Pemerintah resmi meluncurkan penjaminan pinjaman untuk segmen korporasi non-UMKM dan non-BUMN dengan target realisasi modal kerja sejumlah Rp100 triliun hingga 2021.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, setelah program penjaminan pinjaman diberikan ke sektor UMKM dan BUMN, saat ini giliran sektor korporasi mendapatkan penjaminan. Korporasi tidak kalah penting dari UMKM dan BUMN.
Berdasarkan catatan Kementerian Tenaga Kerja, kata Airlangga, telah terjadi pemutusan hubungan kerja kepada 1,7 juta orang. "Dengan demikian, program ini menjadi sangat penting agar korporasi bisa melakukan rescheduling, bahkan bisa meningkatkan kredit modal kerja," ujar Airlangga dari Jakarta, Rabu (29/7).
Sementara itu Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan, program ini tidak hanya mendorong korporasi, tetapi juga memberi ruang bagi perbankan untuk beroperasi ke arah yang lebih normal ke depan.
"Pemerintah sudah mencoba secepatnya untuk melakukan disbursement berbagai anggaran. Ini akan memberikan kekuatan yang lebih untuk mendorong konsumsi dan permintaan di sektor riil. Sehingga pengusaha ini bisa cepat bangkit," ujar Wimboh dalam kesempatan yang sama.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ekonomi tidak mungkin bisa bangkit tanpa sektor swasta korporasi. Melihat kondisi ekonomi yang belum pulih, pengusaha menahan diri untuk tidak meminjam kredit modal kerja dan kredit modal.
"Oleh karena itu pemerintah memberikan penjaminan kredit kepada korporasi," tuturnya.
Dalam program ini, pemerintah menunjuk Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) untuk menjamin kredit modal kerja. Sementara itu, jumlah kredit yang akan dijamin berkisar dari Rp10 miliar hingga Rp1 triliun. Beberapa bank juga dilibatkan dalam program ini, yaitu BRI, Bank Mandiri, Bank DKI, HSBC, Bank BTN, UOB, BCA dan Standard Chartered.