Kiprah edutech gaet pengguna kala PJJ
Bisnis startup pendidikan berbasis teknologi (edutech) memperoleh peluang tersendiri selama masa pandemi ini. Aplikasi belajar online kini makin banyak diminati.
Berbekal gawai yang tersambung internet dan langganan program, pelajar pun sudah bisa dengan mudah menikmati cara belajar baru. Materi yang lengkap dan menarik lewat audio visual bisa diakses dengan harga yang semakin bersaing.
Perusahaan startup teknologi asal Indonesia, PT Ruang Raya Indonesia atau Ruangguru misalnya. Platform pendidikan ini menawarkan pembelajaran berbasis kurikulum sekolah melalui video tutorial interaktif oleh guru dan animasi.
Selama pandemi Covid-19, Ruangguru mencatat jumlah penggunanya meningkat sebesar 30%. Peningkatan jumlah pengguna Ruangguru disebabkan oleh pelaksanaan PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) yang menuntut banyak siswa memanfaatkan Ruangguru untuk mendukung kegiatan sekolah daring mereka.
Pengguna Ruangguru tersebar di seluruh 34 provinsi di Indonesia. Berdasarkan demografinya, mayoritas penggunanya berada di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan.
"Tujuan kami adalah untuk meningkatkan dan membantu pemerataan pendidikan berkualitas bagi semua. Oleh karena itu, hingga saat ini, Ruangguru juga terus aktif menjangkau seluruh daerah di Indonesia, termasuk daerah 3T," ujar Head of Corporate Communications, Ruangguru, Anggini Setiawan kepada Alinea.id, Senin (21/12).
Anggini mengatakan kondisi pandemi ini telah menimbulkan keprihatinan dan tantangan bagi sektor pendidikan. Meski begitu, dia menyebut, pandemi harus dihadapi dengan kemampuan adaptasi yang lebih cepat.
Tidak terkecuali, kemampuan untuk mengadopsi digitalisasi hingga optimalisasi teknologi untuk kegiatan belajar mengajar. Seperti halnya Ruangguru yang didirikan oleh Adamas Belva Syah Devara dan Muhammad Iman Usman sejak April 2017 lalu.
"Dahulu, cara belajar online lebih cenderung dirasa skeptis, namun sekarang metode ini memiliki penerimaan yang lebih baik dan masih dapat terus dikembangkan lagi," kata dia.
Maka dari itu, sehari setelah pemerintah RI mengumumkan bahwa proses pembelajaran dilakukan secara daring dan jarak jauh, Ruangguru meluncurkan Sekolah Online Ruangguru Gratis.
Melalui layanan ini, kata dia, para siswa di seluruh Indonesia dari kelas 1 SD hingga 12 SMA dapat mengikuti sekolah online gratis setiap hari dengan model pembelajaran layaknya sekolah biasa.
Layanan Sekolah Online Ruangguru Gratis ini, telah digunakan oleh lebih dari 10 juta siswa sejak pertama kali diluncurkan. Bahkan di hari pertama diluncurkan, lebih dari 1,5 juta pelajar mengikuti sekolah online di Ruangguru.
Pada bulan Juli, Ruangguru meluncurkan Ruangkelas yang dapat dimanfaatkan oleh guru dan sekolah secara gratis. Guru dapat memberikan materi, tugas, penilaian, berdiskusi dengan siswa melalui group chat, dan juga mengajar lewat live teleconference.
Sejak diluncurkan, Ruangkelas sudah dimanfaatkan oleh ribuan sekolah, ratusan ribu murid, dan puluhan ribu guru di lebih dari 430 kota/kabupaten. Artinya, layanan ini sudah menjangkau sekitar 84% daerah di Indonesia.
Tak hanya Ruangguru, startup pendidikan lainnya, Quipper pun melakukan hal serupa. Per Juli 2020 lalu, Quipper telah memberikan layanan kepada lebih dari 13 ribu guru di tahun ajaran baru.
Kala itu, mengutip dari data.covid19.go.id, ada sebanyak 94% peserta didik yang berada di zona kuning, oranye dan merah yang terletak di 429 kota/kabupaten. Artinya, hanya ada sekitar 6% peserta didik yang berada di zona hijau yang terletak di 85 kota/kabupaten dan dapat melakukan proses belajar-mengajar seperti biasa (tatap muka).
Dilansir dari situs resmi Quipper, Quipper School Premium dilengkapi dengan materi ajar yang siap digunakan oleh para guru sesuai tingkatan kelas (7-12). Selain itu, ada pula kurikulum dan materi persiapan UNBK SBMPTN, dan juga informasi lengkap mengenai jurusan dan universitas untuk persiapan jenjang berikutnya.
Beberapa minggu sebelum tahun ajaran baru 2020/2021 dimulai, sudah ada hampir sebanyak 13.000 guru dari 26 sekolah di 6 provinsi yang sudah bergabung dan menggunakan Quipper School Premium.
Business Development Manager Quipper Indonesia, Ruth Ayu Hapsari mengatakan Quipper School Premium ini, berguna bagi guru, siswa dan juga orang tua dalam mempertahankan keberlangsungan proses belajar-mengajar di rumah selama PJJ.
"Kami juga memberikan pendampingan bagi sekolah, termasuk bagi guru dan siswa, dari awal sampai akhir guna memastikan sekolah dapat menerapkan secara penuh sistem belajar daring dengan Quipper dan mendapatkan manfaat nyata” Ujar Ayu dilansir dari situs resmi Quipper pada Selasa (22/12).
Berbagai layanan Quipper lainnya, diantaranya termasuk Quipper School, Quipper Video, Quipper Video Masterclass, dan Quipper Campus diluncurkan untuk membantu siswa meraih mimpi akademisnya dan memberdayakan pendidik untuk menyebarkan pengetahuan.
Hingga saat ini, Quipper memiliki jumlah siswa yang terdaftar sejumlah lebih dari 6 juta orang. Sedangkan jumlah guru yang tergabung sebanyak 400 ribu orang dan jumlah latihan soal untuk mengasah kemampuan mencapai lebih dari 60 ribu.
Aplikasi | Rating | Jumlah pengguna |
Rumah Belajar | 3,5 | 1 juta ++ |
Google Classroom | 1,7 | 100 juta ++ |
Microsoft Education | 5 | 1.000 ++ |
Sekolahmu | 4,8 | 500 ribu ++ |
Zenius | 4,6 | 1 juta ++ |
Ruangguru | 4,7 | 10 juta ++ |
Kipin School | 4,9 | 100 ribu ++ |
Udemy | 4,5 | 10 juta ++ |
Ayoblajar | 3,9 | 10 ribu ++ |
Eduka System | 3,7 | 10 ribu ++ |
Bahaso | 4,4 | 100 ribu ++ |
Birru | 3,7 | 1.000 ++ |
Cakap | 4,8 | 100 ribu ++ |
Duolingo | 4,6 | 100 juta ++ |
Edmodo | 3,7 | 10 juta ++ |
Aminin | 4,7 | 5.000 ++ |
Ganeca Digital | 4,1 | 10 ribu ++ |
Menyambut Pembelajaran Tatap Muka (PTM)
Setelah sembilan bulan pandemi, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memang telah memberi izin pembukaan sekolah tatap muka pada Januari 2021 mendatang. Meski demikian, bukan berarti izin sekolah tatap muka bakal dipukul rata dan berlaku wajib.
Berbagai pemangku kepentingan di bidang pendidikan menyatakan pembelajaran jarak jauh sudah terlaksana dengan baik. Namun demikian, jika terlalu lama tidak melakukan pembelajaran tatap muka akan berdampak negatif bagi anak didik.
Kendala tumbuh kembang anak serta tekanan psikososial dan kekerasan terhadap anak yang tidak terdeteksi juga turut menjadi pertimbangan," ujar Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat, Kemendikbud, Evy Mulyani kepada Alinea.id, Senin (21/12).
