Malaysia dan Singapura tingkatkan hubungan dengan zona ekonomi baru
Malaysia dan Singapura minggu lalu menandatangani kesepakatan untuk mendirikan Kawasan Ekonomi Khusus Johor-Singapura (JS-SEZ) di negara bagian Johor paling selatan Malaysia, tepat di utara Singapura.
Inisiatif ini dirancang untuk menarik investasi global dan memperlancar arus barang dan orang lintas batas antara kedua negara, sekaligus memanfaatkan kekuatan keduanya untuk mempererat hubungan ekonomi.
Johor, negara bagian terpadat kedua di Malaysia, memainkan peran penting dalam perekonomian negara tersebut, dengan sektor-sektor utama termasuk manufaktur dan pariwisata.
Proposal untuk JS-SEZ mencakup sistem izin imigrasi bebas paspor, kerja sama energi terbarukan, dan persetujuan bisnis yang disederhanakan.
Pemimpin Singapura dan Malaysia memuji proyek tersebut
Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong mengatakan JS-SEZ akan menciptakan lapangan kerja yang baik bagi warga kedua negara dan menarik investasi internasional yang signifikan.
"Kedua pihak telah secara aktif melibatkan pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa JS-SEZ memiliki kondisi yang membantu bisnis kami tumbuh bersama dalam jangka panjang. Ini tentang kedua pihak yang bekerja sama untuk menarik proyek investasi baru secara global," katanya.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan proyek tersebut menciptakan "inisiatif unik" bagi kedua negara untuk memanfaatkan kekuatan masing-masing dan memperdalam hubungan di dunia yang semakin terpolarisasi.
Kedua pemimpin juga mengundang proposal untuk koneksi kereta api berkecepatan tinggi antara kedua negara, yang menurut Anwar harus dipimpin oleh sektor swasta, dengan keterlibatan pemerintah yang terbatas. Rencana sebelumnya dibatalkan pada tahun 2021 karena ketidaksepakatan.
Menteri utama Johor, Onn Hafiz Ghazi, menekankan pentingnya memanfaatkan peluang yang dihadirkan oleh perjanjian baru tersebut. Ia menekankan bahwa manfaat dari JS SEZ akan meluas hingga ke seluruh negara bagian, tidak hanya Johor Bahru, ibu kota negara bagian, tetapi juga ke seluruh negara bagian dan berkontribusi pada sektor ekonomi dan pariwisata Malaysia yang lebih luas.
"Pertanyaan utamanya adalah apakah kita, masyarakat Johor, siap untuk memanfaatkan peluang yang akan mengubah ekonomi, karena jika kita tidak siap, pihak lain akan memanfaatkannya," katanya kepada DW. "Malaysia secara keseluruhan akan memperoleh keuntungan dari berbagai sektor seperti ekonomi, pariwisata, dan lainnya."
Johor, destinasi wisata yang menarik
Johor telah lama memiliki beberapa objek wisata penting, termasuk Legoland, Desaru, dan Kebun Binatang Johor.
Lebih dari 16 juta wisatawan asing mengunjungi Johor pada tahun 2023. Pejabat pemerintah memperkirakan 20 juta sebagai target untuk keseluruhan tahun 2024.
Muhammed Abdul Khalid, seorang peneliti di Institut Studi Malaysia dan Internasional di Universitas Nasional Malaysia, mengatakan JS-SEZ dibangun di atas "Iskandar Malaysia," kawasan ekonomi pertama negara itu dan koridor ekonomi utama Johor, yang diluncurkan pada tahun 2006.
"JS SEZ secara signifikan lebih besar, meliputi Iskandar dan menggabungkan proyek Forest City yang gagal dan terhenti," katanya kepada DW.
Pengembang Forest City asal Tiongkok membayangkannya sebagai perumahan bagi 700.000 orang, tetapi realitasnya berbeda, kota itu dicap sebagai kota hantu, dengan kurang dari seperempatnya yang telah selesai.
Peran apa yang dapat dimainkan Tiongkok?
Ian Chong, seorang ilmuwan politik dari Singapura, mengatakan bahwa JS-SEZ memanfaatkan kekuatan kedua negara, yang mendorong hubungan yang lebih erat dan saling menguntungkan.
"Hal ini membuat kedua negara semakin dekat," katanya kepada DW. "Jika semuanya berjalan dengan baik, baik Malaysia maupun Singapura akan memperoleh keuntungan."
Chong menekankan perlunya strategi investasi langsung asing (FDI) jangka panjang yang beragam, dengan mencatat bahwa meskipun Tiongkok dapat berkontribusi, perannya mungkin dibatasi oleh tantangan ekonomi internal.
"Dalam jangka panjang, strategi tersebut harus beragam, terutama dari negara-negara maju — yang telah dan terus menjadi sumber FDI terbesar di ASEAN secara umum. Tiongkok dapat menjadi sumber FDI, tetapi mengingat hambatan ekonomi domestik dan utang mereka, mereka mungkin menjadi sumber FDI yang lebih terbatas," katanya.
"Dalam jangka pendek, FDI ke Asia Tenggara, termasuk Malaysia, telah menjadi penerima manfaat dari strategi 'China Plus One' yang diterapkan banyak perusahaan," imbuhnya, merujuk pada skema global di mana perusahaan mendiversifikasi rantai pasokan mereka dengan memindahkan sebagian produksi China mereka ke pasar berkembang lain yang menjanjikan."
"Namun, manfaat tersebut berasal dari negara-negara besar yang mengakomodasi negara-negara kecil dan menengah yang bekerja sama dengan para pesaing mereka. Jika toleransi untuk bekerja sama dengan para pesaing utama berkurang, FDI dapat menghadapi beberapa batasan — setidaknya dalam jangka pendek hingga menengah," kata Chong.
Potensi reaksi politik
Khalid memperingatkan bahwa JS-SEZ akan menimbulkan tantangan politik, khususnya terkait pengaruh Singapura atas Johor dan gerakan buruh lintas batas.
"Pemerintah harus memastikan tidak ada risiko 'gentrifikasi' di Johor, jika tidak, hal itu dapat menimbulkan reaksi politik," katanya.
Khalid menyarankan agar pemerintah Malaysia juga mempertimbangkan implikasi JS SEZ yang lebih luas.
"Memusatkan kegiatan ekonomi dan menawarkan insentif pajak yang sangat menguntungkan di dalam zona tersebut dapat mengalihkan investasi dari wilayah lain, sehingga memperburuk ketimpangan regional," katanya.
"Persepsi kolonisasi ekonomi oleh Singapura dapat muncul jika pemerintah gagal mengatasi masalah ini secara efektif dan memastikan bahwa manfaat SEZ dibagi secara merata di seluruh negeri" ujar Khalid.(DW)