Rencana pemerintah menggunakan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) untuk mengawasi pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diragukan keefektifannya. Salah sasaran dalam penyaluran komoditas ini masih akan terjadi.
Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengingatkan agar tidak terkecoh dengan teknologi AI begitu saja. Baginya, AI hanya alat bantu. Sementara yang menjadi masalah utama adalah skema penyaluran BBM subsidi kepada penerima yang tepat.
Pasalnya, ada kekhawatiran AI hanya dipakai untuk mengurangi jumlah penerima subsidi semata. Alih-alih tepat sasaran, justru muncul masalah anyar. Penerima yang seharusnya mendapatkan subsidi, malah tidak menikmatinya.
“Ada etika yang harus dikedepankan dalam penggunaan AI. Sebab tanpa etika, AI bisa digunakan secara brutal. Yang harus dapat subsidi (malah) dihilangkan,” katanya kepada Alinea.id, Selasa (10/9).
Meski demikian, kata Heru, jika rencana tersebut terealisasi, pemerintah harus melibatkan pengembang AI lokal. Saat ini ada beberapa pengembang domestik yang bisa dipilih sesuai kebutuhan.
Sayangnya, pemerintah dinilai belum memberikan perhatian maksimal kepada pengembang tanah air, bahkan lebih memilih menggunakan produk AI dari luar negeri.
“Pengawasan penyaluran BBM bisa menggunakan AI. Tapi tujuannya harus jelas,” ujarnya.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, saat konferensi pers Indonesia International Sustainability Forum (ISF) 2024, di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Kamis (5/9) sebelumnya mengatakan akan meluncurkan program pembatasan subsidi BBM dengan teknologi AI. Menurutnya, penyaluran BBM menggunakan AI akan menghemat dana negara hingga Rp90 triliun per tahun.
Nantinya, terdapat data berisikan daftar pelat nomor kendaraan konsumen yang dianggap memenuhi kriteria penerima BBM subsidi. Kemudian, teknologi AI akan memindai pelat nomor kendaraan tersebut. Jika tidak ditemukan dalam basis data AI, maka dilarang mengonsumsi BBM subsidi.
Teknologi AI mengatur pengoperasian nozle di stasiun pengisian bahan bakar umum Pertamina secara otomatis. Nozle merupakan alat yang bentuknya seperti moncong dan dipakai petugas SPBU untuk mengatur penyaluran bensin ke kendaraan konsumen.
Luhut meyakini, teknologi ini akan membuat penyaluran BBM subsidi sesuai sasaran.
“Jadi, dengan big data, nozel akan otomatis mati sendiri ketika melihat nomor pelat kendaraan konsumen yang tidak berhak,” katanya dalam forum tersebut.
Apabila rencana ini berhasil, dana penghematan subsidi BBM akan dialihkan ke sektor pendidikan dan manufaktur. Luhut menyebut langkah tersebut juga membuat pengeluaran anggaran lebih tertib dan meminimalkan celah korupsi.
Tak atasi masalah
Ekonom Piter Abdullah menilai kebijakan subsidi BBM bukan sesuatu yang baik, justru banyak mudaratnya. Misalnya rawan penyalahgunaan dan salah sasaran. Namun, kondisi terkini tidak memungkinkan pemerintah mencabut subsidi begitu saja, sehingga penyalurannya perlu disaring.
Menurutnya, kelompok masyarakat yang paling berhak menerima subsidi BBM adalah kalangan bawah yang tidak mampu. Nah, mereka yang memiliki kendaraan seharusnya tidak masuk dalam kategori ini. Syarat penerima subsidi BBM dengan membawa kendaraan juga dianggap keliru.
“Ya, sekarang pertanyaannya adalah kira-kira orang yang bawa kendaraan, apapun kendaraannya, apakah dia orang yang tidak mampu, yang butuh subsidi?,” katanya kepada Alinea.id, Selasa (10/9).
“Mau kendaraannya, kendaraan apapun sebenarnya, orang yang punya kendaraan itu orang yang mampu sebenarnya,” lanjutnya.
Di sisi lain, penggunaan AI diragukan dapat mengatasi masalah salah sasaran. Bila hanya sebatas filtrasi pelat nomor kendaraan dan jenisnya, petugas stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) sudah melakukannya. Meski ada teknologi, dia bilang, pelanggarannya pun bisa tetap dilakukan dengan berbagai akal.
Selain itu, penyeleksian seharusnya diterapkan hanya kepada kendaraan pribadi dan fokus subsidi dilakukan pada kendaraan umum dengan pelat kuning. Jika kendaraan umum bergabung dengan kendaraan pribadi lainnya, maka hanya akan merepotkan saja.
Teknisnya, pemerintah bisa memberikan BBM subsidi kepada sejumlah SPBU yang biasanya ramai oleh kendaraan umum. Jadi penyaluran lebih tepat dan mudah.
“Yang biasa digunakan oleh kendaraan umum, oleh mikrolet, itu make sense ya, tapi kalau digabung ya akan repot jadinya,” ujarnya.