Lebih lanjut, pemerintah memberikan kewenangan bagi tiap pemerintah daerah/kantor wilayah Kementerian Agama dalam pertimbangan pembukaan sekolah tatap muka. Peran Pemda/Kanwil ini yang dianggap paling mengetahui kondisi, kebutuhan hingga kapasitas daerahnya. Namun, dalam penetapannya tentu tak bisa serta-merta.
"Kendati penguatan peran kewenangan ini diberikan kepada Pemda, tentu Pemda jangan tergesa-gesa," imbuhnya.
Evy melanjutkan, ada faktor-faktor yang mesti menjadi pertimbangan bagi pemda dalam pemberian izin sekolah tatap muka ini. Mulai dari risiko penyebaran Covid-19 di wilayahnya, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, hingga kesiapan satuan pendidikan dalam melaksanakan pembelajaran sesuai daftar periksa.
Maka dari itu, zonasi atau peta risiko yang ditetapkan oleh satgas covid-19 nasional pada level kabupaten/kota akan juga jadi pertimbangan. Terlebih, kondisi tiap kecamatan atau kelurahan di dalamnya bisa berbeda satu sama lainnya.
"Pada tingkat administrasi, apa sebaiknya pemberian izin PTM (pembelajaran tatap muka) diberikan, dan wilayah mana di dalam daerahnya yang sudah lebih siap untuk PTM," ucapnya.
Selain itu, dia melanjutkan, aspek ketersediaan akses terhadap sumber belajar pun perlu disiapkan. Selain juga, kondisi psikososial peserta didik.
"Pembelajaran tatap muka (PTM) bukan diwajibkan, tetapi dimungkinkan bagi sekolah yang memenuhi persyaratan berjenjang dan ketat sebagaimana ditetapkan dalam SKB tersebut," tuturnya.
Terkait PTM, Evy menilai, orang tua juga memiliki hak penuh untuk menentukan. Bagi orang tua yang tidak menyetujui anaknya melakukan pembelajaran tatap muka, peserta didik dapat melanjutkan pembelajaran dari rumah secara penuh.
Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), tahun ajaran 2019/2020 ada 25.203.371 siswa SD di seluruh Indonesia. Jumlah SD sebanyak 149.435, dengan 1.112.993 ruang kelas. Di sekolah-sekolah itu, terdapat 556.969 kepala sekolah dan guru, serta 91.123 tenaga kependidikan. Jumlah SMP seluruh Indonesia sebanyak 40.559. Sedangkan jumlah SMA sebanyak 13.944 dan SMK sebanyak 14.301.
Kolaborasi bersama edutech
Sebagai juru bicara Kemendikbud, Evy mengatakan kondisi pandemi memunculkan pula pembelajaran positif. Terutama, pemanfaatan teknologi yang begitu cepat untuk menyokong lancarnya aktivitas pendidikan.
Meskipun, dia juga tidak menyangkal, masih ada daerah di Indonesia yang berjuang dalam mengadopsi teknologi ini. Kondisi yang mengharuskan eksperimen dan pengadopsian teknologi pertama kalinya ini tentu akan berguna di masa depan.
"Hal yang belum pernah kita lihat sebelum pandemi adalah besarnya penggunaan teknologi dalam waktu singkat oleh guru, murid, dan orang tua dalam sejarah Indonesia karena program belajar dari rumah," katanya.
Di situasi ini, pihaknya mengatakan untuk terus meningkatkan kolaborasi dan gotong royong berbagai pemangku kepentingan. Seperti, pemerintah pusat, pemda, satuan pendidikan, orang tua hingga penyediaan berbagai platform pembelajaran online termasuk edutech.
"Mari kita bergandengan tangan memberikan yang terbaik untuk anak-anak kita mendapatkan hak pendidikan dan tetap memprioritaskan kesehatan serta keselamatan," ucap dia.
Berkenaan dengan kebijakan sekolah tatap muka ini, Ruangguru sebagai edutech mengaku akan terus berinovasi meskipun ada kebijakan sekolah tatap muka kembali dibuka.
"Ruangguru meyakini bahwa kebijakan yang telah diambil pemerintah adalah kebijakan yang telah dipertimbangkan secara matang dan menyeluruh," kata Anggini.
Anggini menjelaskan, masih ada berbagai tantangan yang dihadapi selama pandemi ini, yang dimungkingkan juga menjadi 'PR'-nya ke depan. Di antaranya, pengembangan infrastruktur digital secara merata dan peningkatan literasi digital lintas generasi.
Selain itu, perlu juga mengantisipasi menurunnya daya beli masyarakat akibat melambatnya roda perekonomian di Indonesia yang terdampak Covid-19.
Di Ruangguru, dirinya bilang, perusahaannya selalu mengusung prinsip utama bahwa pendidikan bukanlah komoditas. Artinya, Ruangguru perlu memastikan efektivitas dari produk dan layanan pendidikan.
"Menggunakan teknologi untuk mengupayakan agar pendidikan berkualitas dapat diakses dan dinikmati oleh semua," imbuhnya.
Adapun, inisiatif-inisiatif yang saat ini tengah didorong oleh Ruangguru di antaranya, produk Ruangguru On-The-Go, dimana Seluruh materi pembelajaran di Ruangguru dapat disimpan di dalam USB atau Flash Drive. Produk ini langsung dapat dihubungkan dengan smartphone maupun laptop.
Menariknya, ada pula inovasi proprietary bandwidth reduction algorithm. Teknologi ini, digunakan untuk meminimalkan penggunaan kuota internet selama para pengguna mengakses Ruangguru. Pengurangan konsumsi bandwidth tersebut rata-rata sebesar 80% untuk setiap video pembelajaran.
Ruangguru juga terus bekerja sama dengan para penyedia layanan telekomunikasi. Tujuannya, untuk menghadirkan paket data murah atau bahkan gratis, agar para pelajar di Indonesia dapat melaksanakan belajar daring tanpa hambatan kuota data.
"Kami akan terus memberikan service excellence melalui inovasi baru dan pengembangan produk baru," katanya.
Pengamat Ekonomi Digital, Heru Sutadi menilai rencana pembukaan sekolah tatap muka ke depan masih belum akan berjalan penuh. Peluang untuk edutech pun masih akan terbuka.
Tak hanya menyasar kalangan pelajar di sekolah, berbagai startup pendidikan ini pun bahkan akan mempunyai peluang melebarkan sayap dalam pengembangan kapasitas untuk dunia kerja mendatang.
"Sekolah dibuka, tetap saja enggak 100%, mungkin 50%. Sehingga memang kalau saya melihat, ini tetap peluang teknologi pendidikan untuk mengisi pasar-pasar peningkatan kemampuan kapabilitas individu-individu secara online," ujar Heru dihubungi berbeda oleh Alinea.id, Senin (21/12).
Untuk bisa mewujudkan ini, menurutnya perusahaan teknologi pendidikan perlu jeli melihat peluang dan mengembangkan inisiasi. Selain itu, pemerintah pun perlu mendorong agar ekosistem digital ini bisa mumpuni.
Dia menjelaskan, hal paling penting diupayakan pemerintah adalah terkait penguatan infrastruktur internet dan digital di seluruh wilayah Indonesia secara efektif hingga kebijakan keamanan data digital.
Menurutnya, perlu juga mendukung proses belajar secara online ke depan lebih berkembang. Salah satu caranya, legitimasi pembelajaran secara online lebih baik lagi.
"Kalau selama ini kan yang online, seolah-olah berbeda jauh dengan offline. Harusnya cara pandang itu diubah, bahwa mau kalau mau belajar online atau offline kalau dapat sertifikat atau ijazah ya harus diakui juga," pungkasnya.