Direktur Utama Institut Pembangunan Jawa Barat Universitas Padjajaran (Injabar Unpad) Keri Lestari menyampaikan hasil riset Injabar Unpad bersama Badan Karantina Pertanian (Barantan) Kementerian Pertanian (Kementan). Di mana keberadaan lalat buah spesies Bactrocera Occipitalis yang dikhawatirkan Pemerintah Jepang terhadap produk buah mangga asal Indonesia dinyatakan nihil.
Keri mengatakan, beberapa pengusaha asal Jepang melalui Ministry of Agriculture, Forestry, and Fisheries (MAFF) telah menginginkan agar buah mangga asal Indonesia bisa diekspor ke Jepang. Namun Pemerintah Jepang memiliki syarat penting yang harus dipenuhi Indonesia jika produk buahnya ingin memasuki pasar Jepang, yaitu terbebas dari Organisme Pengganggu Tanaman Karantina (OPTK), yakni lalat buah yang terdiri dari enam spesies, yakni, Bactrocera Carambolae, B. Papayae, B. Cucurbitae, B. Dorsalis, B. Philippinensis, B.Occipitalis
“Pengusaha Jepang ini minta agar mangga Indonesia masuk ke Jepang. Jenis mangga yang diminati mereka itu adalah Gedong Gincu dan Arumanis yang sentra produksinya di Pulau Jawa, salah satunya di Sumedang, Jawa Barat,” tutur Keri dalam diskusi daring Alinea Forum bertajuk “Strategi Ekspor Mangga ke Jepang”, Kamis (8/12).
Dipilihnya dua jenis mangga tersebut karena keduanya dinilai memiliki rasa yang enak dan sesuai dengan pasar Jepang, serta memiliki tampilan yang disukai masyarakat Jepang. Sayangnya, pasar mangga Indonesia di Jepang harus terkendala karena pemerintah Jepang khawatir B.Occipitalis masih dapat ditemukan di buah mangga Indonesia.
Hama lalat buah B.Occipitalis ditakuti karena untuk hama lalat buah spesies lainnya telah dibuktikan berhasil disinfestasi dengan metode Vapor Heat Treatment (VHT).
Untuk itu, riset dilakukan pihaknya dan Barantan di Tarakan, Kalimantan. Kawasan ini dipilih karena berdasarkan data Barantan, spesies lalat B.Occipitalis dapat ditemukan di Tarakan.
“Kami gunakan metode trapping dan tools and material yang sesuai. Kemudian kami rearing dan dikembangkan yang selanjutnya kami harapkan bisa memperoleh 300 B.Occipitalis untuk dites dengan VHT, supaya kami tahu apakah spesies ini lebih kuat dari spesies lainnya atau tidak,” jelasnya.
Namun, spesies lalat buah tersebut ternyata tidak ditemukan di perkotaan Kalimantan, justru hanya ditemukan di pinggiran Kalimantan dan berada di tengah hutan.
“Dari beberapa lalat buah yang kami dapat, dari yang ditangkap tersebut ada 14 jenis yang secara morfologi mirip dengan B.Occipitalis namun tidak semuan ditemukan pada buah mangga, melainkan di buah jambu. Jadi bisa dipastikan spesies B.Occipitalis tidak ada di buah mangga, baik dari Jawa Barat maupun Tarakan,” tambah Keri.
Lebih lanjut ia merincikan sebanyak 2000 lalat buah yang berhasil ditangkap, namun mayoritas merupakan spesies Bactrocera Carambolae. Sedangkan spesies B. Occipitalis jumlahnya sangat sedikit walaupun memang ada.
“Ini yang kami sampaikan pada MAFF. Lalatnya memang ada, tetapi jumlahnya sangat sedikit, bahkan tidak ditemukan pada mangga. Selain itu penelitian dari Filipina juga membuktikan bahwa spesies B. Occipitalis tidak lebih kuat dari B. Dorsalis yang berhasil hilang dengan VHT,” ujar Keri.
Ini artinya daya tahan lalat B. Occipitalis tidak lebih kuat dari jenis lainnya. Selain itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertanian khususnya Barantan menegaskan Jepang tidak perlu khawatir dengan spesies B. Occipitalis akan menyebar ke Pulau Jawa, karena spesies tersebut masuk ke kategori OPTK A2 yakni OPTK yang ada di Indonesia namun terbatas di wilayah tertentu, sehingga lalu lintas media pembawanya ke antardaerah di Indonesia memiliki aturan khusus yaki Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 11 Tahun 2009.
“Setelah kami sampaikan ke Jepang, akhirnya pemerintah Jepang dan Indonesia melakukan hubungan diplomasi soal ekspor mangga ini, kemudian melakukan MoU untuk pendampingan produksi buah yang akan dikirim ke Jepang agar sesuai dengan kualitas permintaan mereka,” tutup Keri.