Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meminta perbankan melakukan pemblokiran lebih dari 85 rekening yang diduga terkait pinjaman online ilegal. Langkah ini ditempuh sejak September lalu sebagai upaya membatasi ruang gerak pelaku pinjol ilegal melalui sistem perbankan.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan (KEPP) OJK Dian Ediana Rae menyatakan langkah penindakan tegas terhadap kegiatan yang mengganggu perekonomian dan masyarakat seperti pinjaman online ilegal akan terus dilakukan oleh OJK. Termasuk melalui kerjasama dengan berbagai pihak seperti Kementerian Kominfo.
“OJK akan senantiasa menjaga integritas sistem keuangan dari gangguan kejahatan ekonomi, termasuk penggunaan perbankan baik secara kelembagaan maupun melalui pemanfaatan rekening oleh oknum tertentu untuk sarana melakukan ataupun memfasilitasi kejahatan, yang tidak mendukung aktivitas perekonomian yang sehat,” kata dia, Kamis (21/12).
Tak hanya itu, OJK juga telah meminta pemblokiran pada rekening-rekening yang terkait judi online di tanah air. Tercatat, OJK telah meminta perbankan memblokir 4.000 rekening yang diduga terkait dengan kejahatan judi online. Hal ini juga dilakukan demi meminimalisir dan membatasi ruang gerak terlaksananya transaksi judi online melalui sistem perbankan.
"Dalam tiga bulan terakhir ini, kami sudah memerintahkan bank memblokir lebih dari 4.000 rekening judi online. Kami juga sudah minta bank untuk mengembangkan sistem yang mampu memprofilkan perilaku judi online sehingga dapat mengenali secara dini aktivitas judi online dan memblokirnya secara mandiri," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae.
Kedua langkah tersebut sesuai Undang Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang mengamanatkan kepada OJK untuk bekerja sama dengan Kementerian/Lembaga terkait, internal OJK, dan industri keuangan untuk terus berusaha memerangi praktek-praktek yang merugikan masyarakat dan merusak reputasi serta integritas sistem keuangan.
“OJK juga telah meminta industri perbankan untuk senantiasa menjaga komitmen yang kuat dalam mendukung upaya pemberantasan aktivitas keuangan yang melanggar hukum, termasuk pinjaman online ilegal melalui peningkatan pelaksanaan customer due diligence dan enhanced due diligence (CDD/EDD), khususnya dalam melakukan identifikasi, verifikasi dan pemantauan secara dini untuk memastikan transaksi nasabah telah sesuai dengan profil, karakteristik dan/atau pola transaksi, melalui pengembangan media monitoring yang handal,” bebernya.
Selain atas permintaan OJK, Bank juga melakukan analisis dan pemblokiran rekening secara mandiri. Khusus terkait pinjaman online ilegal, terdapat ciri-ciri umum yang dapat menjadi perhatian masyarakat di antaranya tidak terdaftar/berizin dari OJK, penawaran bunga tinggi, persyaratan perjanjian pinjaman yang tidak jelas, penawaran melalui Spam, SMS, maupun media sosial, meminta akses terhadap data pribadi, dan tidak memiliki identitas kantor yang jelas.
OJK meminta masyarakat agar waspada terhadap penawaran pinjaman online, serta memastikan hanya menggunakan pinjaman online resmi yang terdaftar/berizin dari OJK yang informasinya dapat diperoleh melalui Kontak OJK 157.
Sebelumnya, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pemberantasan judi online memerlukan ketegasan pemerintah. Termasuk dengan memblokir rekening yang terkait dengan pelaku judi online. “Jadi blokir dilakukan secara serius pada pelaku atau masyarakat yang terlibat dan bandar,” kata dia kepada Alinea.id, beberapa waktu lalu.
Namun, tidak hanya pemblokiran rekening, Bhima juga menyarankan blokir juga dilakukan pada nomor telepon yang digunakan pelaku judi online. Pasalnya, disinyalir ada celah-celah pembayaran akun judi online menggunakan pulsa. “Jadi harus ada kerja sama dengan operator untuk blokir nomor,” tambahnya.
Selain itu, pemerintah juga harus menertibkan iklan-iklan judi online yang menyebar dengan massif di media sosial. “Masih ada potongan video pendek secara eksplisit dan dicantumkan link masuk ke judi online,” sebutnya.
Adapun Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai selain pemblokiran harus ada sanksi tegas untuk pelaku judi online. “Yang melakukan judi diberikan peringatan, surat cinta kan bisa terdeteksi, nama, rekening bank dan sebagainya itu bisa sangat mungkin dari end user,” katanya kepada Alinea.id, beberapa waktu lalu.
Hal ini, menurutnya, masih lebih mungkin dilakukan ketimbang memberantas situs judi online yang mati satu tumbuh seribu. Belum lagi sulit untuk menutup server judi online yang kebanyakan berasal dari luar negeri. “Karena kalau bandar di negara lain, tapi user kan di negara sini kan bisa dilacak, laptop pake jaringan siapa ada kodenya,” ungkapnya.