close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Unsplash
icon caption
Ilustrasi. Unsplash
Bisnis
Sabtu, 06 Agustus 2022 09:28

KSP: Inflasi terkendali dampak stabilitas harga barang

Namun demikian, berpotensi terjadi kenaikan harga energi jika harga minyak dunia masih di atas US$100 per barel.
swipe

Terjaganya inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,44% (year on year/yoy) pada kuartal II-2022 diklaim salah satunya karena kebijakan pemerintah menjaga konsumsi masyarakat melalui stabilitas harga barang. 

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Edy Priyono, menyatakan, stabilitas harga barang terjadi lantaran pemerintah meningkatkan anggaran menambah subsidi dan kompensasi energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM), gas, dan listrik bersubsidi. Imbasnya, konsumsi masyarakat tumbuh sebesar 5,51%.

Faktor berikutnya, tingginya pertumbuhan ekspor menyusul kenaikan harga komoditas dan momentum konsumsi tinggi saat puasa dan Lebaran. "Elemen-elemen itu yang menjadikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh sangat baik," ucapnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/8).

Edy mengklaim, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,44% ini membuat Indonesia berpeluang menghindari ancaman resesi. Namun demikian, masih ada potensi terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi, terutama dari aspek fiskal dan moneter.

Dari sisi moneter, menurutnya, imbas kebijakan meningkatkan giro wajib minimum sekalipun Bank Indonesia belum menaikkan suku bunga acuan. "Implikasinya, kredit dari perbankan tidak sebesar sebelumnya."

Dari aspek fiskal, kebijakan menaikkan anggaran subsidi berpeluang menurunkan kesempatan menggunakan keuntungan tak terduga (windfall profit) imbas kenaikan harga komoditas untuk belanja produktif.

"Apalagi, mulai 2023, kita harus kembali ke defisit anggaran maksimal 3%. Artinya, anggaran untuk belanja semakin ketat," ujarnya.

Meskipun demikian, Edy menyatakan, pemerintah terus mewaspadai potensi kenaikan inflasi, terutama jika harga minyak dunia tidak bisa kembali turun dan masih di atas US$100 per barel. Pangkalnya, pemberian subsidi energi semakin terbatas dan perluang terjadi kenaikan harga.

Tantangan lainnya, sambungnya, peningkatan suku bunga yang sudah dilakukan beberapa negara lain. Menurutnya, akan terjadi arus modal keluar yang bisa melemahkan nilai tukar rupiah jika Indonesia tak melakukan hal sama.

"Sebaliknya, jika BI juga terpaksa menaikkan suku bunga acuan, maka penyaluran kredit akan terganggu dan pada gilirannya pertumbuhan sektor riil juga akan melambat. Sekali lagi, pemerintah, BI, dan lembaga terkait lainnya tentu akan bekerja secara bersama-sama agar berbagai tantangan itu bisa kita hadapi dan lalui dengan baik," tuturnya.

img
Fatah Hidayat Sidiq
Reporter
img
Fatah Hidayat Sidiq
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan