close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi. Foto Pixabay.
Bisnis
Senin, 22 Maret 2021 19:22

KPPU minta Erick Thohir cabut aturan rangkap jabatan bos BUMN

Rangkap jabatan disebut mengancam timbulnya persaingan usaha tidak sehat.
swipe

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mencermati aturan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memperkenankan adanya jabatan rangkap antar dewan komisaris atau dewan pengawas BUMN dengan dewan komisaris perusahaan selain BUMN. 

Anggota KPPU, Ukay Karyadi mengatakan pihaknya masih terus mendalami aturan tersebut bahkan hingga proses penegakan hukum, jika ditemukan adanya indikasi persaingan usaha tidak sehat sebagai akibat jabatan rangkap tersebut.

"Guna untuk mencegah potensi persaingan usaha tidak sehat, KPPU telah menyampaikan surat saran dan pertimbangan kepada Kementerian BUMN yang pada intinya menyarankan agar mencabut ketentuan itu," katanya dalam keterangan tertulis, Senin (22/3).

KPPU juga menyarankan agar Kementerian BUMN memastikan personel yang menjadi direksi/komisaris dalam lingkup BUMN tidak dalam posisi rangkap jabatan dengan perusahaan selain BUMN.

"Dengan demikian, dapat mengurangi potensi pelanggaran pasal 26 dan pasal lain yang terkait dalam UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," ujarnya.

Dia menjelaskan, aturan rangkap jabatan itu tertuang dalam Permen BUMN Nomor PER-10/MBU/10/2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri BUMN No. PER-02/MBU/02/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN (PermenBUMN). Khususnya, Bab V huruf A (Rangkap Jabatan) dalam lampiran Permen BUMN Nomor PER-10/MBU/10/2020. 

Peraturan tersebut ditandatangani pada 9 Oktober 2020 dan berlaku pada tanggal diundangkan, yakni 16 Oktober 2020.

Substansi rangkap jabatan antara direksi/komisaris diatur dalam pasal 26 UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU 5/1999). 

UU tersebut melarang seseorang untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris suatu perusahaan yang pada waktu bersamaan merangkap sebagai direksi atau komisaris perusahaan lain, apabila perusahaan tersebut di pasar yang sama, atau memiliki keterkaitan erat di bidang atau jenis usaha. Juga, secara bersamaan menguasai pangsa pasar tertentu yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. 

Rangkap jabatan ini, lanjutnya, dapat berpotensi melanggar persaingan usaha yang sehat di pasar dalam bentuk kemudahan perusahaan untuk terlibat dalam pengaturan pasar terkait harga, pasokan, pembagian wilayah, jumlah produksi, dan lainnya. 

"Koordinasi kesepakatan horizontal tersebut akan lebih mudah dicapai dan dijaga apabila terjadi rangkap jabatan direksi/komisaris antar perusahaan dalam pasar yang sama," ucapnya.

Selain itu, ada potensi penyalahgunaan hambatan vertikal dengan melakukan praktek eksklusivitas, tying dan bundling, serta aksi korporasi lain, yang melibatkan perusahaan di mana direksi/komisaris-nya saling rangkap jabatan. Juga, ada kemungkinan tindakan penguasaan pasar antar perusahaan yang kegiatan usahanya saling terkait, di mana direksi/komisaris perusahaan tersebut terlibat dalam rangkap jabatan. 

"Saat ini dalam proses penelitian di KPPU, ditemukan berbagai jabatan rangkap antara direksi/komisaris antar BUMN dengan perusahaan non-BUMN di berbagai sektor," ucapnya.

Berbagai jabatan rangkap yang ditemukan, yakni di sektor keuangan, asuransi, investasi (31 direksi/komisaris); pertambangan (12 direksi/komisaris); dan konstruksi (19 direksi/komisaris). Bahkan jabatan rangkap untuk satu personel di sektor tertentu, yakni pertambangan dapat mencapai 22 perusahaan. 

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan