close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Sepanjang hari ini, dollar AS diperdagangkan pada rentang Rp13.949-Rp14.003. / Istimewa
icon caption
Sepanjang hari ini, dollar AS diperdagangkan pada rentang Rp13.949-Rp14.003. / Istimewa
Bisnis
Senin, 07 Mei 2018 18:15

Kurs rupiah semakin anjlok, tembus Rp14.000 per dollar AS

Nilai tukar rupiah kian anjlok menembus level Rp14.000 per dollar AS di pasar spot pada perdagangan hari ini.
swipe

Nilai tukar rupiah kian anjlok menembus level Rp14.000 per dollar AS di pasar spot

Dari Bloomberg, kurs rupiah pada perdagangan Senin (7/5), tercatat merosot hingga level Rp14.003 per dollar AS. Kurs rupiah di pasar spot ditutup pada level Rp14.001 per dollar AS.

Level penutupan pada perdagangan hari ini terdepresiasi 0,4% sebesar 57 poin dibandingkan dengan penutupan sehari sebelumnya Rp13.945 per dollar AS. Sepanjang hari ini, dollar AS diperdagangkan pada rentang Rp13.949-Rp14.003.

Di pasar spot, kurs rupiah menjadi depresiasi terdalam selama 52 pekan terakhir atau sepanjang tahun. Bahkan, terakhir kalinya rupiah menyentuh level Rp14.000 adalah pada 2 Oktober 2015.

Depresiasi rupiah tercatat telah melemah 3,29% sebesar Rp446 per dollar sejak awal tahun 2018 (year-to-date/ytd). Akhir 2017, kurs rupiah terhadap dollar AS mencapai Rp13.555.

Sementara itu, Bank Indonesia mencatat kurs tengah juga terdepresiasi ke level Rp13.956 dari hari sebelumnya Rp13.943 per dollar AS. Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta ditutup melemah 40 poin ke level Rp13.973 per dollar AS.

Tekanan rupiah terjadi seiring pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pertumbuhan ekonomi kuartal I-2018 naik 5,06% (year-on-year/yoy), di bawah perkiraan pasar 5,2%, dan lebih rendah dari kuartal sebelumnya 5,19%.

Kendati demikian, BI meyakini pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir hingga menyentuh Rp14.000 per dollar AS, sifatnya temporer dan tidak akan terpuruk seperti pada 2013.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan fluktuasi yang terjadi saat ini memang sangat dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve yang menaikkan suku bunga acuan pada Maret 2018 dan diperkirakan masih akan menaikkan suku bunga acuan hingga tiga kali pada tahun 2018 ini.

"Kita sedang menghadapi suku bunga penyedia valas dunia naik dan beberapa bank sentral dunia juga sudah menaikkan suku bunganya, tentu terjadi sedikit volatility," ujar Mirza dalam Seminar Nasional "Pengembangan dan Pembiayaan Industri Padat Karya Berorientasi Ekspor" di Yogyakarta, seperti dilansir Antara, Senin (7/5).

Mirza menuturkan pada 2013, saat The Fed baru memberikan aba-aba untuk menaikkan suku bunga acuannya saja rupiah sempat terpuruk hingga mengalami depresiasi mencapai 26% sepanjang 2013. Begitu pula pada 2015, rupiah juga sempat 'goyang' ketika The Fed menaikkan suku bunga acuan pertama kalinya.

Untuk tahun 2018 ini, lanjutnya, kendati rupiah terus mengalami pelemahan terhadap dollar AS, tidak akan seperti pada lima tahun lalu karena indikator makro ekonomi Indonesia masih relatif baik.

"Tahun 2018 agak sedikit goyang. Tapi tenang, menurut kami ini sifatnya temporer. Tidak akan goyang seperti 2013 karena kita jaga rasio makro dengan baik seperti inflasi dan fiskal, serta pemerintah juga akan terus melanjutkan deregulasi," ujar Mirza.

Ia mengatakan saat ini kondisi ekonomi dunia sebetulnya sedang dalam kondisi bagus di mana perekonomian AS membaik, bahkan revisi ke atas. Begitu pula ekonomi di Eropa, Jepang, China dan juga India. Ekonomi yang melaju memiliki konsekuensi inflasi yang naik karena ekonomi bergerak lebih cepat sehingga mendorong meningkatnya permintaan dan membuat harga naik.

"Responsnya adalah suku bunga di dunia itu mulai naik dan tentu diawali dengan AS. AS sebagai penyedia likuiditas dollar di dunia dan perdagangan dan investasi di dunia itu masih didominasi oleh dolar. Suka tidak suka situasi masih seperti itu," ujar Mirza.

Bank sentral sendiri melihat suku bunga AS masih akan terus naik hingga mencapai 3% dimana saat ini suku bunga acuan The Fed masih berada di posisi 1,75%.

"Suku bunga AS akan terus naik, sekarang baru 1,75%. Mungkin menuju ke 3%. Tahun ini baru sekali, mungkin Juni dan September, atau Juni dan Desember, atau mungkin juga Juni, September, dan Desember. Kalau naiknya tiga kali, maka ia jadi 2,5%, belum sampai tiga persen. Jadi kita menghadapi suku bunga AS yang masih terus naik dan suku bunga dunia juga mulai bergerak naik," kata Mirza.

img
Sukirno
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan