“Kaos kaki Rp 5.000 tiga, Rp 5.000 tiga, Rp 5.000 tiga,” rayu salah satu pedagang dadakan di Jatinegara.
Pedagang lain tidak ingin kalah menjajakan dagangannya. “Bajunya Rp 10.000, Rp 10.000, Rp 10.000. Ayok bu, ayok bu, kalau di Tanah Abang ini 70.000 bu. Ayok bu bajunya, bajunya.”
Terdengar nyaring para pedagang pasar dadakan di Jatinegara yang berlomba-lomba mempromosikan barang dagangannya. Malam takbiran rupanya para pedagang ini justru merayakannya dengan cara mencari uang. Bukannya menjadi ajang aji mumpung dengan menaikan harga, mereka malah membanting harga dagangannya.
Memang, berbelanja baju lebaran menjadi satu keharusan bagi mayoritas masyarakat Indonesia saat hari raya Idulfitri datang. Makanya, para pedagang dadakan di sepanjang jalan Matraman Raya sampai Kodim, Jakarta Timur memanfaatkannya.
Setiap malam takbiran, para pedagang mulai menjajakan barang dagangannya dari pukul 19.00. Mulai dari pakaian, alas kaki, tas, dompet, bunga, mainan, perabot rumah tangga, korden, aksesoris handphone, dan berbagai jenis dagangan ada di sini.
Yang menarik dari pasar dadakan ini adalah harga yang ditawarkan dengan sangat murah. Para pedagang rela membandrol harga mulai dari Rp 10.000 hingga ratusan ribu untuk berbagai macam barang.
Bukan tanpa alasan mereka rela mengobral barang dagangannya. Para pedagang ingin menghabiskan stok yang dijual khusus lebaran.
Pembeli mengerumuni barang dagangan pasar dadakan di Jatinegara. (Alinea/Mumpuni)
Menurut pengakuan Yani, salah satu warga yang tinggal di daerah sekitar lokasi. Pasar ini sudah ada sejak ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Namun kala itu pedagang kembang lebih banyak dibandingkan pedagang-pedagang lainnya.
“Dari jaman saya SD udah ada, tahun 80-an. Cuma dulu tidak seramai ini. Banyakan tukang kembang dulu, tapi sama nutup jalan juga kayak gini,” ujar Yani kepada Alinea.id (14/6).
Pasar dadakan ini memang berada di jalan raya yang biasanya menjadi lalu lalang transportasi menuju terminal Kampung Melayu atau dari arah Matraman menuju Pondok Kopi. Meski sudah mulai disiapkan oleh pedagang sejak pukul 19.00, namun para pengunjung yang datang justru ramai sejak pukul 22.00.
Pasar dadakan ini akan berlangsung sampai dini hari, sekitar pukul 03.00. Hingga kemudian, para pedagang baru menggulung tikar dan pulang ke rumah masing-masing. Menjelang tutup, para pedagang semakin menurunkan harga dagangannya agar segera laris terjual.
“Kalau dari jam 01.00 sampai jam 03.00 itu barang pada diobral. Ini dagangan saya jadi Rp 1.000 satunya nanti jam 01.00,” kata pedagang kaos kaki bernama Supriadi.
Padahal sehari-hari kaos kaki yang dijajakannya biasa dijual Rp 10.000 per tiga pasang. Meski tak dijual dengan harga normal, barang-barang di pasar dadakan Jatinegara ini tetap memperoleh keuntungan, bahkan mencapai 100% dari modal yang dikeluarkan. Padahal saat dijajakan pada saat hari biasa, para pedagang hanya mendapat 30-50% keuntungan dari modal awal.
“Ini kan barang lama yang ada di gudang juga. Daripada di gudang mending dikeluarin, habis, ganti stok baru,” ujar Supriadi.
Lelaki yang sudah 12 tahun menjajakan dagangannya setiap malam takbiran di pasar dadakan Jatinegara ini juga mengakui kaos kaki yang dijual adalah buatan rumah produksi sendiri, sehingga lebih memungkinkan dijual murah. Selain itu, ia rela menjual dengan harga murah karena lebih menguntungkan untuk lebarannya bersama keluarga.
Daripada barang dibawa pulang lebih baik kata Supriadi dijual murah dan habis. Pada hari biasa, Supriadi menjajakan barang dagangannya di kawasan Pulau Jahe Jakarta Timur dengan jumlah 10 lusin yang laku terjual. Sedangkan dalam waktu 10 jam di pasar dadakan ini, ia biasanya menghabiskan sampai 500 lusin kaos kaki.
Berbagai pedagang pun datang dan menjajakan barang dagangannya di pasar dadakan Jatinegara ini. Ada yang dari Pondok Kopi, Manggarai, dan berbagai daerah sekitar Jakarta lainnya. Meski keesokan harinya harus bergegas melaksanakan ibadah salat Id, namun tak jadi alasan bagi mereka untuk mencari tambahan uang hingga dini hari.