Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menetapkan pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pascaproduksi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas jenis PNBP yang berlaku pada KKP Pasal 20, penarikan PNBP praproduksi berlaku hanya sampai 31 Desember 2022, sehingga selanjutnya PNBP secara penuh dilaksanakan dengan pascaproduksi.
Transformasi pengelolaan PNBP pascaproduksi ini menurut Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono untuk mengetahui jumlah ikan yang ditangkap oleh kapal secara akurat. Pemerintah juga bisa memantau hasil tangkapan ikan apakah over exploited atau overfishing, yang pada akhirnya sebagai upaya menjaga biota kelautan agar tetap berkelanjutan.
“Di Indonesia sistemnya masih memakai yang berlaku input control atau prapoduksi. Jadi yang penting punya izin, kapalnya bisa sebanyak-banyaknya dan menangkap ikan juga bisa sebanyak-banyaknya tanpa ada batasan,” ujar Trenggono dalam penjelasannya dalam konferensi pers BNPB Pascaproduksi di kantor KKP, Selasa (28/2).
Jika hal tersebut terus berlanjut, penurunan jumlah ikan di lautan Indonesia sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu, KKP mengubah PNBP praproduksi menjadi pascaproduksi atau dengan skema output control.
“Kita akan geser menjadi output control, jadi berapa sebetulnya yang ditangkap. Yang ditangkap juga jumlahnya berapa, kemudian itu yang kita kenakan PNBP,” tutur Trenggono.
Adapun penghitungan pada PNBP praproduksi menggunakan tarif range gross tonnage x produktivitas kapal x harga pasokan ikan x gross tonnage kapal. Sedangkan penghitungan pada PNBP pascaproduksi menggunakan indeks tarif x nilai produksi ikan (volume produksi x harga acuan ikan).
Lebih lanjut, penerapan PNBP pascaproduksi didukung dengan infrastruktur teknologi. Salah satunya aplikasi Penangkapan Ikan Terukur Secara Elektronik (e-PIT). Aplikasi ini dipakai pelaku usaha untuk menginput jumlah hasil tangkapan. Dari sistem ini juga, pelaku usaha akan mengetahui secara otomatis besaran PNBP pascaproduksi yang harus dibayarkan ke negara.
Terkait ittu, Dirjen Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini, mengimbau pelaku usaha untuk jujur dalam menyampaikan hasil tangkapannya.
“Pesan kami kepada pelaku usaha, karena kami sudah mengakomodir penyesuaian PNBP pascaproduksi melalui skema harga acuan ikan, saya minta juga kejujuran dari pelaku usaha agar melaporkan jumlah produksi secara jujur karena ini akan berkaitan dengan PNBP pascaproduksi yang dibayarkan," ujar Zaini.
Terdapat 77 pelabuhan perikanan di Indonesia yang siap melaksanakan PNBP pascaproduksi dan kapal perikanan yang sudah mengantongi izin PNBP pascaproduksi per Februari sebanyak 576 kapal. 77 pelabuhan tersebut ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 4 Tahun 2023 tentang Penetapan Pelabuhan Pangkalan yang Telah Memenuhi Syarat Penarikan Pasca Produksi Atas Jenis PNBP yang Berasal dari Pemanfaatan SDA Perikanan.
Selanjutnya, Zaini juga menyampaikan jika pelaku usaha tidak mematuhi peraturan yang telah dibuat, maka akan ada sanksi yang diberikan, yaitu membayar tagihan atas kekurangan bayar atas pelaporan mandiri yang tidak akurat, membayar denda administrasi, pengurangan alokasi usaha, pembekuan atau pencabutan perizinan, perizinan tidak dapat diperpanjang, dan sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.