close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tanaman jeruk. Dokumentasi Pemkot Pangkalpinang
icon caption
Tanaman jeruk. Dokumentasi Pemkot Pangkalpinang
Bisnis
Kamis, 14 Oktober 2021 14:58

Kit dePat, invensi Balitbangtan untuk deteksi HLB pada tanaman jeruk

Penyakit HLB atau CVPD membuat produktivitas, kualitas hingga kematian tanaman jeruk di berbagai dunia.
swipe

Jeruk merupakan tanaman asli dari benua Asia, khususnya India sampai China. Banyak spesies jeruk yang telah dibudidayakan di daerah subtropik.

Meski demikian, Indonesia sebagai negara tropis juga ikut mengembangkannya bahkan dari berbagai varietas baik di dataran rendah maupun dataran tinggi.

Beberapa jenis jeruk yang dibudidayakan di Indonesia pun sangat terkenal. Selain manis, jeruk yang dihasilkan juga menyegarkan dan memiliki banyak kandungan vitamin C. Sebut saja jeruk pontianak ataupun jeruk medan.

Sayangnya, penyakit huanglongbing (HLB) atau citrus vein phloem degeneration (CVPD) kerap menjangkiti tanaman jeruk. Membuat produktivitas, kualitas, hingga kematian tanaman di berbagai dunia. 

Penyakit ini terdeteksi di Indonesia sejak 1940 menyusul marak terjadinya kerusakan tanaman jeruk yang sangat parah di berbagai sentra budi daya. Besarnya kerugian akibat HLB tercatat 62,34% tanaman mati di Tulungagung, Jawa Timur (Jatim), tahun 1990 (Nurhadi et al., 1991).

Tak sekadar itu, sekitar 95.564 ha (60%) pertanaman jeruk di Bali Utara mengalami kerusakan parah 1988-1996 dengan kerugian diperkirakan mencapai Rp36 miliar pada 1984 (Nurhadi et al., 1996). Di Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar), yang satu-satunya propinsi terbesar penghasil jeruk siam di Indonesia, tercatat 2.000 dari 13.000 ha lahan pertanam jeruk merana dan terancam mati hanya dalam waktu enam bulan dengan kerugian Rp120 miliar per tahun.

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP Kalbar) pada 2010 menginformasikan, 3.572 dari 11.827 tanaman (31%) yang telah berproduksi terserang HLB. Pun dilaporkan, HLB mengancam perekonomian sekitar 65.000 petani yang hidupnya bertumpu pada budi daya jeruk (Kompas, 2010).

Guna mengantisipasi permasalahan tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melalui Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) menghasilkan kit untuk deteksi cepat penyakit (Kit dePAT) HLB/CVPD tanaman jeruk secara isothermal. Teknologi ini adalah alat untuk mendeteksi HLB secara cepat dan akurat berbasis amplifikasi DNA tanpa thermalcycler.

Karakterisitik Kit dePAT CVPD dengan teknologi loop-mediated isothermal amplification (LAMP) memungkinkannya diterapkan di kawasan pengembangan jeruk yang sumber dayanya terbatas.

Invensi ini memiliki beberapa keunggulan. Pertama, cepat karena proses deteksi kurang dari 90 menit. Kedua, sensivitas tinggi lantaran mampu mendeteksi bakteri Candidatus Liberibacter asiaticus (CLas) sampai level 10 pikogram. Ketiga, spesifik mengingat hanya mengenali DNA target (bakteri CLas).

 

Keempat, mudah lantaran bisa diaplikasikan tanpa memerlukan orang yang berketerampilan khusus. Lima, murah karena tidak memerlukan peralatan canggih, fasilitas laboratorium modern, dan dapat dilakukan di lapang. Terakhir, ramah pengguna (user friendly) mengingat bahan yang digunakan tak mengandung bahan berbahaya atau non-karsinogenik. Karenanya, invensi ini potensial dan prospektif untuk dikembangkan dalam skala komersial.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan