Menagih janji keringanan cicilan utang
Di tengah sepinya jalanan Jakarta, Fauzan berjuang mengais rezeki. Lelaki yang berprofesi sebagai pengemudi ojek daring ini berharap ada order yang bisa menambah penghasilan. Mendapat order di masa imbauan #dirumahsaja memang cukup menantang.
Fauzan butuh fulus untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar cicilan kredit motornya. Dia mengaku sudah mendengar ada janji presiden soal keringanan cicilan utang. Salah satunya akan ditujukan pada kaum seprofesinya yang mengandalkan pendapatan secara harian.
Fauzan mengaku tertarik mengajukan permohonan keringanan kredit seperti dijanjikan pemerintah. "Kayaknya kalau persyaratannya gampang bakal mengajukan,” kata Fauzan saat berbincang dengan Alinea.id, Jumat (3/4).
Ali, juga pengemudi ojek daring, bahkan sudah menyiapkan permohonan keringanan kredit. Sayangnya, permohonan Ali kepada perusahaan pembiayaan (leasing) ditolak lantaran tidak memenuhi syarat.
“Saya kebetulan langsung konfirmasi ke pihak leasing, katanya buat yang terjangkit corona. Harus punya rujukan dari dokter bahwa positif corona,” ungkap Ali dengan nada kecewa pada penghujung Maret lalu.
Meski tak positif mengidap corona, Ali mengaku sudah terimbas virus yang berasal dari Wuhan, China itu. Penghasilannya menurun lantaran sepi pesanan penumpang seiring minimnya mobilitas masyarakat. Kebutuhannya juga makin mendesak karena ada tanggungan cicilan kredit motor. “Teman-teman enggak ada yang dapat order. Itu mah (seperti) nge-prank," selorohnya.
Senasib dengan Ali, Nilawati juga mengaku kesulitan mengajukan kredit baru dalam skema keringanan yang diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan. Nelayan perempuan ini mengaku semenjak merebaknya pandemi Covid-19, rata-rata harga jual ikan, gurita, dan kerang anjlok hingga 50%.
Anjloknya harga ini disebabkan lantaran para tauke (pengepul) membatasi pembeliannya karena berkurangnya permintaan. Dia mengaku kebingungan saat ingin mengajukan kredit motor untuk menunjang mobilitasnya. Pasalnya, aturan tersebut hanya berlaku jika nelayan mengajukan kredit perahu. "Sementara di sini kami enggak mungkin kredit perahu, kami semua beli kontan, enggak ada yang kredit,” ungkap Pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Belawan, Sumatera Utara ini melalui video conference, Minggu (5/4).
Janji presiden
Pemerintah memang telah memberi sejumlah stimulus untuk menggerakkan perekonomian yang babak belur akibat pandemi novel coronavirus ini. Salah satunya adalah memberlakukan keringanan (restrukturisasi) kredit dan pembiayaan bagi para debitur yang terdampak.
Presiden Joko Widodo mengaku telah berkomunikasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyetujui pemberian relaksasi kredit sebagaimana tercantum dalam Peraturan OJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease.
Presiden menjanjikan fasilitas keringanan tersebut kepada para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), serta pekerja informal. Kebijakan ini ditempuh setelah dirinya menerima sejumlah keluhan dari tukang ojek, supir taksi, dan nelayan yang mengalami kendala dalam pembayaran kredit motor, mobil, dan perahu.
“Saya kira ini juga perlu disampaikan kepada mereka untuk tidak perlu khawatir karena pembayaran bunga dan angsuran diberikan kelonggaran atau relaksasi selama satu tahun,” kata Jokowi dalam konferensi pers, Kamis (24/3).
Peraturan OJK sendiri mengatur debitur yang terkena dampak langsung maupun tak langsung berhak mengajukan keringanan. Sektor seperti pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, manufaktur, pertanian, dan pertambangan setidaknya bisa mendapatkan keringanan dalam jangka maksimal satu tahun.
"Ini insentif yang diberikan ke lembaga keuangan, perbankan atau IKNB (Industri Keuangan Non Bank). Debitur mana yang kena dampak langsung atau tidak langsung termasuk UMKM, KUR, sektor informal termasuk pengemudi ojek, nelayan dan kredit-kredit mikro lain ini di kategori insentif direstruktur atau keringanan pembayaran," jelas Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso saat Media Conference secara streaming, Minggu (6/4) sore.
Stimulus diberikan kepada debitur dengan nilai pembiayaan sampai Rp 10 miliar. Jika lebih dari itu, Wimboh tetap mempersilahkan pemberian relaksasi kredit jika debitur masuk kategori lancar membayar. Sejatinya, aturan ini memang hanya didasarkan pada satu pilar yaitu ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga oleh nasabah.
Adapun jenis restrukturisasi kredit bisa dalam beberapa bentuk yakni penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunggakan pokok, pengurangan tunggakan bunga, penambahan fasilitas kredit/pembiayaan, dan/atau konversi kredit/pembiayaan menjadi Penyertaan Modal Sementara.
Wimboh menekankan tak hanya bertujuan untuk meringankan beban nasabah, restrukturisasi juga untuk menjaga kesehatan lembaga keuangan. Menurutnya, keringanan cicilan akan membuat kategori kredit dalam keadaan lancar. "Dengan tetap lancar lembaga keuangan enggak harus membentuk pencadangan. Karena pencadangan ini akan membuat ruang permodalan lembaga keuangan sempit," jelasnya.
Menurutnya, jika debitur terdampak Covid-19, maka pembayaran cicilan yang semula lancar menjadi kesulitan. Kondisi ini mempengaruhi likuiditas perbankan yang juga berkewajiban membayar bunga nasabah dan surat utang. "Kita coba jangan sampai 'penularan' di bank menular ke lembaga keuangan lainnya. Ini seperti menangani Covid-19," cetusnya.
Meski demikian, Wimboh meminta agar lembaga keuangan menjaga jangan sampai ada 'penumpang gelap' dari pemberian insentif ini. Bagi nasabah yang masih mempunyai keleluasaan membayar maka diharapkan tidak ikut-ikutan mengajukan relaksasi. Apalagi bagi debitur yang sebelum adanya pandemi Covid-19 sudah mempunyai kesulitan membayar cicilan.
Komitmen perbankan
Lantas bagaimana pelaksanaan insentif ini di lapangan setelah seminggu kebijakan ini diumumkan Presiden Jokowi?
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Joko Suyanto menjelaskan, prioritas debitur yang mendapatkan fasilitas keringanan adalah yang menurut penilaian Bank Perkreditan Rakyat (BPR) terdampak virus corona, nilai pinjaman di bawah Rp10 miliar, dan merupakan pelaku UMKM.
Selain mengajukan via email, nasabah juga dapat mengisi dan mengirim permohonan restrukturisasi melalui petugas BPR. “Bagi debitur yang telah mendapat persetujuan relaksasi agar melakukan pembayaran angsuran dengan penuh tanggung jawab sesuai perjanjian relaksasi yang telah disepakati bersama,” ungkapnya dalam pengumuman resmi pada Selasa (31/3).
Sementara itu, Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjaatmadja mengungkapkan, bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) tengah menyamakan kebijakan terkait restrukturisasi kredit dan pembiayaan sebagaimana yang diatur oleh OJK.
“Harapannya dalam satu minggu kedepan, pola restrukturisasi dan kriteria mana yang diterima bisa lebih efektif dan dijalankan lebih matched. Dari stimulus Rp405 triliun itu, sebagian masuk ke bank dan akan digunakan untuk skema-skema ini kedepan,” ungkapnya dalam rapat virtual dengan Komisi VI DPR RI, Jumat (3/4).
Kartika menambahkan, hingga 30 Maret sudah ada 82 ribu nasabah BRI yang telah mendapatkan restrukturisasi dengan jumlah plafon Rp6 triliun, 9.900 nasabah ritel dengan plafon Rp7 triliun, serta 1.500 debitur konsumer dengan plafon Rp600 miliar.
“Khusus program relaksasi kredit kita sudah mulai dua minggu. Oleh OJK diserahkan kepada masing-masing bank,” ujarnya.
Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Sunarso mengungkapkan, pihaknya mengapresiasi langkah OJK yang memberi keringanan kepada debitur. Dia mengatakan, pihaknya telah menerbitkan kebijakan internal untuk mengakomodir keputusan OJK tersebut.
“BRI juga memberikan kemudahan bagi debitur yang terdampak virus corona melalui berbagai skema restrukturisasi, diantaranya penyesuaian suku bunga pinjaman, pengurangan tunggakan bunga, dan/atau denda serta perpanjangan jangka waktu pinjaman,” terangnya dalam pernyataan resmi, Kamis (26/3).
Untuk usaha skala mikro, BRI memberikan penundaan pembayaran cicilan pokok bulanan selama maksimal satu tahun. Selain itu, BRI juga memberi keringanan terhadap debitur yang menikmati fasilitas kredit konsumer BRI seperti Kredit Pemilikan Properti (KPP) dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Sunarso menambahkan, skema restrukturisasi tersebut bervariatif dan disesuaikan dengan kemampuan debitur dengan memperhatikan faktor prospek usaha dan kapasitas pelunasan.
“BRI secara aktif juga melakukan monitoring dan memberikan pendampingan secara langsung terhadap program restrukturisasi yang dijalankan oleh para debitur BRI sebagai upaya perseroan untuk menjalankan asas prudential banking dan selective growth,” tuturnya.
Langkah serupa juga diambil oleh Bank Mandiri. Sekretaris Korporat PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Rully Setiawan mengatakan, pihaknya akan melaksanakan perintah Presiden dan peraturan OJK dengan segera. Selain pelaku UMKM, Rully menjamin kebijakan relaksasi juga berlaku bagi pengemudi ojek online dan driver online yang memiliki kendaraan bermotor. “Teknis implementasi relaksasi tersebut, secara detil akan mengacu pada peraturan OJK terkait dan disesuaikan dengan segmentasi nasabah,” ungkapnya kepada Alinea.id, Jumat (3/4).
Sementara itu, Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication PT Bank Central Asia Tbk Hera F Haryn mengungkapkan, BCA memberi keringanan kepada debitur yang terdampak Covid-19 dalam bentuk penyesuaian pembayaran kewajiban. Adapun bentuk restrukturisasi atau keringanan yang diberikan akan disesuaikan dengan kondisi dan atau usaha debitur.
Tak hanya bank umum, bank syariah juga langsung merespon program pemerintah tersebut, seperti halnya dilakukan BNI Syariah. Direktur Bisnis Ritel dan Jaringan BNI Syariah Iwan Abdi mengatakan, kebijakan restrukturisasi ini berlaku untuk semua nasabah pada segmen pembiayaan konsumer, produktif, mikro atau BNI iB Hasanah Card.
"Nasabah yang dapat mendapat perlakuan khusus restrukturisasi adalah yang terdampak penyebaran virus Covid-19 baik secara langsung maupun tidak langsung dengan beberapa kriteria,” terangnya pada Senin (30/3).
Kebijakan ini juga berlaku bagi nasabah yang mengalami penurunan volume penjualan atau pendapatan akibat penurunan permintaan dari negara yang terdampak pandemi Covid-19 dan terdampak pelemahan kurs rupiah terhadap Dolar AS akibat sentimen pandemi Covid-19.
Iwan mencatat, beberapa sektor yang dinilai terdampak penyebaran virus corona terdiri dari pariwisata, transportasi, industri pengolahan, jasa dunia usaha, konstruksi, pertambangan, perdagangan, pengangkutan, pergudangan, komunikasi, pertanian, serta industri keuangan dan koperasi.
Dia meminta nasabah agar menghubungi dan mengajukan permohonan tertulis kepada petugas BNI Syariah apabila hendak mengajukan restrukturisasi tanpa tatap muka. Kemudian, bank akan melakukan proses analisis dan verifikasi terhadap permohonan tersebut.
“Bentuk keringanan restrukturisasi yang diberikan akan disesuaikan dengan kondisi dan jenis usaha nasabah. Restrukturisasi ini diharapkan dapat membantu memudahkan nasabah dalam hal pembayaran kewajibannya,” katanya.
Debitur leasing ajukan relaksasi
Tak hanya di perbankan, nasabah lembaga pembiayaan non bank juga sudah menyerbu antrian keringanan cicilan utang. Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Riswinandi memaparkan hingga akhir Maret 2020, sudah ada 110 dari 183 perusahaan multifinance yang menyatakan memberikan restrukturisasi. Sementara sisanya tengah menyusun teknis pelaksanaannya. "(Debitur) Yang sudah mengajukan 10.620. Mungkin harus pro aktif debitur sampaikan dari situ baru kita mendata," tambahnya.
Namun, Riswinandi tidak memerinci nilai pembiayaan yang akan direstrukturisasi. Ia pun mengakui, tidak bisa memberikan aturan yang sama untuk semua perusahaan pembiayaan lantaran model bisnis perusahaan juga berbeda.
Namun, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno menjelaskan, jenis keringanan yang ditawarkan oleh perusahaan pembiayaan terdiri dari perpanjangan jangka waktu, penundaan sebagian pembayaran, dan atau jenis restrukturisasi lain yang ditawarkan oleh masing-masing perusahaan pembiayaan.
Suwandi mengatakan, para pemohon cukup mengunduh dan mengisi dokumen yang didapatkan dari situs web masing-masing perusahaan pembiayaan. Kemudian, dokumen yang telah diisi cukup dikirim melalui surat elektronik. Persetujuan mengenai permohonan nantinya juga akan dikirim melalui surat elektronik.
“Restrukturisasi dapat disetujui apabila jaminan kendaraan atau jaminan lainnya masih dalam penguasaan bapak/ibu debitur sesuai perjanjian pembiayaan,” katanya dalam pengumuman resmi.
Suwandi mengingatkan kepada para debitur yang tidak terdampak virus corona agar tetap melakukan pembayaran angsuran sesuai perjanjian agar terhindar dari denda dan catatan negatif di dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Sementara itu, Managing Director PT Indosurya Finance Mulyadi Tjung mengungkapkan, kriteria nasabah yang berhak mendapat restrukturisasi mengacu kepada peraturan OJK, yaitu maksimal plafon sebesar Rp10 miliar, kondisi lancar (tanpa tunggakan) sampai 2 Maret, dan termasuk pekerja informal seperti nelayan dan pengemudi ojek online.
“Satu, para nasabah beritikad baik untuk membayar jadi kita hargai. Kedua, pasti mereka juga sudah menjalankan penghematan, kemudian histori pembiayaannya baik,” ujarnya kepada Alinea.id melalui sambungan telepon, Jumat (3/4).
Mulyadi menambahkan, pihaknya tengah melakukan survei dan analisis untuk memastikan nasabah yang mendapat keringanan adalah yang memang benar-benar membutuhkan. Sebagai langkah antisipasi, Indosurya akan mengunjungi seluruh nasabahnya.
“Masih sedang kita rekap. Kita berharap yang kena impactnya sedikit sih,” ujarnya terkait jumlah nasabah yang mengajukan relaksasi.