close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.
Bisnis
Jumat, 12 November 2021 13:56

KPPOD sebutkan faktor yang masih menghambat perizinan berusaha

. Salah satunya adalah belum adanya peraturan daerah (perda) sebagai turunan dari UU Cipta Kerja.
swipe

Perizinan berusaha di masa pandemi ini didukung dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja beserta peraturan turunan yang mendukung kemudahan berusaha. UU Cipta Kerja ini juga mendukung pelayanan perizinan berbasis digital melalui Online Single Submission Risk Based Approach (OSS RBA). Di mana sistem OSS RBA ini memungkinkan para pelaku usaha tidak perlu mengunjungi DPMPTSP setempat atau kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). 

Selain itu, juga dukung dengan Keputusan Kepala BPKM Nomor 86 Tahun 2020 tentang Pemberian Kemudahan Perizinan Berusaha bagi Bidang Usaha Tertentu Terkait Penanganan Wabah Covid-19, khususnya pada para pelaku usaha alat kesehatan.

Namun, ada beberapa faktor yang masih menghambat pelayanan perizinan berusaha ini. Salah satunya adalah belum adanya peraturan daerah (perda) sebagai turunan dari UU Cipta Kerja.

“Yang menjadi sorotan kami, yang menjadi faktor penghambat perizinan berusaha adalah terkait perda yang belum ada di daerah. Meskipun sudah ada UU Cipta Kerja, tetapi nyatanya di daerah-daearah ini belum ada peraturan daerah turunan. Nah, implikasi dari belum adanya perda yang siap didaerah ini akhirnya pemda masih menggunakan regulasi yang lama. Yang akhirnya bertolak belakang dengan apa yang digaungkan dalam UU Cipta Kerja,” kata anggota Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Bidang Pengembangan Bisnis dan Analis Kebijakan, Nathania Riris Michico Tambunan, pada Webinar Tata Kelola Ekonomi Daerah Pasca Pandemi, Jum’at (12/11).

Selain terkait perda, ia juga mengungkapkan kapasitas sumber daya manusia dalam melakukan adaptasi ini masih minim. Kemudian proses beradaptasi daerah juga tidak seragam, serta kesiapan infrastruktur digital di daerah yang tidak merata.

“Kalau secara khusus kita bicara soal pademi dan tata kelola, kata kunci yang ada adalah bagaimana pemerintah pusat maupun daerah mampu melakukan penyesuaian. Penyesuaian terhadap challenge yang saat itu atau saat ini ada, yaitu pandemi. Jadi, kerja birokrasi akan disesuaikan dengan kondisi pandemi agar pelayanan publik tetap dilakukan dengan optimal dan berintegrasi,” ungkap Direktor Eksekutif Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) Agung Pambudhi.

Apindo sendiri telah melakukan sebuah studi yang dilakukan satu tahun lalu. Stud dilakukan di pertengahan pandemi untuk melakukan assessment, mencari tahu bagaimana pendapat dunia usaha tentang faktor-faktor yang menjadi pertimbangan investasi asing berpindah ke Indonesia.

Hasinyal yaitu perlu adanya konsistensi regulasi dan kepastian hukum, ekosistem ketenagakerjaan, ekosistem perpajakan, kebijakan dan ekosistem perdagangan internasiaonal, serta kondisi sosial politik.

Untuk melakukan upaya peningkatan capaian ekonomi yang kuat pascakrisis pandemi, Agung Pambudhi menjelaskan tiga prioritas pendukung, yaitu membangun jalan ekonomi baru dengan mendorong peningkatan daya saing melalui digital, inovasi, dan kewirausahaan, serta memanfaatkan peluang ekonomi baru.

Kemudian, membangun dan memperkuat kapabilitas ekonomi dengan meningkatkan kualitas SDM, produktifitas bisnis, dan kualitas kelembagaan sektor publik. Serta yang terakhir adalah membangun ketahanan ekonomi baik sektor rill maupun keuangan dan mengambil peluang untuk reformasi kebijakan yang sudah lama terbengkalai melalui momentum “Bad times, good policies'.

“APINDO atau dunia usaha dan bahkan Kadin (Kamar Dagang Indonesia) juga. Kami ada semacam upaya setiap lima tahun dan selalu kami perbaiki membuat semacam roadmap perekonomian yang intinya untuk mengantisipasi berdasar skenario planning yang kita pikirkan untuk masa depan,” terang dia.

Roadmap yang dicanangkan, yaitu mempercepat transformasi dan memperluas jaringan infrastruktur digital, meningkatkan layanan internet murah, mempercepat dan memperluas literasi digital, jaringan fintech yang inklusif terutama untuk membantu perusahaan rintihan dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), mengoptimalkan penggunaan Big Data dan Artificial Intelligence (AI), serta penguatan konektivitas antar wilayah untuk mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing nasional di era digital.

img
Siti Nurjanah
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan