close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto Antara.
icon caption
Ilustrasi. Foto Antara.
Bisnis
Selasa, 18 Februari 2020 11:15

Krakatau Steel ajukan bea masuk antidumping baja dari China

Bea masuk antidumping (BMAD) merupakan salah satu upaya pengendalian impor besi dan baja yang masuk ke Indonesia.
swipe

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. (KRAS) mengajukan petisi anti dumping plat baja hitam (hot rolled coil/HRC) paduan dari China ke Komite Anti Dumping Indonesia (KADI).

Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan pembuatan petisi tersebut merupakan salah satu upaya pengendalian impor besi dan baja yang masuk ke Indonesia. Khususnya yang berasal dari Negeri Tirai Bambu yang dilakukan dengan cara curang. Petisi ini juga untuk mengamankan potensi bea masuk yang seharusnya diperoleh pemerintah.

“Saat ini banyak negara eksportir melakukan ekspor produk baja dengan cara yang unfair, seperti halnya dumping. Padahal, seharusnya baja paduan sesungguhnya (special steel) memiliki harga jual yang tinggi karena hanya digunakan oleh industri-industri tertentu," kata Silmy dari keterangan tertulisnya, Senin malam (17/2).

Silmy menuturkan baja paduan dari China sebagian besar memiliki spesifikasi yang sama dengan produk HRC karbon biasa yang diproduksi oleh produsen baja dalam negeri. Bahkan, jenis baja tersebut saat ini telah mengalami oversupply.

Chairman Asosiasi Besi dan Baja Nasional (The Indonesian Iron and Steel Industry Association/IISIA) itu juga mengatakan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) penting bagi industri baja nasional. Mengingat, tarif bea masuk Most Favoured Nation (MFN) untuk produk-produk baja sebagian besar sudah diturunkan bahkan sampai 0%.

“Dengan adanya perjanjian perdagangan bebas antara Indonesia dengan negara-negara penghasil baja besar, salah satunya dengan China, telah menurunkan bea masuk MFN hingga 0%," ujar Silmy.

Adanya praktek circumvention dalam impor produk baja berupa pengalihan pos tarif baja karbon, kata Silmy, merupakan upaya curang dari eksportir. Sebab, eksportir memperoleh keuntungan terhindarnya dari tarif bea masuk dan diperolehnya export tax rebate.

Silmy melanjutkan impor produk baja paduan seperti boron steel yang juga diproduksi oleh produsen dalam negeri dan diperuntukkan bagi penggunaan komersial, telah mengganggu kinerja produsen baja nasional.

Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, Silmy menjelaskan, impor baja paduan ini terus tumbuh dari 1,4 juta ton pada tahun 2015 menjadi 3,2 juta ton pada tahun 2019. Sehingga, volume impor baja karbon terus menurun, yang disubstitusi oleh meningkatnya volume impor baja paduan secara signifikan.

“Kecenderungan setiap negara sekarang adalah proteksionisme. Mereka berupaya memproteksi industri dalam negerinya, bukan membuka bebas akses importasi," tutur Silmy.

Silmy mencontohkan, Amerika Serikat telah mulai mengenakan tarif impor untuk produk baja sebesar 25% dan aluminium sebesar 10%. AS juga merupakan negara teraktif dalam menerapkan Trade Remedies (Anti Dumping, Anti Subsidi & Safeguard).

Sementara, negara-negara lain seperti Uni Eropa dan Turki telah melakukan upaya pengamanan pasar domestiknya dengan melakukan safeguard terhadap impor baja.

Dari kondisi tersebut, Silmy menyampaikan upaya pengajuan pengenaan BMAD oleh Krakatau Steel atas produk baja impor kepada China membutuhkan dukungan penuh dari pemerintah.

“Pengajuan petisi anti dumping untuk produk HRC paduan dari China merupakan yang pertama kali dilakukan oleh industri dalam negeri. Dukungan dari pemerintah ke Krakatau Steel dan produsen HRC nasional lainnya sangat diperlukan," kata Silmy.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan