Koalisi Masyarakat untuk Keadilan Ekonomi mendesak pemerintah tidak meneken Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) pada Minggu (15/11). Pangkalnya, perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dengan lima mitranya itu akan memperparah krisis multidimensi yang tengah dihadapi.
Perwakilan Koalisi sekaligus Koordinator Program Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Arie Kurniawati, menyatakan, klaim Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto, tentang RCEP bakal mendongkrak UMKM pun tidak berdasar. Alasannya, usaha kecil yang dikelola perempuan mengalami kesulitan untuk bangkit akibat pandemi Covid-19.
Tantangan akan semakin berat saat akses pasar terbuka lebar mengingat pelaku UMKM memiliki keterbatasan, tetapi bersaing dengan industri dengan sumber daya melimpah. Karenanya, peluang dan manfaat RCEP diragukan.
"Peluang apa yang bisa dimanfaatkan dari RCEP juga tidak diketahui pasti karena teks yang dinegosiasikan tidak pernah disampaikan kepada publik, apalagi dikonsultasikan. Ini betul-betul klaim sepihak," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (14/11).
Dirinya menerangkan, banyak perempuan pelaku usaha pangan olahan berskala kecil. lantaran lekat dengan peran gender. Berdasarkan data Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), kontribusi UMKM yang dikelola perempuan terhadap produk domesti bruto (PDB) "Tanah Air" mencapai 9%. Sayangnya, peran tersebut tidak diakui. Perempuan tidak pernah diperhitungkan dalam berbagai situasi spesifik, termasuk negosiasi perjanjian perdagangan macam RCEP.
Menurut Arie, hilangnya ruang kebijakan dan fiskal akibat perjanjian perdagangan bebas tidak lepas dari kondisi Indonesia yang terbuka lebar untuk liberalisasi perdagangan dan investasi. Ini tecermin dari pengesahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker), di mana perlindungan HAM tenaga kerja dan lingkungan hidup dipersempit. "Ini tentu akan memperparah perebutan hak-hak rakyat dan juga ekonomi nasional yang sudah terpukul akibat pandemi berkepanjangan."
Hingga kini, jelasnya, teks perjanjian RCEP belum dibuka kepada publik bahkan parlemen. Padahal, penandatangannya berdampak panjang terhadap publik.