Kesadaran untuk peduli terhadap masa depan bumi terus berkembang dengan beragam konsep penerapannya. Salah satu yang sedang digandrungi adalah zero waste lifestyle atau gaya hidup nol sampah.
Survei Jakpat menyebut 78% generasi muda tertarik untuk melakukan zero waste. Namun, hanya 16% responden yang sudah melakukannya. Kurang dari 1 tahun menjadi durasi terbanyak bagi mereka yang tertarik dan sudah menerapkannya. Kemudian, durasi 3 tahun hingga 5 tahun didominasi oleh laki-laki sebanyak 13% dan perempuan 8%.
Zero waste adalah konsep menggunakan produk sekali pakai dengan lebih bijak untuk mengurangi jumlah dan dampak buruk dari sampah.
Survei yang dilakukan Jakpat melibatkan 990 generasi muda untuk mengetahui perspektif dan implementasi mereka terhadap zero waste movement. Survei yang terdiri dari gen Z (40%) dan milenial (60%) ini menunjukkan pemahaman mereka terhadap konsep zero waste, alasan-alasan yang mendasari mereka menerapkannya, keuntungan yang mereka rasakan, hingga kesulitan apa saja yang dihadapi saat mereka melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam survei itu terungkap gen Z dan milenial menyadari pentingnya menjaga bumi sehingga tertarik untuk mengimplementasikan zero waste movement. Hal ini dengan ditunjukkannya sebesar 94% yang memilih alasan ingin turut menjaga dan melestarikan bumi dengan mengurangi sampah, diikuti alasan menyelamatkan bumi dan bekal generasi mendatang sebesar 48%.
Selain itu, tertarik dengan produk eco-friendly (22%), lingkungan menerapkannya (14%), terpapar berita lingkungan (11%), hingga terinspirasi influencer (6%) menjadi alasan lain generasi muda tertarik untuk menerapkan zero waste.
Berdasarkan survei tersebut, Head of Research Jakpat, Aska Primardi bilang mayoritas generasi muda sudah sadar tentang pentingnya isu zero waste ini. Sayangnya, hanya sebagian kecil dari mereka yang sudah menerapkan aktivitas ini.
Belajar dari sekelompok generasi muda yang sudah menerapkannya, terlihat salah satu alasan populernya adalah tren dari lingkungan sekitar yang sudah menerapkannya, dan juga inisiatif mengikuti yang dilakukan oleh teman.
“Oleh karena itu, gerakan ini sejatinya tidak cukup hanya dengan menyebarkan informasi tentang pentingnya zero waste, tetapi harus diikuti juga dengan adanya program dari pihak terkait untuk memfasilitasi aktivitas zero waste mereka, ataupun yang paling ekstrem adalah hukuman atau denda jika mereka tidak bisa melakukan hal ini,” tutur Aska, dikutip Sabtu (16/12).
Penerapan zero waste movement
Mayoritas generasi muda menerapkan zero waste dengan menggunakan tote bag saat berbelanja, yaitu sebanyak 55% responden. Lalu, menggunakan tumbler (55%), dan mengurangi penggunaan plastik (54%).
Implementasi zero waste lainnya, berbelanja sesuai kebutuhan saja (49%), menggunakan tempat makan sendiri saat membeli makanan (46%), hingga penggunaan produk eco-friendly (15%).
Jika dilihat dari segi Social Economic Status (SES), penggunaan produk eco-friendly paling banyak dilakukan oleh kalangan upper (21%), diikuti middle (13%), dan lower (10%).
Sementara banyak generasi muda mengaku sulit menemukan waste bank terdekat. Waste bank sendiri merupakan fasilitas atau program di mana seseorang dapat menyetorkan sampah daur ulang seperti kertas, plastik, gelas dan lainnya yang akan ditukarkan dengan rewards.
Faktor keluarga atau lingkungan yang tidak mendukung penerapan zero waste menjadi alasan kedua yang dirasakan oleh generasi muda sebagai kesulitan.
"Hal ini tampaknya dipengaruhi oleh sebagian besar dari mereka yang masih tinggal bersama orangtuanya," ujar Aska.
Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati mengatakan anak muda memiliki peran strategis dalam pencapaian target zero waste, zero emission. Terlebih, saat ini Indonesia memiliki 70,72% penduduk usia produktif.
"Diharapkan dapat membantu Indonesia mencapai masa keemasan di tahun 2045 mendatang," ujarnya.