Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mempersilakan pengusaha Jusuf Hamka menagih utang pemerintah atas perusahaannya kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ia pun siap membantu jika diperlukan.
"Silakan Pak Jusuf Hamka langsung ke Kementerian Keuangan. Nanti, kalau perlu bantuan teknis, saya bisa bantu. Misalnya, dengan memo-memo atau surat-surat yang diperlukan kalau Bapak memerlukan itu," ucapnya dalam kanal YouTube Kemenko Polhukam RI, Minggu (11/6).
Mahfud menerangkan, ia ditugaskan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengoordinasi pembayaran utang pemerintah terhadap pihak swasta atau rakyat. Penugasan tersebut disampaikan dalam rapat internal pada 23 Mei 2022 dan ditindaklanjuti dengan mengeluarkan Keputusan Menko Polhukam Nomor 63 Tahun 2022, 30 Juni.
Kepmenko Polhukam 63/2022 itu memuat arahan meneliti kembali dan menentukan pembayaran terhadap pihak-pihak yang memiliki piutang kepada pemerintah. Pun pengadilan telah mewajibkan pemerintah untuk membayarnya.
"Kami juga sudah memutuskan pemerintah harus membayar dan tim yang kami bentuk bersama Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung (Kejagung), kepolisian, dan lainnya, termasuk dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), itu sudah ada di situ memutuskan untuk membayar," tuturnya.
Dalama rapat kabinet 13 Januari 2023, Jokowi kembali mengingatkan agar pemerintah membayar utang kepada swasta atau rakyat yang sudah berkekuatan hukum tetap.
"Presiden menyampaikan, selama ini kalau rakyat atau swasta punya utang kita menagih dengan disiplin, tetapi kita juga harus konsekuen kalau kita yang punya utang juga harus membayar. Itu perintah Presiden," ucap Mahfud.
Menyangkut piutang Jusuf Hamka, menurutnya, mungkin saja ada mengingat daftar utang pemerintah kepada swasta/rakyat cukup banyak. Karenanya, pengusaha jalan tol itu disarankan langsung melakukan penagihan kepada Kemenkeu.
Sebelumnya, Jusuf Hamka menagih utang pemerintah sebesar Rp800 miliar kepada perusahaannya, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP). Kasus ini bermula dari deposito sebesar Rp78 miliar di Bank Yakin Makmur (Yama) yang dilikuidasi pemerintah pada saat krisis moneter 1998.
Babah Alun, sapaananya, mengungkapkan, hingga kini belum mendapatkan kembali uang deposito. Sebab, pemerintah berkilah bahwa CMNP terafiliasi dengan pemilik Bank Yama, Siti Hardijanti Rukmana atau Tutut Soeharto.
Ia membantah tudingan hingga mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) dan dimenangkan pada 2015. Pemerintah pun diwajibkan membayar deposito CMNP di Bank Yama beserta bunganya sebesar 2% per bulan.
Babah Alun sudah bersurat dengan Ditjen Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu pada 2019—2020. Namun, komunikasi tersendat dan DJKN mengklaim sedang melakukan verifikasi dengan Kemenko Polhukam.