close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anthoni Salim, pemilik PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF), merupakan orang terkaya ke-4 di Indonesia. Pria berusia 69 tahun itu memiliki kekayaan senilai US$6,9 miliar setara Rp96 triliun (kurs Rp14.000 per dollar AS). / Indofood
icon caption
Anthoni Salim, pemilik PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF), merupakan orang terkaya ke-4 di Indonesia. Pria berusia 69 tahun itu memiliki kekayaan senilai US$6,9 miliar setara Rp96 triliun (kurs Rp14.000 per dollar AS). / Indofood
Bisnis
Jumat, 01 Juni 2018 21:35

Konglomerat pemilik Indomie siapkan uang Rp9,1 triliun

Konglomerat terkaya ke-4 di Indonesia versi majalah Forbes, Anthoni Salim, menyiapkan dana Rp9,1 triliun.
swipe

Konglomerat terkaya ke-4 di Indonesia versi majalah Forbes, Anthoni Salim, menyiapkan dana Rp9,1 triliun untuk ekspansi bisnis Indofood Group.

Anthoni Salim, pemilik PT Indofood Sukses Makmur Tbk. (INDF), merupakan orang terkaya ke-4 di Indonesia. Pria berusia 69 tahun itu memiliki kekayaan senilai US$6,9 miliar setara Rp96 triliun (kurs Rp14.000 per dollar AS).

Dia yang menjabat sebagai Direktur Utama Indofood Group, menyebutkan perseroan menyiapkan anggaran belanja modal (capital expenditure/Capex) senilai Rp9,1 triliun untuk ekspansi bisnis.

Emiten bersandi saham INDF tersebut akan menambah kapasitas pada empat lini usahanya, yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Bogasari, agribisnis, dan distribusi.

Penambahan kapasitas merupakan bagian dari strategi Indofood untuk mencapai pertumbuhan penjualan 2%-5% pada 2018 menjadi sekitar Rp71,59 triliun-Rp73,5 triliun. 

Anthoni Salim menuturkan, perseroan akan menambah 100% kapasitas pabrik kemasan pada anak usahanya, PT Cipta Kemas Abadi (CKA), pabrik bumbu di Palembang, pabrik pemurnian minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) untuk PT Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP), dan pabrik produk dairy dengan kapasitas 1.000 - 1.500 ton.

"Kami akan menggunakan dana kas internal dan pinjaman bank untuk membiayai belanja modal tersebut," ujar Anthoni dalam konferensi pers usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di Indofood Tower, Jakarta, Kamis (31/5).

Selain itu, sepanjang tahun 2017 perseroan menambah empat lini produksi untuk pabrik mi di Cirebon. "Salim Ivomas juga sudah menyelesaikan pembangunan 2 pabrik di Sumatra Selatan dan Kalimantan," ujar Direktur Indofood, Taufik Wiraatmadja.

Perseroan menilai pertumbuhan bisnis barang-barang konsumsi tahun ini masih cukup menantang. Namun, perseroan akan menyiasatinya dengan efisiensi dan inovasi produk.

Terkait daya beli masyarakat, Indofood tidak terlalu khawatir lantaran banyak produknya yang terjangkau oleh masyarakat. Oleh karena itu, perseroan tidak berencana menaikkan harga jual produk-produknya tahun ini.

"Produk kami masih dengan harga yang sama walaupun adanya pelamahan rupiah ataupun kenaikan suku bunga, harga masih di kisaran Rp1.000 - Rp3.000," ungkap Anthoni.

PT Indofood Sukses Makmur Tbk, (INDF) pada tahun 2017 meraup laba bersih sebesar Rp4,17 triliun atau naik tipis 0,6% dari tahun sebelumnya. / Foto: Eka Setiyaningsih/Alinea.id

Pelemahan Rupiah

Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat juga menjadi salah satu perhatian Indofood. Perseroan sudah melakukan persiapan guna menghadapi pelemahan nilai tukar rupiah tersebut.

Diketahui, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS sempat terdepresiasi 4,35% ke level Rp14.000 per dollar AS.

Saat ini, Indofood telah menerapkan lindung nilai (natural hedging) lantaran perseroan memiliki pendapatan dalam dollar AS dari ekspor produk-produk konsusi maupun CPO ke berbagai negara. Oleh karena itu, perseroan belum perlu menerapkan hedging sesuai ketentuan Bank Indonesia (BI).

"Biaya impor bahan baku masih bisa ditutup dengan pendapatan yang diterima perusahaan dari ekspor," jelas Anthoni.

Hingga saat ini, kontribusi ekspor mencapai 8% dari total penjualan perseroan. Produk Indofood yang diekspor terdiri dari produk jadi maupun produk setengah jadi. 

"Tahun ini, perseroan menargetkan kontribusi ekspor bisa meningkat menjadi 10%-12% dari total penjualan perseroan," imbuh Anthoni.

Adapun, perseroan merespons dampak kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Menurut Anthoni, ada tiga komponen yang harus diperhatikan.

"Jadi tergantung nilai tukar, suku bunga dan inflasi (daya beli). Itu jadi satu kesatuan," ungkap Anthoni.

Anthoni menjelaskan, apabila hanya melihat dari sisi kenaikan suku bunga acuan, dampaknya hanya sebagai biaya beban. Tapi kalau nilai tukar dampaknya bisa berpengaruh terhadap pendapatan.

Kemudian, Anthoni berharap kebijakan bank sentral adalah mendorong suku bunga bisa turun, ekspansi besar dan nilai tukar stabil.

img
Eka Setiyaningsih
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan