Kue besar industri halal, peluang dan digitalisasi
Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim terbanyak pertama di dunia. Predikat ini membuat Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan sektor ekonomi syariah.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk muslim pada tahun 2010 mencapai 207,176 juta jiwa atau 87,18% dari total penduduk yang berjumlah 237,641 juta jiwa. Jumlah tersebut diperkirakan akan mengalami peningkatan hingga 229,62 juta jiwa pada 2020.
Meski demikian, Indonesia belum mampu mengoptimalkan potensi yang ada. Padahal, menurut Direktur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo, potensi ekonomi syariah nasional yang terdiri dari perbankan syariah, keuangan non-bank syariah, pasar modal syariah, rumah sakit Islam, perhotelan, pariwisata, industri makanan dan minuman halal, serta fesyen muslim setidaknya bisa mencapai Rp3.000 triliun.
“Tapi peluang ini justru masih dinikmati pelaku usaha asing. Indonesia hanya menjadi konsumen,” katanya dalam diskusi virtual, September lalu.
Hal serupa diungkapkan pula oleh Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo. Dia mengungkapkan bahwa peluang Indonesia untuk menjadi salah satu pemain utama industri halal di kancah global semakin besar. Pasalnya, tren ekonomi syariah di lingkup dunia saat ini semakin bergairah.
Hal itu yang kemudian membuat pemerintah mengembangkan berbagai inisiatif di sektor ekonomi syariah sejak 2015 lalu. Tidak hanya fokus pada perbankan syariah saja, pemerintah juga semakin giat mengembangkan pasar modal syariah, industri wakaf dan zakat produktif, serta membuat rantai pasok halal atau halal supply chain.
“Termasuk juga kami kampanyekan sosialisasi literasi ekonomi syariah,” ujar dia dalam diskusi virtual, November lalu.
Dengan berbagai upaya yang telah dilakukan pemerintah itu, penerapan ekonomi dan industri keuangan syariah nasional menunjukkan peningkatan signifikan. Hal tersebut ditunjukkan oleh laporan ‘The State of The Global Islamic Economy Report’ (SGIE Report) 2020/2021.
Indonesia berhasil menduduki peringkat ke-4 dalam Global Islamic Indicator setelah sebelumnya, yakni pada 2019 Indonesia berada di peringkat ke-5 dan pada 2018 ada di peringkat ke-10.
“Spesifik di halal food, kita di nomor 4. Fesyen muslim nomor 3, setelah UAE (Uni Emirat Arab) dan Turki. Kita harus kejar banyak di farmasi dan kosmetik yang peringkat 6, halal tourism peringkat 6, islamic finance nomor 6,” papar Perry.
Selain itu, Indonesia juga mengalami peningkatan di industri keuangan syariah. Hal ini ditunjukkan oleh laporan indeks Islamic Finance Development Indicators (IFDI) 2020. Laporan ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-2, dari sebelumnya berada di peringkat ke-4 pada 2019 lalu.
Adapun perhitungan IFDI ini mengacu pada faktor instrumental yang dikelompokkan ke dalam lima bidang pembangunan, antara lain Pertumbuhan Kuantitatif, Pengetahuan (Knowledge). Tata Kelola (Governance), Kesadaran (Awareness), dan Corporate Social Responsibility (CSR).
Meski menunjukkan peningkatan, Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Ventje Rahardjo mengaku, kinerja sektor keuangan syariah tahun ini mengalami penurunan karena terdampak pandemi Covid-19.
“Terutama yang di kalangan menengah bawah, itu pengaruhnya lebih berat. Kalau yang perbankan syariah, kondisinya relatif lebih baik dibandingkan dengan perbankan konvensional. Kalau bidang asuransi syariah, mereka masih relatif belum terlalu besar, jadi pengaruh dari pandemi ini belum terlalu besar,” jelas dia pada Alinea.id, Selasa (22/12).
Menurutnya, meski kondisi pandemi menekan perkembangan ekonomi syariah, namun rating ekonomi syariah Indonesia tetap meningkat.
Dihubungi terpisah, Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah KNEKS Sutan Emir Hidayat yakin, kondisi ini akan membaik pada 2021 nanti. Terlebih, dengan adanya berbagai inisiatif strategis yang saat ini dijalankan pemerintah.
Adapun beberapa inisiatif strategis tersebut yakni penggabungan tiga bank syariah BUMN, BRI Syariah, Mandiri Syariah, dan BNI Syariah. Lalu, proses konversi yang saat ini dijalani oleh dua Bank Pembangunan Daerah (BPD), yakni BPD Riau, Kepulauan Riau dan BPD Nagari, Sumatera Barat (Sumbar).
Kemudian, langkah akuisisi PT Bank Interim Indonesia (sebelumnya Rabobank) yang dilakukan oleh PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) dan kemudian akan dimerger ke dalam anak usahanya, BCA Syariah.
“Di sisi lain, ada juga beberapa bank, walaupun sudah injury time, karena di 2023 seharusnya sudah syariah, ada yang mengajukan izin UUS (Unit Usaha Syariah). Jadi, niat untuk mengembangkan usaha syariah dan nanti ke depannya Insyaallah akan berkembang menjadi bank sendiri. Ini saya belum bisa sebutkan, karena masih rahasia,” tutur dia.
Dengan langkah-langkah ini, Sutan optimistis, kondisi perbankan syariah akan semakin kuat. Sejalan dengan itu, pangsa pasar industri keuangan syariah juga akan semakin luas.
Industri keuangan non-bank syariah makin bergairah
Sementara itu, dari sisi industri keuangan non-bank syariah, lanjut dia, akan meningkat dengan langkah BPJS Ketenagakerjaan (BPJS TK) yang akan menambah layanan syariah untuk pesertanya. Hal yang sama dilakukan pula oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
“Ini jelas akan meningkat juga market share keuangan syariah. Dengan langkah BPJS TK itu juga akan berpengaruh terhadap pasar modal syariah,” imbuh Sutan.
Kemudian, dari sisi industri halal, peningkatan di tahun 2021 nanti akan disumbang oleh adanya enam kawasan industri halal yang saat ini disiapkan oleh pemerintah. Pemerintah sedang membangun dua kawasan industri halal, yaitu berada di Modern Cikande Industrial Estate, Banten dan di Sidoarjo, Jawa Timur.
“Pangsa pangsar keuangan syariah yang di dalamnya ada perbankan, pasar modal, industri keuangan non-bank, saya yakin tahun 2021 akan lewat dari 10%. Kalau keuangan tumbuh, yang industri halal ini juga pasti akan tumbuh, tapi saya enggak tahu berapa besar pengaruhnya? Apalagi, sejak Covid ini memunculkan statement untuk mengonsumsi sesuatu yang baik, higienis, itu kan konsep halalan toyyiban,” jelas Sutan.
Sementara itu, Pengamat Ekonomi Syariah Irfan Syauki Beik mengatakan ada tiga hal yang harus dilakukan untuk menggenjot pengembangan ekonomi syariah. Yakni, dengan meningkatkan edukasi dan literasi masyarakat terhadap industri ekonomi syariah.
Head of Tokopedia Salam Garri Juanda mengatakan platform digital juga dapat berperan sebagai akselerator pertumbuhan ekonomi syariah, baik itu dalam bentuk penyediaan produk halal, fesyen muslim, hingga produk keuangan syariah. Karenanya, sebagai salah satu perusahaan teknologi Indonesia, Tokopedia juga mengambil peran dalam mendorong pemerataan ekonomi syariah di Indonesia melalui Tokopedia Salam.
Tokopedia Salam sendiri merupakan platform yang menyediakan produk dan layanan, hingga pembayaran bagi masyarakat muslim. Tokopedia Salam juga menghadirkan lebih dari 21 juta produk yang terkurasi oleh lebih dari 700.000 penjual untuk mempermudah masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk berbagai produk makanan, minuman, fesyen, perlengkapan ibadah, dan kecantikan dengan lebih lengkap, mudah, dan amanah.
“Ekosistem Tokopedia Salam juga menawarkan perjalanan umrah hingga investasi syariah seperti Tokopedia Emas dan Reksa Dana Syariah,” kata Garri.
Selain itu, Tokopedia juga bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk mempermudah masyarakat dapat menemukan jutaan produk bersertifikat halal.
Tidak hanya itu, perusahaan teknologi besutan William Tanuwijaya ini juga bekerja sama dengan Rumah Yatim untuk menghadirkan program Kado Akhir Tahun untuk Anak Yatim hingga 31 Desember 2020. Program ini untuk membantu anak-anak dari keluarga pra-sejahtera, terutama mereka yang membutuhkan perlengkapan belajar dalam menyambut semester baru.
“Kami juga telah bekerja sama dengan berbagai lembaga kemanusiaan seperti NU Care-LAZISNU, Dompet Dhuafa, Baznas, Rumah Zakat, serta mitra lainnya agar umat muslim dapat berdonasi dan memenuhi kebutuhan amal lainnya,” imbuhnya.
Sementara itu, berdasarkan data internal Tokopedia, jumlah masyarakat yang membayarkan zakat, baik itu zakat mal ataupun fitrah semakin meningkat pada Ramadan lalu. Hal itu terlihat dari performa fitur zakat mal yang meningkat menjadi tiga kali lipat, dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tidak hanya itu, peningkatan terjadi pula pada minat masyarakat dalam berdonasi. Sejak Januari hingga November 2020, masyarakat tercatat telah berdonasi lebih dari Rp42 miliar lewat Tokopedia.
Nilai ini meningkat lebih dari 6,5 kali lipat jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. “Donasi dari pengguna Tokopedia ini secara berkala disalurkan kepada yang membutuhkan oleh berbagai lembaga kemanusiaan terpercaya,” tutur Garri.
Lebih lanjut Garri menjelaskan, data tersebut menunjukkan Indonesia sebenarnya masih memiliki potensi besar untuk mengembangkan ekonomi syariah melalui platform digital.
Karenanya, untuk membantu pemerintah dalam menggali potensi tersebut, Tokopedia berkomitmen menjalin kerja sama dengan lebih banyak mitra. Termasuk dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) guna menyediakan produk dan layanan dengan pilihan yang lebih baik kepada khalayak yang lebih luas.
Tokopedia juga akan fokus membantu pemerintah untuk memulihkan perekonomian Indonesia yang terpuruk karena pandemi. Salah satunya dengan mempercepat adopsi digital ke sebanyak mungkin pelaku usaha lokal. Utamanya bagi UMKM agar dapat beradaptasi dan berinovasi di tengah pandemi.
“Semua inisiatif ini juga merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan kami untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia,” tandas Garri.