Setelah mengakuisisi perusahaan ritel asal Arab Saudi, PT Kimia Farma (Persero) Tbk kembali menganggarkan dana Rp2,3 triliun untuk membeli empat perusahaan farmasi di Indonesia.
Rencana tersebut dilakukan untuk menggenjot pertumbuhan bisnis secara anorganik. Setidaknya, terdapat 6-7 perusahaan yang tengah dijajaki untuk diakuisisi.
"Targetnya kami akan akuisisi 4 perusahaan, tahun ini minimal ada 2 perusahaan farmasi yang akan diakuisisi," ujar Direktur Utama Kimia Farma Honesti Basyir di Jakarta, Senin (12/3).
Perusahaan yang tengah dijajaki bergerak di sektor farmasi, alat kesehatan, hingga kosmetik. Perseroan mengalokasikan dana Rp2,3 triliun untuk aksi anorganik tahun ini.
Satu perusahaan farmasi lokal produk komplementer yang akan diakuisisi telah memasuki tahap due dilligence. Ditargetkan eksekusi dapat rampung pada paruh pertama tahun ini.
Secara keseluruhan, emiten bersandi saham KAEF tersebut menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) senilai Rp3,5 triliun. Sebesar 70% dana akan digunakan untuk akuisisi, dan sisanya 30% untuk menggenjot pertumbuhan organik.
Kebutuhan dana capex tersebut didapatkan dari kas internal sebesar 30%, dan sisanya dari penerbitan surat utang, serta pinjaman perbankan. KAEF telah memperoleh dana dari emisi surat utang jangka menengah (medium term notes/MTN) tahap II senilai Rp600 miliar.
Tidak hanya akuisisi, badan usaha milik negara (BUMN) farmasi tersebut juga berencana ekspansi ke luar negeri, terutama ke Timur Tengah dan Afrika. Pendanaan untuk ekspansi global tersebut belum dianggarkan, lantaran masih dilakukan pengkajian mendalam.
Sementara itu, Kimia Farma juga berencana memasuki lini bisnis properti. Ekspansi bisnis sektor baru ini dilakukan untuk memaksimalkan aset-aset perseroan di sejumlah kota di Tanah Air melalui skema kerja sama.
Tahun ini, manajemen KAEF tengah mengkaji untuk memasuki lini bisnis properti dengan memanfaatkan aset di Bandung dan Jakarta. Bahkan, Kimia Farma akan membangun Farma Tower di kantor pusat perseroan seluas 7000 meter persegi dengan anggaran yang diperkirakan mencapai Rp500 miliar.
Dari sisi organik, perseroan menganggarkan dana sekitar Rp1,2 triliun untuk ekspansi bisnis tahun ini. Perseroan tengah mempersiapkan untuk membangun gudang penyimpanan obat-obatan agar jaringan distribusi terjaga.
Manajemen Kimia Farma akan menambah 200 unit apotek baru, klinik ditambah 50-100 unit, laboratorium diagnostik 5-10 secara terintegrasi. Hingga Februari 2018, Kimia Farma memiliki 1.005 jaringan apotek di seluruh Indonesia, dengan 500 klinik kesehatan, 47 laboratorium klinik, 10 optik, dan 47 cabang trading & distribution.
Dengan target organik dan anorganik, Kimia Famra optimistis dapat menggenjot pendapatan pada tahun ini hingga tumbuh 10% year-on-year (yoy). Bahkan, tahun depan diproyeksi pertumbuhan pendapatan dapat konsisten pada level double digit.
"Target revenue 10%, tahun depan target double digit. Pertumbuhan bisnis farmasi masih ada, volume dari kebutuhan BPJS masih besar, dengan teknologi baru akan ada kebutuhan baru," tuturnya.
Sepanjang tahun lalu, KAEF mengantongi pendapatan senilai Rp6,12 triliun, naik 5,4% dari periode 2016 sebesar Rp5,81 triliun. Laba usaha tercatat naik 21% menjadi Rp536 miliar dari Rp443 miliar.
Direktur Keuangan Kimia Farma IGN Suharta Wijaya menambahkan, untuk pendanaan, perseroan juga tengah mengkaji emisi obligasi global berdenominasi rupiah dalam waktu dekat. Pendanaan tersebut akan digunakan untuk ekspansi, terutama aksi anorganik melalui akuisisi.
Pengkajian emisi obligasi global tersebut mengikuti dengan kebutuhan pendanaan perseroan ke depan. Opsi penerbitan obligasi dipertimbangkan mengingat rasio pinjaman terhadap ekuitas (debt to equity ratio/DER) perseroan masih rendah pada level 0,8 kali.
"DER kami masih rendah 0,8 kali, persyaratan perbankan sekitar 2,2 kali, jadi masih lebar ruangnya," imbuhnya.