Biang kerok mahalnya tiket pesawat diduga akibat adanya kartel antara dua grup maskapai penerbangan Garuda Indonesia dan Lion Air.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menemukan indikasi permainan kartel dalam industri penerbangan di Tanah Air. Komisioner KPPU Guntur Saragih mengatakan, dugaan kartel tersebut dimainkan oleh dua grup besar maskapai PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Lion Mentari Airlines.
“Di KPPU dugaan kartelnya antara Lion Air Group dan Garuda Indonesia Group. Sriwijayanya dikendalikan oleh Garuda dengan cara merangkap jabatan dan KSO (Kerja Sama Operasi),” katanya dalam keterangan pers, Senin (1/7).
Seperti diketahui Sriwijaya Air membangun KSO dengan anak perusahaan Garuda Indonesia, PT Citilink Indonesia di mana dalam dua perusahaan itu Direktur Utama Garuda I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra merangkap sebagai komisaris utama.
Guntur mengatakan pihaknya terus melakukan penyelidikan untuk kasus tersebut. Pasalnya, katanya, kasus ini merupakan sebuah rangkaian yang melibatkan bayak hal.
“Kartel ini tidak akan efektif kalau Sriwijaya dan Airasia eksis dan tidak ikut (dalam pusaran) kartel,” ujarnya.
Dia beralasan, jika dua pemain besar Lion Air dan Garuda Indonesia menaikan harga tiketnya, konsumen masih memiliki alternatif lainnya untuk dipilih, yakni Sriwijaya Air atau Airasia. Hanya saja, dengan dikendalikannya Sriwijaya oleh Garuda Indonesia Group hal itu tak dapat dilakukan.
Lebih lagi, katanya, Airasia diduga sengaja diboikot oleh sejumlah agen travel di Indonesia sehingga tidak dapat menjual tiket secara leluasa.
“Namun Sriwijayanya dikendalikan dan dugaan kami juga Airasia diboikot. Jadi sempurna kartelnya,” terang Guntur.
Akhirnya lanjut Guntur, dengan kondisi yang demikian konsumen tidak lagi memiliki pilihan selain beralih ke transportasi darat atau kapal laut.
Saat ini KPPU tengah melakukan sejumlah penyelidikan untuk menguatkan lebih lanjut hasil temuannya. Sejumlah pihak telah dipanggil, mulai dari Dirut Garuda, pihak travel agent Traveloka, dan juga tengah dijadwalkan untuk dilakukan pemanggilan terhadap Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo.
“Kami masih terus melakukan penyelidikan, kami sudah panggil juga Traveloka semoga dalam waktu dekat dapat ditemukan hasilnya,” ujar Guntur.
Sumbang inflasi
Sementara itu, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan tarif angkutan udara tidak lagi menjadi salah satu penyebab inflasi karena pada periode Juni 2019 menjadi salah satu komponen penyumbang deflasi.
"Tarif angkutan udara sudah mulai turun dan memberikan sumbangan deflasi 0,04%," kata Suhariyanto di Jakarta.
Suhariyanto mengatakan turunnya tarif angkutan udara di 32 kota tersebut merupakan dampak dari kebijakan penurunan tarif batas atas yang diputuskan pemerintah sejak pertengahan Mei.
"Di Makassar, tarif pesawat turun 12% dibandingkan bulan sebelumnya, di Batam juga turun 11%," ujarnya.
Ia mengharapkan tarif pesawat kembali normal karena tingginya harga tiket ini sudah menjadi penyebab turunnya jumlah penumpang udara domestik sejak awal tahun.
Sebelumnya, kenaikan tarif angkutan udara yang terjadi sejak November 2018, selalu menjadi penyumbang inflasi nasional selama enam bulan berturut-turut.
Hal ini merupakan anomali, karena periode awal tahun bukan merupakan musim liburan, yang biasanya terjadi kenaikan harga tiket pesawat akibat tingginya permintaan.
Pemerintah sudah menerapkan berbagai upaya untuk menurunkan tiket pesawat, salah satunya adalah dengan menurunkan tarif batas atas pada pertengahan Mei 2019.
Upaya lainnya adalah memfinalisasi kebijakan untuk pemberlakuan penurunan harga tiket penerbangan murah atau LCC (Low Cost Carrier) domestik untuk jadwal penerbangan tertentu.
Selain itu, memperkuat komitmen pemangku kepentingan dalam industri angkutan udara, seperti maskapai, pengelola bandara dan penyedia bahan bakar, untuk menurunkan biaya operasional.
Kemudian, menyiapkan kebijakan pemberian insentif fiskal untuk membantu efisiensi biaya dan mengurangi beban di maskapai. (Ant).