Tiga perusahaan kembali melakukan pencatatan perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada hari ini. Tiga perusahaan tersebut yakni, PT Mahkota Group Tbk, PT Sinergi Megah Internusa Tbk, dan PT NFC Indonesia Tbk.
Itu berarti pada pekan ini, BEI sudah dua kali mencatatkan saham perdana terhadap tiga calon emiten sekaligus. Kali pertama pada Senin (9/7). Pada saat itu, tiga perusahaan resmi tercatat di BEI, yakni, PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk, PT Batavia Prosperindo Trans Tbk, dan PT Jaya Sukses Makmur Sentosa Tbk.
Tambahan tiga emiten tersebut, maka jumlah perusahaan yang melantai di pasar modal sepanjang 2018 menjadi 30 emiten. Sekaligus menambah jumlah perusahaan tercatat menjadi 594 perusahaan.
PT Mahkota Group Tbk (MGRO) melepas sebanyak-banyaknya 703.688.000 saham. Harga penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO) ditetapkan pada Rp225 per saham. Dengan demikian, perusahaan meraih dana Rp158,3 miliar dari IPO.
Sekitar 60% dana yang diperoleh dari hajatan ini akan digunakan untuk pengembangan industri hilir melalui investasi ke entitas anak PT Muatiara Unggul Lestari (MUL - Entitas Anak Perseroan), yaitu PT Intan Sejati Andalan (ISA - Entitas Anak MUL) yang akan digunakan untuk pembangunan pabrik Refinery dan Kernel Crushing Plant yang berlokasi di Dumai, Riau.
"Sedangkan 40% untuk modal kerja Perseroan ke Entitas Anak, yaitu PT Muatiara Unggul Lestari, PT Berlian Inti Mekar dan PT Intan Sejati Andalan" ujar Direktur Utama PT Mahkota Group Tbk, Usli Sarsi, di Gedung BEI, Kamis (12/7).
Perusahaan yang bergerak di pengolahan kelapa sawit ini menunjuk dua penjamin pelaksana emisi efek, yaitu PT Panin Sekuritas dan Jasa Utama Capital Sekuritas.
Pada pembukaan perdagangan, perusahaan dengan kode saham MGRO ini naik 112 poin atau 49,56% ke level Rp338 dari harga pembukaan Rp225.
Adapun PT Sinergi Megah Internusa Tbk bergerak di bidang pariwisata. Emiten ini melepas 1,2 miliar saham kepada publik dengan harga pelaksanaan sebesar Rp150. Itu artinya perseroan mampu meraih dana Rp180 miliar dari IPO.
Perseroan juga menerbitkan sebanyak-banyaknya 400.000 lembar waran seri I yang menyertai saham baru perseroan. Waran seri I ini diberikan secara cuma-cuma kepada pemegang saham baru sebagai insentif. Setiap pemegang tiga lembar saham baru berhak memperoleh satu lembar waran.
Dalam perdagangan perdananya, saham yang tercatat dengan kode NUSA ini mencatatkan kenaikan 104 poin atau 69,33% ke level Rp254 per saham.
Perseroan akan menggunakan 63,83% dari hasil IPO untuk membiayai belanja modal (capital expenditure/capex). Kemudian sebesar 5,28% untuk modal kerja (working capital) NUSA serta anak perusahaan. Sisanya yakni, 27,78% digunakan melunasi utang perseroan di mitra perbankan.
"Kami yakin dengan melakukan IPO akan semakin meningkatkan kinerja perseroan yang sangat sangat positif," ujar Direktur Utama NUSA Irwandono.
PT NH Korindo Sekuritas Indonesia ditunjuk sebagai penjamin pelaksana emisi dari aksi korporasi perusahaan.
Adapun tujuan dari aksi korporasi ini adalah guna mendukung ekspansi bisnis NUSA melalui Lafayette Boutique Hotel serta ekspansi bisnis di anak perusahaan yaitu PT Mulia Manunggal Karsa yang bergerak di bidang bisnis properti.
Terakhir adalah PT NFC Indonesia Tbk. Emiten ini bergerak di bidang usaha jasa teknologi informasi, digital dan telekomunikasi dan melepas sebanyak 166.667.500 saham kepada publik dengan harga pelaksanaan sebesar Rp1.850. Dari hajatan ini, perseroan mengantongi dana Rp308,33 miliar.
Demi mempermudah aksi korporasi ini, perusahaan menunjuk PT Kresna Sekuritas, PT Sinarmas Sekuritas, dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk, sebagai penjamin pelaksana emisi (underwriter).
Saat perdana melantai di bursa, saham yang tercatat dengan kode NFCX ini mencatatkan kenaikan 920 poin atau 49,73% ke level Rp2770 per saham.
"Go public adalah langkah awal bagi perusahaan untuk challenge pada perkembangan saat ini dan juga tidak lupa ciptakan inovasi yang konsisten di era digital sekarang," ungkap Presiden Direktur NFCX Abraham Theofilus.