close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Gagal bayar kupon obligasi PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT), anak usaha Duniatex Group, sebesar US$300 juta atau setara Rp2,4 triliun turut memengaruhi rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia-Indonesia Exi
icon caption
Gagal bayar kupon obligasi PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT), anak usaha Duniatex Group, sebesar US$300 juta atau setara Rp2,4 triliun turut memengaruhi rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia-Indonesia Exi
Bisnis
Minggu, 28 Juli 2019 09:10

Kredit macet Eximbank naik terimbas utang Duniatex

Setelah BNI, kreditur lainnya yakni Eximbank, terdampak kasus utang Duniatex Group.
swipe

Gagal bayar kupon obligasi PT Delta Merlin Dunia Textile (DMDT), anak usaha Duniatex Group, sebesar US$300 juta atau setara Rp2,4 triliun turut memengaruhi rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia-Indonesia Eximbank.

Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI) yang diunggah Eximbank pada Jumat malam (26/7), Corporate Secretary Eximbank Emalia Tisnamisastra mengatakan rasio NPL Eximbank yang semula sebesar 14,46% per 30 Juni 2019 meningkat menjadi 14,52% karena dampak atas gagal bayar kupon tersebut.

Emalia melanjutkan, Eximbank memberikan fasilitas pembiayaan kepada grup Duniatex melalui sindikasi maupun bilateral. 

"Pembiayaan tersebut diberikan kepada PT Delta Dunia Tekstil (DDT) sebesar Rp1,2 triliun, PT Delta Merlin Sandang Tekstil (DMST) Rp1,5 triliun, PT Delta Merlin Dunia Tekstil (DMDT) Rp54 miliar, dan PT Delta Sandang Tekstil (DDST) Rp289 miliar," kata Emalia dalam keterbukaan informasi, Jumat (26/7).

Lebih lanjut, Emalia mengatakan Eximbank akan memanggil Duniatex untuk meminta penjelasan akan kondisi yang dihadapi. Eximbank juga akan meminta komitmen debitur untuk menyelesaikan kewajiban kepada Eximbank antara lain dengan menjual aset-aset non-produktif.

Selain itu, Eximbank akan melakukan konsolidasi dengan kreditur-kreditur lain terutama bank-bank yang tergabung di Himpunan Bank Negara (Himbara), dan menunjuk konsultan independen untuk membantu Eximbank dalam menetapkan langkah-langkah penyelematan.

Untuk diketahui, selain Eximbank, beberapa bank juga turut menjadi kreditur Duniatex. Bank-bank tersebut antara lain Bank Mandiri, Bank Panin Syariah, BRI Syariah, BNI Syariah, Rabobank International, Bank National Nobu, BPD Jawa Tengah, dan Bank Muamalat.

Sementara, Eximbank akan menetapkan langkah dan bentuk restrukturisasi atas pembiayaan pada Dunitex setelah memperoleh rekomendasi dari konsultan yang telah ditunjuk, serta hasil kesepakatan dengan kreditur lainnya untuk pinjaman sindikasi.

"Adapun jaminan dari Duniatex berupa fixed asset dalam bentuk tanah, bangunan, dan mesin dengan Security Coverage Ratio (SCR) sebesar 124% untuk pinjaman bilateral dan sebesar 236% untuk pinjaman sindikasi," kata Emalia.

Akibat perang dagang

Pada 16 Juli 2019, lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor's (S&P) memangkas rating PT Delta Mandiri Dunia Textile (DMDT) dari BB- menjadi CCC-. S&P dalam rilisnya mengatakan DMDT menghadapi permsalahan likuiditas yang serius. 

Selain itu, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China juga turut memengaruhi kinerja keuangan perusahaan. 

Direktur Investa Sarana Mandiri Yohanis Hans Kwee mengatakan karena barang-barang China terkena bea masuk ke AS, China mencari pasar baru untuk mendistribusikan barang mereka, salah satunya Indonesia.

"Kekuatan demand dalam negeri terganggu akibat perang dagang. Selain itu perang dagang membuat pertumbuhan ekonomi melambat, sehingga ekspor tekstil kita agak terganggu," kata Hans.

Hans mengatakan hal ini harus dipikirkan pemerintah jika industri dalam negeri membutuhkan proteksi, sehingga Indonesia tak hanya menjadi pasar.

"Kalau kita lihat data impor tekstil China itu meningkat 12%-14% ke Indonesia setelah perang dagang. Nah ini jadi masalah, melihat bisnis pemintalan benang segala macam, demandnya terbatas, apalagi pertumbuhan ekonominya melambat," ujar Hans.

Hans pun melihat masalah gagal bayar kupon obligasi ini tak hanya mendera DMDT yang merupakan perusahaan privat. Beberapa emiten seperti PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk. (AISA), PT Ekspress Transindo Utama Tbk. (TAXI) dan PT Agung Podomoro Land Tbk. (APLN) juga tengah mengalami tekanan akibat permasalahan obligasi.

"Jadi mungkin ini seperti satu puncak gunung es, mungkin akan ada yang menyusul," kata Hans. 

Fitch ikut turunkan rating

Selain S&P, lembaga pemeringkat FitchRatings juga memangkas rating DMDT dari B- menjadi CCC- pada 24 Juli 2019. 

Fitch menjelaskan mereka melihat adanya risiko likuiditas yang meningkat dari DMDT. DMDT memiliki dana sejumlah Rp700 miliar per 30 Maret 2019 yang dipercayai Fitch tak akan bisa digunakan untuk pembayaran bunga dan amortisasi pokok pada September 2019. 

Fitch juga memperkirakan pada kuartal III-2019 DMDT hanya memiliki kas sebesar Rp400 miliar hingga Rp450 miliar.

"DMDT juga tak memiliki antisipasi berupa manajemen likuiditas atau strategi pembiayaan yang kreidibel sehubungan dengan kelompok Duniatex yang lebih luas," tulis Fitch.

Fitch melanjutkan saat ini peringkat DMDT sama dengan milik APLN yang lebih dulu diturunkan oleh Fitch pada 17 Juli 2019. Kedua perusahaan ini mendapat rating sampah dari Fitch karena dinilai memiliki risiko refinanacing jangka pendek dan risiko likuiditas.

"APLN belum mendapatkan pendanaan yang memadai untuk mengatasi pinjaman sindikasi dan obligasi dalam negeri yang jatuh tempo pada bulan Desember 2019 dan Januari 2020. Sementara DMDT mungkin menghadapi tantangan dalam menangani amortisasi pokok yang dijadwalkan pada bulan September 2019," kata Fitch.

img
Annisa Saumi
Reporter
img
Laila Ramdhini
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan