Kinerja emiten telekomunikasi di Indonesia menunjukkan penurunan pada 2018 dibandingkan tahun sebelumnya.
Emiten telekomunikasi PT XL Axiata Tbk. (EXCL) mencatatkan rugi bersih senilai Rp3,3 triliun sepanjang 2018. Padahal, pada 2017 perseroan berhasil mencatatkan laba senilai Rp375,2 miliar.
Mengutip laporan keuangan perseroan, kerugian yang dialami emiten telekomunikasi ini disebabkan oleh beban penyusutan yang naik 41,06% menjadi Rp11,47 triliun pada 2018 dari Rp6,76 triliun pada 2017.
Selain itu, kerugian selisih kurs dari pembiayaan naik 89,30% menjadi Rp366,2 miliar pada 2018. Padahal sebelumnya kerugian selisih kurs pembiayaan pada 2017 hanya Rp39,2 miliar.
Sementara itu, pendapatan emiten berkode saham EXCL ini naik tipis 0,26% menjadi Rp22,94 triliun pada 2018 dari Rp22,88 pada tahun sebelumnya.
Adapun, penerimaan kas perseroan dari segmen pelanggan dan operator lain menjadi Rp23,76 triliun pada tahun 2018. Angka ini naik tipis 4,04% dari tahun sebelumnya Rp22,80 triliun.
Namun, jika dikurangi pembayaran-pembayaran perusahaan, arus kas bersih yang diperoleh dari aktivitas operasi turun 2,67% menjadi Rp9,36 triliun secara yoy dari posisi Rp9,61 triliun pada 2017.
Sebelumnya, emiten telekomunikasi lainnya PT Indosat Tbk. (ISAT) juga mencatatkan kerugian senilai Rp2,4 triliun sepanjang 2018. Padahal, pada 2017 perseroan berhasil mencatatkan laba senilai Rp1,13 triliun.
Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakan, cukup banyak faktor yang menyebabkan saham telekomunikasi merugi pada tahun lalu.
Salah satunya, akibat kebijakan yang membatasi orang dengan satu Nomor Induk Kependudukan (NIK) e-KTP hanya boleh memiliki tiga kartu SIM.
"Namun secara garis besar memang kedua emiten tersebut juga sedang giat untuk melakukan ekspansi. Tentu hal ini membuat keuntungannya menurun," kata Nico saat dihubungi Alinea.id, Rabu (6/3).
Sementara itu, kata dia, untuk jangka waktu panjang bisnis Indosat dan XL serta emiten telekomunikasi lainnya masih sangat menjanjikan.
"Karena wilayah kita masih akan terus membangun infrastruktur. Kemudian telekomunikasi merupakan salah satu bidang yang akan dinantikan oleh masyarakat," ujar Nico.
Menurut Nico, saat ini kebutuhan masyarakat terhadap telekomunikasi sangat pesat. Tentunya untuk menunjang kehidupan sehari-hari bahkan dalam kegiatan bisnis.
Sementara itu, mengutip data Fitch Ratings, pihaknya telah merevisi outlook dari operator telekomunikasi Indonesia PT Indosat Tbk. (Indosat Ooredo) ke negatif dari stabil.
Dalam risetnya, Fitch Ratings Singapore memberikan peringkat AAA untuk Indosat. Peringkat ini merupakan tertinggi yang diberikan Fitch untuk Indonesia. Peringkat ini juga diberikan kepada emiten atau surat utang dengan ekspektasi resiko gagal bayar yang terendah relatif terhadap emiten atau surat utang lainnya di Indonesia.
Indosat Ooredoo sekarang menjadi operator selular ketiga terbesar berdasarkan pendapatan di Indonesia, setelah pemimpin pasar PT Telekomunikasi Selular Tbk. (Telkomsel, AAA(idn)/Stabil) dan PT Xl Axiata Tbk. (XL, BBB/AAA(idn)/Stabil).