Komisi VII DPR melakukan kunjungan kerja ke Jepang, Senin (6/3). Salah satu agendanya adalah mengecek kondisi riil kereta bekas Jepang yang mau diimpor PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) untuk operasional kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek.
"Kebetulan agendanya pas lagi ke Jepang, ya, sekalian aja melihat kereta bekas itu," ucap Wakil Komisi VII DPR, Bambang Haryadi, beberapa saat lalu. Mulanya, tujuan Komisi VII DPR kunker ke "Negeri Sakura" untuk meninjau tata kelola industri pengolahan mineral dan migas.
Menurut dia, pengecekan ini dilakukan agar PT KCI tak gegabah dalam memilih alat transportasi publik. Dicontohkannya dengan tabrakan kereta api di Bintaro pada 1987, yang menewaskan 139 penumpang.
"Tragedi kecelakaan kereta Bintaro yang banyak memakan korban harus kita jadikan pengalaman berharga dalam pengelolahan transportasi kereta," tuturnya.
Politikus Partai Gerindra ini menambahkan, ketersediaan suku cadang juga harus menjadi perhatian. Apalagi, kereta bekas yang mau diimpor PT KCI produksi tahun 1994.
"Jangan sampai entar terjadi praktik penggunaan suku cadang kanibal, yang tidak ada price list harga sehingga membuka ruang untuk penyimpangan biaya perawatan," katanya.
Selain itu, Komisi VII DPR tidak mau impor kereta bekas Jepang menimbulkan masalah hukum. Pangkalnya, sempat terjadi kasus korupsi hibah kereta api dan menjerat eks Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (KA Kemenhub).
"Kebutuhan rakyat adalah utama, tapi jangan rakyat diberikan barang yang asal-asalan. Dan kami mendorong BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI untuk mengaudit secara menyeluruh terhadap PT KCI guna mengetahui kebutuhan riilnya," kata Bambang.
PT KCI berencana mengimpor kereta bekas Jepang untuk peremajaan unit KRL Jabodetabek. Sebab, beberapa rangkaian akan pensiun pada 2023 dan 2024 dan PT Industri Kereta Api (Persero) atau INKA tidak mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
Sekalipun didukung Kemenhub, tetapi rencana ini ditolak Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Kilahnya, PT INKA mampu memproduksinya.