close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Petani muda sekaligus Ketua Tani Mandiri Sejahtera (Tamara) Sukabumi, Iqbal Haqiqi, menyampaikan paparan dalam acara
icon caption
Petani muda sekaligus Ketua Tani Mandiri Sejahtera (Tamara) Sukabumi, Iqbal Haqiqi, menyampaikan paparan dalam acara "Kick Off Publisitas Sensus Pertanian 2023", Selasa (29/11/2022). YouTube/BPS Statistic
Bisnis
Selasa, 29 November 2022 17:57

Kisah Iqbal Haqiqi, milenial pemberdaya petani gurem

Petani yang tergabung dalam Koperasi Tamara tersebar di tujuh desa di Sukabumi dengan areal pertanian beragam, 600-1.400 mdpl.
swipe

Kementerian Pertanian (Kementan) terus mendorong peningkatan dan pengembangan petani muda atau milenial Indonesia. Iqbal Haqiqi, pemuda asal Sukabumi yang aktif membangun pertanian di daerahnya, tepatnya Kecamatan Sokaraja, dengan menjadi Ketua Tani Mandiri Sejahtera (Tamara), salah satunya.

Iqbal mengungkapkan, dalam menjalankan tugasnya, termasuk sebagai Ketua Koperasi Tani dan Duta Petani Milenial Kementan, banyak tantangan yang dihadapinya. Misalnya, menggaet generasi muda untuk terjun ke sektor pertanian.

Iqbal bercerita, inisiatif menjadi petani bermula dari keinginannya meneruskan profesi orang tuanya. Namun, sebagai lulusan perguruan tinggi, Iqbal ingin berkontribusi di bidang pertanian, terutama di daerah asalnya, dengan pendidikan yang didapatkannya.

"Koperasi Tani Tamara ini adalah reinkarnasi dari awalnya hanya kelompok tani berubah menjadi korporasi pertanian atau Koperasi Tamara," kata Iqbal dalam acara "Kick Off Publisitas Sensus Pertanian 2023", Selasa (29/11).

Iqbal melanjutkan, petani yang tergabung dalam kelompoknya berasal merupakan petani gurem atau yang memiliki/menyewa lahan pertanian kurang dari 0,5 ha. Dengan berkoperasi, menurutnya, daya tahan dan daya juang petani akan meningkat, terutama dalam pemasaran.

Petani yang tergabung dalam Koperasi Tamara tersebar di tujuh desa di Sukabumi dengan areal pertanian yang beragam, dataran rendah hingga dataran tinggi (600-1400 mdpl).

Lebih lanjut, Iqbal menyampaikan, Koperasi Tamara memiliki sistem terintegrasi dari hulu hingga hilir yang memudahkan petani. Sehingga, hasil pertanian yang diperoleh sudah memiliki target pasarnya masing-masing.

Tak hanya itu, Koperasi Tamaran juga memiliki banyak pendampingan, antara lain, dari Kementan, Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian, Kementerian BUMN, Institut Pertanian Bogor (IPB), koperasi, pemerintah daerah (pemda) setempat, dan pebisnis sebagai off taker produk.

"Adanya off taker ini juga memudahkan petani. Jadi, petani tidak bingung lagi setelah panen produknya ke mana. Kita juga memasarkan tidak hanya dalam pertanian segar, ada yang sudah diolah, seperti cabai kering, bubuk, hingga sambal," tutur Iqbal.

Tak hanya kelebihan, berbagai tantangan menjadi petani di lapangan juga sering dihadapi Iqbal. Misalnya, citra profesi petani yang masih dipandang buruk oleh masyarakat dan rendahnya tingkat pendidikan petani.

"Petani kita itu masih banyak sekali dinilai dengan citra yang buruk, pekerjaan kotor, dan tidak menguntungkan. Selain itu, juga petani kita kebanyakan tingkat pendidikannya rendah. Mereka hanya bisa kerja lapangan, menanam-menanam saja, tidak ada aturannya. Mereka menjadi petani sebagai warisan saja, bukan sebagai pengusaha," ungkapnya.

Di sisi lain, Iqbal menilai, menjadi petani muda di Indonesia saat ini memiliki peluang besar. Alasannya, mayoritas generasi milenial yang ada memiliki pendidikan yang tinggi, jumlah usia produktif melimpah, dan akses teknologi informasi lebih baik.

"Dukungan pemerintah untuk mendongkrak jumlah petani milenial juga sangat banyak. Ada Program Duta Petani Milenial yang tersebar di seluruh Indonesia, ada Program Jaringan Petani Nasional (JPN), dan Program Youth Entrepreneurship and Employment Support Service (YESS)," tambah Iqbal.

Dia menjelaskan, JPN merupakan aplikasi dari Kementan yang menjadi wadah diskusi dan berbagi pengetahuan dan pengalaman dari seluruh petani di daerah Indonesia. Adapun YESS, yang baru mencakup empat provinsi di Indonesia, menjaring muda-mudi desa usia 17-39 tahun, baik anak petani atau bukan, untuk terlibat dalam pelatihan pertanian, yang meliputi motivasi bisnis, literasi keuangan usaha tani, hingga workshop pertanian.

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan