close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Kantor Pusat PT Pertamina (Persero) di Jakarta, Mei 2021. Google Maps/mufti mr
icon caption
Kantor Pusat PT Pertamina (Persero) di Jakarta, Mei 2021. Google Maps/mufti mr
Bisnis
Jumat, 17 Februari 2023 08:27

Koalisi rakyat tegas tolak PT Pertamina Geothermal Energy lakukan IPO

Koalisi memberikan belasan alasan kuat penolakan IPO Pertamina Geothermal Energy.
swipe

Koalisi rakyat yang terdiri dari sekitar 14 orang berbagai elemen masyarakat, menyatakan penolakan terhadap rencana privatisasi PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) dan anak-anak usaha Pertamina lainnya. Rencana privatisasi tersebut diketahui akan dilakukan melalui skema penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) anak-anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), terutama Pertamina dan PLN.

Sebelumnya, pada 20 Januari 2020, Menteri BUMN, Erick Thohir juga telah menyatakan secara terbuka rencana IPO anak usaha BUMN tersebut. Sampai saat ini ini, proses IPO yang dimotori oleh Kementerian BUMN telah memasuki tahap akhir, dengan melibatkan Otoritas Jasa KEuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI).

Sebagai informasi, saham PT PGE 100% dimiliki oleh Pertamina. Perusahaan ini bergerak di bidang penyelenggara usaha bidang panas bumi penghasil tenaga listrik yang seluruh hasil dayanya dijual ke PLN. Namun, Kementerian BUMN berencana menjual 25% saham PGE dengan tujuan untuk memperoleh dan murah, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, serta berbagai alasan lain.

“Terlepas apapun alasan Pemerintah, yang pada dasarnya dapat dibuktikan merupakan alasan-alasan absurd, mengada-ada dan mengkhianati UUD 1945, kami dengan ini menyatakan penolakan atas rencana privatisasi PGE,” kata koalisi rakyat dalam keterangan resminya, Jumat (17/2).

Adapun yang menjadi alasan penolakan koalisi rakyat, pertama, dinilai telah melanggar Pasal 33 UUD 1945 yang mengamanatkan agar bumi, air, dan kekayaan alam di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Kedua, rencana IPO juga dianggap melanggar Pasal 3 buti (a) dan Pasal 4 ayat (1) UU Panas Bumi No.21/2014 yang mengatur agar eksploitasi panas bumi diselenggarakan untuk menunjang ketahanan dan kemandirian energi, serta bermanfaat bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Ketiga, melanggar Pasal 77 huruf c dan d UU No. 19/2003 Tentang BUMN, yang mengatur bahwa BUMN pengelola sumber daya alam (SDA) dan mendapat penugasan khusus dari pemerintah tidak dapat dilakukan privatisasi.

“Oleh karena PT. Pertamina (Persero) merupakan BUMN yg tidak boleh diprivatisasi, maka secara otomatis seluruh anak-anak perusahaan Pertamina yang sahamnya dimiliki oleh Pertamina juga tidak diperbolehkan untuk melakukan IPO. Sebab dengan dilakukannya IPO maka aset Pertamina yang dikelola oleh anak perusahaan akan juga dimiliki oleh pihak swasta,” ujar koalisi rakyat.

Kelima adalah melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, karena SDA panas bumi dan pemilik manfaatnya melalui PGE adalah Pemerintah Republik Indonesia. Menurut koalisi rakyat, kementerian BUMN telah merekayasa pemilikan kekayaan negara tersebut melalui manipulasi pembentukan anak atau cucu BUMN, sehingga aset negara dengan mudah dimiliki swasta.

Keenam, diduga mengurangi penerimaan negara atau APBN dan keuntungan BUMN, karena dilakukannya proses unbundling, yaitu memisah-misahkan rantai bisnis Pertamina menjadi sejumlah anak-anak usaha atau sub-holding. Subholding yang merugi akan menjadi beban negara atau rakyat. Sedangkan, subholding yang paling menguntungkan (creme dela creme) akan dijual kepada swasta dan asing, termasuk perusahaan oligarkis.

“Akhirnya merekalah yang akan menikmati manfaat terbesar dari SDA milik rakyat tersebut,” ujarnya.

Ketujuh, dianggap meningkatnya beban hidup rakyat akibat naiknya tarif energi sebagai dampak negatif  proses unbundling pelayanan public utilities. Menurut koalisi rakyat, teori ekonomi atau bisnis telah mengonfirmasi dampak negatif proses unbundling rantai bisnis energi ini.

Delapan, karena turunnya pendapatan, tentu akan mengurangi kemampuan BUMN atau Pertamina melakukan cross-subsidy, menjalankan tugas perintisan, membangun serta menyediakan jasa dan pelayanan kepada masyarakat tidak mampu serta wilayah terpencil, tertinggal dan terluar (3T). Hal ini yang membuat koalisi rakyat menilai, jelas akan meningkatkan kesenjangan pendapatan kaya miskin dan kesejahteraan antar wilayah.

Sembilan, dianggap menyediakan jalan bagi para pemilik modal, investor asing, para pengusaha oligarkis dan negara kapitalis untuk mengisap sumber-sumber kekayaan negara dan ekonomi rakyat.

“Bukannya menangkal, Pemerintah Indonesia malah aktif mendukung agenda pengisapan potensi penerimaan APBN dan pemiskinan rakyat dimana sejumlah oknum pejabat yang tergabung oligarki kekuasaan ikut pula berburu saham dan rente dalam proses privatisasi,” tutur koalisi rakyat.

Lebih lanjut, koalisi rakyat juga menilai pernyataan Menteri BUMN bahwa IPO subholding BUMN bertujuan mencari dana murah, adalah manipulasi informasi tendensius. 

Erick dianggap telah membohongi rakyat. Faktanya Pertamina telah memperoleh kredit bunga rendah tanpa IPO. Sejak 2011 hingga awal 2021 total obligasi Pertamina sekitar US$ 14 miliar dengan tingkat bunga (kupon) 1,4% - 6,5% (weighted average: sekitar 4,60%). Nilai kupon tersebut ternyata lebih rendah dibanding kupon PGN yang telah IPO, yakni 5,125% (US$ 1,35 miliar, 5/2014).

Selain itu, karena saham negara di Pertamina atau PGE masih 100%, jaminan pemerintah terhadap Pertamina otomatis melekat. Sehingga, tanpa IPO, PGE justru dapat mengakses dana lebih murah. Bahkan, BUMN sering memperoleh hibah atau pijaman bunga 0%, hal yang tidak akan diperoleh oleh BUMN yang sudah go public.

Kemudian, koalisi rakyat menyampaikan sebagian besar penyebab masalah kinerja good corporate government (GCG) BUMN justru berasal dari pemerintah, seperti penempatan tim sukses, mengangkat teman sesama anggota oligarki menjadi pengurus BUMN, menunggak beban subsidi, menjadikan BUMN sebagai sapi perah, dan lainnya, serta berdalih bila cara terbaik memperbaiki GCG BUMN adalah dengan mengubah statusnya menjadi non-listed public company (NLPC).

Selanjutnya, koalisi rakyat menyampaikan, sebagai perusahaan milik negara, Pertamina beserta afiliasinya memiliki aset-aset yang dikelola sesuai aturan. Pada tata kelola tersebut, hak pengawasan bukan hanya oleh pemerintah, tetapi juga oleh DPR sebagai wakil rakyat. DPR harus menggunakan hak pengaturan dan pengawasan dalam proses privatisasi PGE demi UUD 1945, ketahanan energi, kedaulatan negara dan tersedianya energi murah bagi kesejahteraan rakyat.

 “Akhirnya, kami menuntut agar Pemerintah Indonesia terutama Presiden Jokowi dan juga DPR RI untuk segera membatalkan rencana privatisasi PGE dan juga anak-anak usaha Pertamina yang lain, seperti Pertamina Hulu Energy (PHE), Pertamina International Shipping (PIS), dan seluruh afiliasi Pertamina grup lainnya melalui proses IPO maupun modus penjualan saham lainnya,” tutur mereka. 

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Ayu mumpuni
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan