Wakil Ketua Komisi IX DPR, Kurniasih Mufidayati, menyoroti perlakuan oknum petugas Bea Cukai di Tanah Air terhadap pekerja migran Indonesia (PMI) yang kembali. Pangkalnya, barang bawaan para "pahlawan devisa" itu kerap dibongkar dan diacak-acak.
PMI yang geram dengan tindakan pegawai Bea Cukai tersebut pun buka suara dan melontarkan kritik melalui media sosial. Tragedi serupa ternyata diungkapkan ketika mereka, terutama yang bekerja di Hong Kong, mencurahkan isi hatinya (curhat) kepada Kurniasih.
"Aspirasi yang sama disuarakan teman-teman PMI Hong Kong saat kami mendengar langsung aspirasi mereka belum lama ini. Masalah ini kembali ramai seiring viralnya beberapa kejadian di Bea Cukai bandara yang akhirnya berujung permintaan maaf," tuturnya dalam keterangannya, Senin (10/4).
Kurniasih pun meminta Bea Cukai memperbaiki layanannya tidak hanya saat kasus tersebut viral. Namun, dengan menyusun standar baku yang tidak merugikan pihak lain.
Selain itu, sambung politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, Bea Cukai harus menyosialisasikan dan menjelaskan secara gamblang prosedur operasi standar (SOP) saat memeriksa barang bawaan penumpang. Lalu, bekerja berdasarkan pedoman tersebut agar tak terkesan terjadi diskriminasi.
"Sosialisasi aturannya sudah dilaksanakan secara masif belum sehingga teman-teman yang tidak paham aturan tidak merasa diakali atau dibebani pembayaran berlebih? Karena ada yang menelepon langsung dan harus bayar sekian jika barangnya ingin keluar. Itu yang dicurhatkan teman-teman PMI," ungkapnya.
Kurniasih mendorong demikian lantaran berbagai pengalaman pahit yang dialami para PMI ini akan mencoreng nama baik Bea Cukai. Padahal, kepabaenan Indonesia mulai menjadi model pembelajaran bagi negara berkembang lain.
"Teman-teman PMI ini harus disambut 'karpet merah' karena remitansi mereka untuk devisa Indonesia adalah terbesar kedua setelah sektor migas. Tapi, fakta di lapangan, profesi PMI masih menjadi profesi yang dipandang 'sebelah mata'," paparnya. "Ini harus direformasi."