Pemerintah akan mengoptimalkan posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun 2022 untuk menggaet pendanaan di sektor energi bersih. Pasalnya, dalam mempercepat transisi ke energi terbarukan, kecukupan finansial memiliki peran yang strategis.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah memiliki skema pendanaan yang variatif dalam mencari dukungan investasi antar negara maupun lembaga internasional.
Menurutnya Indonesia terbuka untuk bekerjasama dengan internasional. Termasuk dalam urusan investasi asing, skema pendanaan yang inovatif, serta transfer teknologi berdasarkan semangat kemitraan yang setara dan saling menguntungkan.
"Ini banyak sekali (skema pendanaan). Kami mendorong blended finance dan sedang menyusun Peraturan Presiden terkait hal ini," papar Dadan Kusdiana dalam keterangan resminya, dikutip, Jumat (18/2).
Sehingga pemanfaatan pendanaan tidak hanya berasal dari dalam negeri, tidak hanya hanya yang berbasis komersial perbankan, tapi juga dari filantropis, multinasional. Untuk mendukung EBT di Indonesia.
"Model pendanaan blended finance merupakan dana perwalian perubahan iklim Indonesia akan memfasilitasi perolehan dana dari para donor, yaitu Asian Development Bank, European Investment Bank (hibah/pinjaman) dan World Bank," jelasnya.
Selanjutnya, SDG Indonesia Satu merupakan platform terintegrasi untuk mendukung proyek terkait Sustainable Development Goal yang terdiri atas empat pilar. Di antaranya fasilitas pengembangan, de-risking, pembiayaan, dan ekuitas.
Kemudian, investasi anggaran nonpemerintah yang mendorong sektor swasta dalam pengembangan proyek infrastruktur strategis nasional. Skema ini memfasilitasi investor dalam pembiayaan ekuitas (pembiayaan ekuitas langsung dan instrumen investasi ekuitas).
Selanjutnya ada Tropical Landscape Finance Facility (TLFF), bertujuan memanfaatkan pendanaan publik untuk penggunaan lahan yang berkelanjutan, termasuk di bidang restorasi ekosistem dan investasi EBT.
Ada juga skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha atau Public Private Partnership (KPBU/PPP) adalah kontrak jangka panjang antara pihak swasta dan entitas pemerintah untuk menyediakan aset layanan publik berupa Project Development Facility, Viability Gap Fund, penjaminan infrastruktur & pembayaran ketersediaan.
Lalu yang terakhir adalah dari perbankan komersial di mana Otoritas Jasa Keuangan mewajibkan persentase tertentu dari portofolio kredit untuk pembiayaan proyek hijau. Dadan menjelaskan, untuk mencapai karbon netral di tahun 2060 mendatang investasi yang dibutuhkan sangat besar.
"Kalau kita ingin bebas dari emisi karbon di 2060, secara total kita membutuhkan sekitar US$ 1 triliun atau US$29 miliar per tahun," jelasnya.
Secara rinci, angka ini terdiri dari kebutuhan investasi di pembangkit EBT sebesar US$1.042 miliar dan transmisi yang mencapai US$135 miliar. "Transmisi ini biasanya satu paket (pembangunan pembangkit) supaya bisa beroperasi," lanjutnya.