close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Benih bening lobster. Foto Antara/Ardiansyah
icon caption
Benih bening lobster. Foto Antara/Ardiansyah
Bisnis
Kamis, 26 November 2020 17:38

KKP hentikan sementara SPWP ekspor benih bening lobster

Keputusan tertuang dalam SE 22891/2020 yang diteken Plt. Dirjen Perikanan Tangkap, M. Zaini, hari ini.
swipe

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menghentikan sementara penerbitan Surat Penetapan Waktu Pengeluaran (SPWP) ekspor benih bening lobster (BBL) per Kamis (26/11). Kebijakan berlaku hingga waktu yang belum ditentukan. 

Keputusan penghentian sementara penerbitan SPWP berdasarkan Surat Edaran (SE) Nomor B. 22891/DJPT/PI.130/XI/2020 yang ditandatangani Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, Muhammad Zaini, 26 November 2020.

"Surat Edaran di keluarkan hari ini dan berlaku hingga batas waktu yang belum ditentukan," jelas Sekretaris Jenderal KKP, Antam Novambar, dalam keterangan tertulis, beberapa saat lalu.

Dalam SE tertulis, penghentian guna memperbaiki tata kelola pengelolaan benih bening lobster sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Juga dalam rangka mempertimbangkan proses revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PP PNBP) di lingkup KKP.

Atas keputusan ini, KKP memberi kesempatan bagi perusahaan eksportir yang memiliki BBL di rumah pengemasan (packing house) untuk segara mengeluarkan komoditas tersebut dari Indonesia. Selambat lambatnya satu hari setelah SE terbit.

SE 22891/2020 tentang penghentian sementara SPWP ekspor benih bening lobster. Dokumentasi KKP

Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif, Edhy Prabowo, diketahui tersandung kasus dugaan suap perizinan ekspor benur. Dia bersama enam orang lainnya telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Staf Khusus Menteri KP, Safri (SAF); pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi (SWD); staf istri Menteri KP, Ainul Faqih (AF); pihak swasta Amiril Mukminin (AM); Direktur PT Dua Putra Perkasa, Suharjito (SJT); dan Staf Khusus Menteri KP, Andreau Pribadi Misanta (APM).

Kasus terbongkar saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di sejumlah lokasi, Rabu (25/11) dini hari. Giat klandestin tersebut dilakukan setelah mendapatkan informasi tentang adanya praktik lancung.

Dalam rekonstruksi perkara, Edhy menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 53/KEP Men-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada 14 Mei 2020, di mana Andreau jabat ketua pelaksananya. Tim tersebut salah satunya bertugas memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan calon eksportir benur atau benih lobster.

Awal Oktober 2020, Suharjito datang ke KKP untuk bertemu Safri. Dalam sua itu, diketahui ekspor benih lobster hanya melalui PT ACK.

"Dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan AM dengan APM dan SWD," jelas Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, Rabu malam.

Atas kegiatan ekspor benur tersebut, PT Dua Putra Perkasa diduga mentransfer uang ke rekening PT ACK senilai Rp731.573.564. Selanjutnya atas perintah Edhy melalui Tim Uji Tuntas, PT Dua Putra Perkasa memperoleh penetapan kegiatan ekspor.

"Dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK," ucapnya.

Berdasarkan data kepemilikan, PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy serta Yudi Surya Atmaja (YSA).

"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing Rp9,8 miliar," ungkap Nawawi.

Babak berikutnya, 5 November, diterka terdapat transfer dari rekening Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul sebesar Rp3,4 miliar. Duit itu diduga diperuntukkan Edhy, Iis, Safri, dan Andreau.

"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu, Amerika Serikat, di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta. Di antaranya berapa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," ujarnya.

Edhy juga diduga menerima sejumlah uang sebesar US$100.000 dari Suharjito melalui Safri dan Amiril sekitar Mei 2020. Di sisi lain, Safri dan Andreau menerima uang total Rp436 juta dari Ainul pada Agustus 2020.

Sebagai pihak penerima, Edhy, Safri, Andreau, Siswadi, Ainul, dan Amiril, disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sebagai pemberi, Suharjito, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan