close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.
Bisnis
Senin, 21 November 2022 18:04

Marak investasi ilegal, berikut lima cirinya

Kerugian masyarakat akibat adanya investasi ilegal sejak 2018 hingga 2022 terus mengalami peningkatan.
swipe

Maraknya kasus penipuan investasi dan pinjaman ilegal saat ini membuat Otoritas Jasa Keuangan terus meningkatkan literasi keuangan terhadap masyarakat Indonesia. Salah satunya OJK melalui Satuan Tugas atau Satgas Waspada Investasi (SWI), yang beberapa waktu lalu ikut terlibat menangani kasus penipuan investasi toko online yang menimpa sejumlah mahasiswa Universitas Institut Pertanian Bogor (IPB).

Ketua SWI Tongam L. Tobing mengungkapkan, kerugian masyarakat akibat adanya investasi ilegal sejak 2018 hingga 2022 terus mengalami peningkatan dengan nilai total hingga Rp123,51 triliun. Di 2018 tercatat total kerugian masyarakat mencapai Rp1,4 triliun, lalu naik di 2020 menjadi Rp5,9 triliun, dan di November 2022 saat ini sudah mencapai Rp109,67 triliun.

Peningkatan ini terus terjadi meskipun SWI telah melakukan pencegahan dan penanganan baik untuk investasi ilegal maupun pinjaman ilegal. Menurut Tongam, pemicunya adalah tingginya permintaan di masyarakat akan keuntungan investasi dan pinjaman dana.

“Ini ada demandnya di masyarakat, ini masalahnya dan demand ini yang sedang kami pengaruhi,” kata Tongam dalam penjelasannya di acara Sosialisasi Waspada Investasi dan Pinjaman Online (Pinjol) Ilegal, Senin (21/11).  

Seiring dengan pemulihan ekonomi, Tongam mengatakan penipuan investasi dan pinjol ilegal juga kembali meningkat. Ia mengaku di 2022, pihaknya telah memblokir 97 investasi ilegal, 619 pinjol ilegal, dan 82 gadai ilegal. Sehingga Tongam meminta agar masyarakat mulai meningkatkan kewaspadaan terhadap isu ini.

Adapun ciri-ciri yang harus diwaspadai oleh masyarakat menurut Tongam terkait investasi ilegal antara lain, investasi tersebut menjanjikan keuntungan yang tidak wajar dalam waktu cepat. Kedua adalah menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru atau member get member.

“Kalo di robot trading, kita rekrut orang tidak ada barang yang dijual loh tetapi kita dapat bonus. Kalau di multilevel marketing kan semakin banyak barang yang kita jual, maka semakin banyak bonus kita. Kalau ini enggak, semakin banyak orang kita tipu, semakin banyak bonus kita,” terang Tongam.

Ketiga adalah investasi yang memanfaatkan tokoh masyarakat atau agama atau public figure untuk menarik investasi. Keempat adalah klaim tanpa risiko atau free risk. Terakhir yang kelima adalah legalitas perusahaan tidak jelas, seperti tidak memiliki izin usaha meskipun memiliki izin kelembagaan (PT, Koperasi, CV, Yayasan, dan lainnya), ataupun memiliki izin kelembagaan dan izin usaha tetapi melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan izinnya. 

img
Erlinda Puspita Wardani
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan