Meikarta lolos dari gugatan utang
Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan PT Relys Trans Logistic (RTL) dan PT Imperia Cipta Kreasi (ICK) kepada pengembang megaproyek Meikarta PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) pada Kamis (5/7). Tetapi penggugat tidak menyerah begitu saja dan kembali mengajukan gugatan PKPU.
“Dengan ini menolak permohonan PKPU terhadap PT Mahkota Sentosa Utama,” kata Hakim Ketua Agustinus Setya Wahyu Triwiranto di PN Jakarta Pusat, Kamis (5/7).
Hakim menyatakan perkara PKPU terhadap pengembang Meikarta sudah tidak sesuai dalam Pasal 8 ayat 4 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU. Menurut Majelis Hakim, kasus ini sudah tidak sederhana karena masih ada pelaporan dari PT MSU terhadap perkara tersebut.
Laporan yang dimaksud terkait adanya dugaan karyawan Meikarta yang melakukan persekongkolan dengan penggugat PKPU yakni RTL dan ICK. Mereka diduga mendirikan sebuah perusahaan event organizer bernama PT Kertas Putih Indonesia (KPI). KPI diduga sebagai perusahaan yang sengaja dibuat agar bisa memenangkan kontrak promosi Meikarta.
Selain itu, karyawan Meikarta tersebut juga menandatangani kontrak kerja sama yang bukan merupakan kewenangannya. Dalam hal ini, dia pun tidak mendapat restu dari direksi.
“Pemohon 1, Pemohon 2 dan PT KPI diduga melakukan persengkokolan untuk mendapatkan pencairan dana dengan seolah adanya perjanjian kontrak dengan Pemohon 1 dan Pemohon 2 dan PT KPI,” kata Agustinus.
Laporan ini diajukan Meikarta setelah berlangsungnya sidang gugatan PKPU. Dua vendor iklan properti tersebut dilaporkan dengan dugaan penipuan, pemerasan dan melawan hukum karena menyertakan dokumen tagihan yang dianggap fiktif dan cacat hukum.
Dalam bukti yang dilampirkan Pemohon, MSU disebut memiliki utang sebesar Rp 20 miliar untuk tiga proyek galeri pameran di Jawa Timur. Sementara proyek kedua yakni di Central Park Meikarta Cikarang sebesar Rp 319 juta. Meikarta disebut sudah membayar sebesar Rp 3 miliar. Sementara sisanya Rp 17 miliar belum dibayar.
Dalam pertengahan sidang, kuasa hukum penggugat Tommy Sihotang sempat melakukan walk out. Dia mengungkapkan di luar sidang, pada Rabu (4/7) malam, tiga oknum yang mengaku utusan PT MSU menawarkan berdamai dengan membawa uang Rp 3 miliar.
”Dia bilang akan membawa Rp 5 miliar dan sisanya akan dikasih unit (apartemen di Meikarta),” katanya.
Tommy melanjutkan, kliennya menolak tawaran tersebut. Namun, tiga orang tersebut menyatakan sudah mengetahui putusan sidang yang bakal digelar Kamis (5/7) ini bakal menolak gugatan pemohon.
Kronologi kontrak vendor dengan Meikarta
Direktur PT Imperia Cipta Kreasi Herman menyatakan Imperia mendapat dua kontrak pekerjaan dari pengembang Meikarta. Pertama, pengelolaan pameran Meikarta di tiga mall Lippo di Jawa Timur. Masing-masing pameran digelar di atrium Lippo Plaza Jember, Malang Town Square, dan Lippo Plaza Sidoarjo dari Oktober hingga Desember 2017.
Sementara, proyek kedua yakni, seremoni kedatangan Giant Yellow Duck (bebek kuning raksasa) ke danau Central Park Meikarta, Cikarang pada November 2017.
Kontrak kerja didapat perusahaan pada September akhir. Tadinya, proyek itu akan digarap event organizer lokal asal Jawa Timur. Namun, vendor itu mundur menjelang penyelenggaraan. Imperia akhirnya mengambil alih proyek tersebut dengan penandatanganan kontrak kerja beberapa hari sebelum acara.
Di awal perjanjian, kata Herman, disepakati pembayaran uang muka oleh PT MSU sebesar 30% dari besaran nilai kontrak. Kemudian, 30% dibayar setelah acara selesai dan 10% dibayar di akhir. Meski tidak menyebutkan detil nilainya, Herman menyebut angkanya mencapai puluhan miliar rupiah.
“Tapi sampai acara berlangsung dan bahkan selesai acara hingga saat ini, mereka belum membayar uang muka sampai 30% sesuai kesepakatan,” kata Herman saat ditemui Alinea di Jakarta, belum lama ini.
Setelah event selesai, Imperia mendatangi pihak MSU untuk menagih pembayaran. Namun demikian, MSU menyatakan belum bisa membayar tagihan tersebut, dengan alasan audit sedang berlangsung. Hingga pertengahan 2018, MSU menolak permohonan dari Imperia.
“Semua dokumen apapun yang diminta sudah kami lampirkan. Tapi dari pihak MSU tidak ada langkah untuk menyelesaikan pembayaran tersebut,” katanya.
Setelah melayangkan somasi ke PT MSU dan tidak digubris, Imperia akhirnya membawa tuntutan ini ke ranah hukum. Padahal dalam menggarap event Meikarta, pihaknya dibantu banyak vendor kecil. Sehingga, jika MSU tidak melakukan pembayaran, banyak vendor yang terbengkalai.
“Kami tidak bekerja sendiri. Banyak vendor kencil, di antaranya juga ada yang tidak bisa melanjutkan usahanya karena utang ini belum dibayarkan,” katanya.
Setelah sidang memutuskan untuk menolak gugatan PKPU kepada MSU, Imperia melakukan gugatan kembali. Dokumen gugatan sudah dilayangkan ke PN Jakpus hari ini juga. “Kami akan terus menggugat karena ini merupakan hak bagi kami,” katanya.
Kuasa hukum penggugat dari kantor Tommy Sihotang and Partner, Ibnu Setyo, mengatakan adanya kejanggalan dalam penolakan sidang. Pasalnya, dugaan tindakan pidana yang dilaporkan PT MSU baru dilakukan setelah perkara ini berjalan.
“Artinya bisa saja kami menganggap pertimbangan hakim keliru. Untuk itu kami punya suatu legal action lagi, nanti kami putuskan," katanya.
Dia juga menolak adanya persekongkolan dengan oknum karyawan Meikarta yang dimaksud oleh Ketua Hakim Majelis. Lebih lanjut, dia mengatakan pemohon bakal mengajukan PKPU kembali. Sesuai aturan, PKPU bisa diajukan sampai berapa kali pun.
Proyek berjalan sesuai rencana
Di lain pihak, Presiden Meikarta Ketut Budi Wijaya memastikan proyek Meikarta berjalan sesuai dengan timeline perusahaan. Dengan yakin, dia mengatakan, gugatan tersebut tidak menggoyang kinerja MSU sebagai pengembang megaproyek triliunan rupiah tersebut
Pembangunan konstruksi tahap satu Meikarta akan selesai pada akhir 2018. Hal itu juga akan diikuti penutupan atap dan serah terima 28 tower apartemen Meikarta.
“Kurang lebih yang kami selesaikan 28 tower atau 14 blok. Serah terimanya akhir tahun ini sampai awal tahun depan karena nggak bisa sekaligus,” kata dia.
Perusahaan tetap menargetkan marketing sales sebesar Rp10 triliun pada tahun ini. Sepanjang kuartal I-2018, MSU sudah mengantongi sebesar Rp 2 triliun.
Menanggapi adanya pengembalian nomor unit pembeli (NUP) oleh sejumlah konsumen, Budi mengatakan hal tersebut biasa dilakukan calon pembeli.
“Misal mereka sudah memberi booking fee tapi setelah liat show unit tidak pas ya itu biasa mereka kembalikan. normal saja dalam proses pre-selling. memang ada yang masuk dan keluar biasa saja. tapi lebih banyak yang masuk (booking fee),” kata dia.