Mampukah saham GOTO bergerak dari level gocap?
Saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) pada perdagangan Senin (8/7) masih terlelap di level gocap. Meski stuck, namun GOTO tetap aktif diperdagangkan. Saham emiten teknologi itu ditransaksikan dengan volume sebesar 520,21 juta lembar saham dan nilai transaksinya mencapai Rp26,01 miliar.
Antrean jual di Rp50 membeludak sejumlah 22,44 juta lot saham per pukul 09.20 WIB. Di sisi lain, tak ada antrean beli saham GOTO.
Harga saham GOTO telah stagnan di posisi Rp50 per saham sejak Rabu, 26 Juni 2024 lalu. Dalam satu tahun terakhir, harga saham emiten hasil merger antara Gojek dan Tokopedia itu telah turun 53,70%.
Ambruknya harga saham GOTO terjadi di tengah hengkangnya pendiri perusahaan Gojek dan Tokopedia. Mulai dengan mundurnya William Tanuwijaya dari co-founder dan co-chairman GOTO. Merujuk informasi dari akun resminya di LinkedIn, William terdaftar sebagai co-founder dan co-chairman GOTO pada Mei 2021 sampai dengan Juni 2024.
Keputusan tidak lagi melanjutkan masa jabatannya sebagai co-chairman diumumkan pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) GOTO di Jakarta, Selasa (11/6).
William terdaftar sebagai co-founder dan CEO Tokopedia pada Agustus 2009-Maret 2023. Selanjutnya, ia menjabat sebagai co-founder dan chairman Tokopedia pada Maret 2023-Juni 2024.
Pendiri lain Tokopedia adalah Leontinus Alpha Edison. Co-founder Tokopedia itu sempat memiliki saham seri A dan seri B di awal proses merger Tokopedia ke GOTO. Namanya juga ’hilang’ setelah merger resmi tuntas dan perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Para pendiri Gojek sudah terlebih dulu mundur. Seperti, Nadiem Makarim, Kevin Aluwi, dan Michaelangelo Moran.
Moran adalah yang pertama kali mundur. Dia mengumumkan meninggalkan Gojek per 18 Oktober 2016. Moran bergabung sejak perusahaan angkutan panggilan itu berdiri pada 2010. Posisi terakhirnya sebagai brand director.
Menyusul berikutnya adalah Nadiem yang kini menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Ia menyatakan mundur dari Gojek pada 2019 setelah diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) bergabung di kabinet.
Prospektus penawaran umum saham perdana (IPO) GOTO menyebutkan, Nadiem pernah memiliki 20,50% saham Gojek di awal pendirian. Namun, namanya sudah tidak muncul sebagai pemegang saham saat merger Gojek-Tokopedia.
Lalu Kevin Aluwi, yang dulu adalah co-founder Gojek, juga mundur dari jajaran tertinggi GOTO.
Lalu, bagaimana nasib saham GOTO?
Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta melihat, belum terdapat katalis positif dari GOTO. Emiten ini juga belum mencatat kinerja bottom line yang menguntungkan.
Kinerja saham GOTO diperkirakan akan bergantung pada sejauh mana pimpinan direksi saat ini berupaya membalikkan keadaan. Contohnya mewujudkan profitabilitas, apalagi di top line telah memiliki penguatan.
Analisisnya, bekal GOTO untuk mengantongi keuntungan masih sangat besar. Kemampuan perusahaan mengerek nilai penjualan alias gross merchandise value (GMV) dan gross transaction value (GTV) sudah tidak diragukan lagi.
“Jadi ini mempengaruhi pengurangan dari sisi kerugian yang dialami GOTO,” ujarnya kepada Alinea.id, Senin (8/7). Di sisi lain, GOTO juga telah menekan operating expenses atau biaya operasional dengan menerapkan efisiensi.
Lepas atau tahan?
Sayangnya, kata Nafan, harga saham GOTO masih akan betah di level gocap. Dia meramal, GOTO belum sanggup membalikkan keadaan dalam waktu dekat.
“Belum terlihat adanya peningkatan volume,” ucapnya.
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyudi Askar mengingatkan, pekerjaan rumah (PR) GOTO masih sangat banyak. Salah satunya, harus mampu menenangkan para investor.
"Dengan pasar di Indonesia yang masih sangat luas, bukan tidak mungkin kondisinya bisa diperbaiki. Tata kelola perusahaan yang dianggap masih belum cukup maksimal, bisa dibenahi memanfaatkan potensi dan resources yang dimiliki," ujarnya kepada Alinea.id, Senin (8/7).
Bagi masyarakat yang kadung membeli dan memiliki saham GOTO, menurutnya, harus menilai kembali portofolio mereka. Masyarakat perlu mempertimbangkan risiko yang siap ditanggung dengan menggenggam saham GOTO.
Selain itu juga penting untuk tetap mengikuti perkembangan perusahaan. Termasuk pengumuman resmi dari manajemen baru, laporan keuangan, dan analisis dari para pakar industri.
“Jika saham GOTO merupakan bagian besar dari portofolio, mungkin bijaksana untuk mendiversifikasi investasi guna mengurangi risiko,” ujarnya.
Ia menjelaskan, penurunan valuasi perusahaan teknologi lebih banyak dipengaruhi oleh persaingan yang semakin ketat di pasar. Rivalitas dalam inovasi produk, penetrasi pasar, dan penawaran harga menyebabkan pergeseran dalam preferensi konsumen. Dus, berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan.
Menurutnya, langkah GOTO tak mudah. Dia menduga, perusahaan ingin meningkatkan efisiensi dengan memangkas sektor bisnis yang tidak kompetitif. Namun, tekanan persaingan memaksa perusahaan untuk mengorbankan keuntungan atau menghadapi biaya pemasaran yang lebih tinggi guna mempertahankan pangsa pasar.
“Bisa jadi langkah yang dilakukan selama ini belum memuaskan para investor mengingat ekosistem bisnis teknologi yang terlalu dinamis, di mana strategi pesaing dengan cepat bisa mengalami penurunan valuasi yang signifikan,” ujarnya.