Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 akan direvisi menyusul banyaknya pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang gulung tikar lantaran kalah bersaing dengan niaga elektronik (e-commerce). Apalagi, aturan perdagangan luring dan daring belum secara berimbang.
"Kita lagi mengatur perdagangan yang fair antara offline dan online karena di offline diatur demikian ketat, tapi online masih bebas. Kuncinya di revisi Permendag [50/2020]," ujar Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM), Teten Masduki, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin (25/9).
Ia melanjutkan, revisi Permendag 50/2020 selaras dengan instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Ada beberapa poin yang akan diamendemen, seperti pemisahan platform niaga sosial (social commerce) dan e-commerce secara secara tegas.
Kemudian, transaksi barang impor yang diperkenankan di platform e-commerce minimal US$100. Lalu, pemerintah bakal menyusun barang-barang yang diperbolehkan diimpor dan dipasarkan (positive list) melalui e-commerce.
Teten mengungkapkan, ketentuan-ketentuan tersebut bakal diadopsi lantaran barang impor membanjiri pasar dalam negeri, baik secara daring maupun luring. Harga yang ditawarkan pun murah sehingga memengaruhi penjualan produk UMKM nasional.
Pernyataan senada diutarakan Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan. Ia menyampaikan, fitur social commerce akan dibatasi hanya untuk memfasilitasi transaksi perdagangan dan promosi barang/jasa.
"Social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa, tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung. Enggak boleh lagi! Dia hanya boleh promosi," tutur Zulhas, sapaannya. Ia bahkan bakal meneken hasil revisi Permendag 50/2020 sore ini.