close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sejumlah pengunjung berbelanja ikan bandeng yang dijual di pasar murah yang digelar di Palu, Sulawesi Tengah/AntaraFoto
icon caption
Sejumlah pengunjung berbelanja ikan bandeng yang dijual di pasar murah yang digelar di Palu, Sulawesi Tengah/AntaraFoto
Bisnis
Rabu, 11 April 2018 10:44

Komoditas sandang dorong peningkatan penjualan eceran

Perbaikan kinerja penjualan ritel terutama didorong oleh penjualan kelompok barang lainnya yang tumbuh sebesar 0,9%
swipe

Bank Indonesia mengumumkan terjadi peningkatan dari hasil Survei Penjualan Eceran pada Februari 2018. Secara bulanan, penjualan eceran pada Februari 2018 mengalami kontraksi sebesar -1,7% (mtm). Namun lebih baik daripada bulan sebelumnya (-7,3%).

Perbaikan kinerja penjualan ritel terutama didorong oleh penjualan kelompok barang lainnya yang tumbuh sebesar 0,9% (mtm), naik dari -4,3% (mtm) pada bulan sebelumnya, terutama sub kelompok komoditas sandang. 

Sementara itu, secara tahunan (yoy), penjualan eceran pada Februari 2018 tercatat tumbuh sebesar 1,5% (yoy), meningkat dari -1,8% (yoy) pada Januari 2018.

"Peningkatan penjualan eceran paling tinggi terjadi pada kelompok barang lainnya sebesar 16,2% (yoy). Terutama subkelompok komoditas sandang yang tumbuh 10,2% (yoy), meningkat dari 5,0% (yoy) pada Januari 2018," sebut Survei Bank Indonesia tersebut. 

Peningkatan kinerja eceran dari hasil survei BI diperkirakan terus berlanjut pada Maret 2018. Baik secara bulanan maupun tahunan. Secara bulanan, IPR Maret 2018 tercatat sebesar 207,5 atau tumbuh sebesar 3,7%, meningkat dari -1,7% pada bulan sebelumnya.

Peningkatan penjualan eceran pada Maret 2018 terutama terjadi pada kelompok komoditas barang lainnya yang tumbuh 6,6% (mtm), terutama subkelompok sandang. 

"Pertumbuhan penjualan paling tinggi selanjutnya terjadi pada komoditas bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 6,0% (mtm), dan perlengkapan rumah tangga lainnya sebesar 5,3% (mtm)," seperti dikutip pada survei BI.

Secara regional, perbaikan kinerja penjualan eceran secara mtm pada Februari 2018 terutama terjadi di wilayah Surabaya (tumbuh 7,5% mtm). Sementara secara tahunan (yoy), penjualan eceran tumbuh paling tinggi di Banjarmasin (33,4% yoy) dan Surabaya (33% yoy). 

Secara keseluruhan, survei BI mengatakan bahwa, peningkatan penjualan pada Februari 2018. Sejalan dengan adanya indikasi perbaikan daya beli masyarakat setelah normalisasi pada Januari 2018. 

Tekanan kenaikan harga pada tiga bulan mendatang (Mei 2018) diperkirakan lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 164. Lebih tingi dari 155,1 pada bulan sebelumnya. Tekanan harga diperkirakan menurun pada Agustus 2018 sebesar 149,2 lebih rendah dari 161,5 pada bulan sebelumnya.

Menanggapi data itu, Peneliti INDEF Bhima Yudhistira mengatakan, IPR yang naik pada Februari belum mencerminkan kenaikan daya beli masyarakat. 

"Misalnya penjualan pakaian jadi yang naik lebih disebabkan karena maraknya diskon, promosi sepanjang bulan Februari. Hal ini terlihat di kenaikan Indeks Penjualan Riil perkotaan yang tidak merata," terang Bhima kepada Alinea.id melalui pesan singkatnya.

Kawasan Jakarta, Surabaya dan Semarang mencatatkan kenaikan IPR yang cukup tinggi yakni 24,1%, 33% dan 10% (year-on-year). Sementara daerah lain seperti Bandung, Manado, dan Denpasar negatif.

Dari sisi lain, indeks penjualan makanan, minuman dan tembakau secara bulanan masih tumbuh -0,8% dan secara tahunan 4,9%. 

"Inflasi makanan masih cukup tinggi. Masyarakat menahan belanja untuk mempersiapkan kebutuhan Ramadhan Mei-Juni berpengaruh terhadap rendahnya konsumsi rumah tangga," imbuh Bhima.‎

Selain pakaian, penyumbang kenaikan IPR lainnya adalah suku cadang kendaraan bermotor yang tumbuh 9,5%. Hal ini sebagai sinyal permintaan kendaraan bermotor mulai naik, untuk persiapan mudik lebaran juga sesuai faktor musiman.

Pada April-Juni IPR, akan terus meningkat karena ada faktor Ramadhan. Tetapi jika dibandingkan dengan IKK (Indeks Keyakinan Konsumen) Maret, turun menjadi 121,6, dibandingkan bulan sebelumnya di level 122,5. Besar kemungkinan daya beli masyarakat masih dalam tahap pemulihan. 

Faktor kenaikkan harga BBM non subsidi membuat pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable) masyarakat menurun khususnya kelas menengah di perkotaan.

img
Cantika Adinda Putri Noveria
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan