercatat sejumlah 470.900 kunjungan. Menurut Kecuk, jumlah ini hampir sama dengan 2007 lalu.
"Penurunan kunjungan wisman berdampak ke sektor-sektor pendukung pariwisata, seperti hotel dan restoran, serta industri kreatif," kata Kecuk dalam video conference, Senin (4/5).
Pandemi Covid-19 ini juga membuat pebisnis hotel pusing lantaran tak bisa mengantongi pendapatan. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mencatat, per 13 April 2020 tingkat keterisian hotel di Tanah Air nyaris mendekati nihil. Bahkan, selama kuartal pertama 2020, potensi pendapatan industri pariwisata dari wisata mancanegara (wisman) telah hilang sebesar US$4 miliar atau Rp60 triliun. Sementara dari wisatawan domestik, sektor perhotelan telah kehilangan potensi penerimaan sekitar Rp30 triliun.
Tidak kurang dari 1.642 hotel dan 353 restoran atau tempat hiburan berhenti beroperasi. Ketua PHRI DKI Jakarta Krishandi mengatakan, dari total 1.642 hotel yang ditutup, sekitar 100 di antaranya berada di Jakarta. Jumlah tersebut belum termasuk hotel-hotel lainnya yang tidak tercatat sebagai anggota PHRI.
“Di Jakarta sudah ada 100 hotel yang tutup. Itu yang lapor. Yang enggak lapor banyak lagi. Semua (klasifikasi) bintang ada,” tutur Krishandi.