Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki dua mandat dalam pengendalian perubahan iklim, yaitu penanggung jawab isu ocean dan climate di Indonesia untuk konvensi perubahan iklim. Selain itu, sebagai pelaksana mitigasi perubahan iklim di sektor kelautan.
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Victor Gustaaf Manoppo menyampaikan, KKP akan memitigasi perubahan iklim di sektor kelautan dengan memasukkan sektor karbon biru ke sektor kelautan di dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contributions (NDC). Dalam dokumen tersebut, ditetapkan target penurunan emisi sebesar 31,89% dengan kemampuan Indonesia sendiri dan 43,20% dengan dukungan internasional pada 2045.
Karbon biru (blue carbon) adalah karbon yang tersimpan dalam ekosistem pesisir, sedangkan ekosistemnya disebut ekosistem karbon biru (blue carbon ecosystem). KKP sendiri memperkirakan total potensi penyerapan karbon pada ekosistem pesisir Indonesia mencapai 3,4 giga ton (GT) atau sekitar 17% dari total karbon biru dunia.
“Dalam ekosistem karbon biru, luas lahan mangrove kita mencapai 3,36 juta hektare (ha) dan bisa menyerap 14 miliar ton karbon dengan perkiraan nilai moneter sekitar US$66 miliar. Sedangkan kawasan lamun sekitar 1,8 juta ha ekosistem dengan menyerap 790 juta ton karbon atau senilai US$35 miliar,” ujar Victor.
Victor pun mengungkapkan, terdapat lima strategi utama yang dilakukan KKP dalam menerapkan kebijakan ekonomi biru, antara lain perluasan kawasan konservasi laut, penerapan penangkapan ikan terukur berbasis kuota, pengembangan budidaya berada di laut pesisir dan di pedalaman yang ramah lingkungan, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pengelolaan sampah plastik di laut.
“Pada strategi yang pertama, perluasan kawasan konservasi laut, kita menargetkan hingga 30% di tahun 2045 dengan melindungi ekosistem dan habitat penting agar fungsi jasa ekosistem seperti karbon, suplai oksigen, perlindungan pantai, dan penyedia sumber ikan tetap terjaga keberlanjutannya,” tuturnya.
Hingga 2022, luasan konservasi laut, menurut Victor, baru mencapai 8,9 juta ha atau 8,7% dari total luas wilayah Indonesia. Dengan target 30% kawasan konservasi laut, maka diperkirakan mampu menyerap karbon 188 juta ton karbon ekuivalen.
Strategi kedua, penangkapan ikan terukur berbasis kuota yang menjadi reformasi pengelolaan perikanan berbasis output control (kuota per kapal) dengan pembagian kuota untuk nelayan lokal, kuota bukan untuk tujuan komersial (diklat, litbang, kesenangan, dan wisata), serta kuota untuk industri.
Pada strategi keempat, menurut Victor adalah pengelolaan pesisir berkelanjutan dan pulau-pulau kecil yang menjadi strategi dalam memanfaatkan ruang laut.
“Termasuk di dalamnya menetapkan kawasan konservasi cadangan karbon biru dan zona pengelolaan ekosistem pesisir,” kata Victor.