Menakar manfaat zakat tangkal dampak pandemi
Fadhilatul Laela (24) hidup berkecukupan sebagai pegawai negeri sipil di instansi dinas Jawa Timur. Untuk mewujudkan ketaatannya sebagai seorang muslimah, dia rutin menyisihkan 2,5% penghasilannya dalam bentuk zakat mal (harta) ke sebuah lembaga amil zakat ternama.
“Kalau nyumbang yang penting niat, entah digunakan untuk apa. Meskipun sudah niat tetap mencari lembaga yang terpercaya,” ungkap wanita yang akrab disapa Ela tersebut.
Lantaran sibuk bekerja, Ela memilih menyalurkan zakatnya melalui aplikasi mobile banking ke rekening LAZ tersebut. Sebelum tinggal dan bekerja di Kota Pahlawan, dia menyalurkan zakatnya kepada takmir masjid di kampung halamannya, Tuban, Jawa Timur.
“Aku enggak tahu, kalau mau kasih (langsung) ke siapa? Terus hemat juga, enggak sampai lima menit transfer gitu doang,” katanya kepada Alinea.id beberapa waktu lalu.
Ela mengapresiasi langkah LAZ dalam menyalurkan dananya untuk penanggulangan wabah Covid-19. Menurutnya, banyak korban pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sangat membutuhkan uluran tangan para donatur. “Jika setiap orang mau menyumbangkan 2,5% hartanya, akan sangat banyak membantu orang-orang yang enggak mampu,” ucap lulusan perguruan tinggi ternama itu.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah mengeluarkan Fatwa MUI No.23 Tahun 2020 tentang Pemanfaatan Harta Zakat, Infaq, dan Shodaqoh (ZIS) untuk Penanggulangan Wabah Covid-19 dan Dampaknya pada 16 April 2020 lalu.
Fatwa ini membolehkan pembayaran zakat mal (harta) lebih cepat, asal nishabnya (batas minimal wajib bayar zakat) sudah terpenuhi. Padahal, zakat mal seyogyanya baru ditunaikan setelah satu tahun.
Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas berharap fatwa tersebut dapat mempercepat penyaluran bantuan untuk penanggulangan pandemi Covid-19 dan masyarakat yang terdampak.
“Biasanya umat Islam banyak yang membayar zakat di bulan puasa, berarti kan setahunnya (pembayaran zakat mal) di bulan puasa berikutnya. Sementara wabah ini terjadi sebelum puasa. Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana membayar zakatnya kan belum haulnya (satu tahun)? Sementara nishabnya sudah sampai,” jelasnya melalui sambungan telepon, Rabu (13/5).
Fatwa yang sama juga menganjurkan pembayaran zakat fitrah di awal Ramadan. Hal ini lantaran banyaknya fakir miskin yang membutuhkan bantuan pangan akibat mata pencahariannya terdampak pandemi Covid-19.
Anwar berpendapat, ZIS dapat menjadi solusi bagi masyarakat yang belum mendapat bantuan sosial (bansos) pemerintah selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, pengurus Rukun Tetangga (RT) dan takmir masjid perlu berkoordinasi agar bantuan yang disalurkan tepat sasaran.
“Misalnya di RT itu ada lima puluh orang, tapi yang tercover bansos hanya dua puluh orang. Berarti tiga puluh dicover dengan zakat. Saya lihat sekarang tidak ada koordinasinya ini. Begitu dapat BLT (Bantuan Langsung Tunai), banyak orang menjerit-jerit enggak kebagian,” ungkapnya.
Siapkah lembaga amil zakat?
Bulan Ramadan adalah waktu yang dianjurkan bagi seorang muslim untuk bersedakah. Dengan ganjaran pahala berlipat ganda, jiwa filantropi umat Islam semakin memuncak, sehingga menjadi momentum bagi LAZ untuk menghimpun dana ZIS. Apakah kedermawanan tersebut masih bertahan di era pandemi?
Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (Ideas) Yusuf Wibisono berpendapat, LAZ dapat menjadi solusi bagi lambannya respon pemerintah dalam menanggulangi dampak pandemi Coronavirus. Di sisi lain, kekuatan dana LAZ relatif terbatas dibanding pemerintah dan kini semakin sulit karena banyak donatur yang terpukul ekonominya.
“Basis donatur utama lembaga zakat umumnya adalah kelas menengah muslim perkotaan, dimana jenis dananya terutama zakat penghasilan atau zakat profesi. Penurunan penghimpunan dana zakat di era pandemi harus dibaca sebagai indikasi pukulan ekonomi yang keras ke kelas menengah Muslim perkotaan ini, yang mengalami kejatuhan bisnis hingga pemutusan hubungan kerja,” terangnya melalui aplikasi Whatsapp, Rabu (13/5).
Yusuf mengakui kegiatan penggalangan dana semakin marak ketika pandemi, meskipun secara agregat jumlahnya belum dapat menutupi penurunan dana dari basis donatur lama. “Tren penurunan penghimpunan dana lembaga zakat ini berbeda-beda, di range 10-30% kira-kira,” bebernya.
Prediksi tersebut dipatahkan oleh Direktur Utama Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) M Arifin Purwakananta. Dia mengklaim, dana donasi yang terkumpul meningkat sebesar 40-50% selama bulan April dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.
“Walaupun secara teori jumlah Muzaki yang terkena imbas krisis ekonomi akibat Covid-19 bertambah, sehingga orang yang mencapai nishab zakat menjadi kurang dan perolehan zakat diperkirakan turun. Namun, BAZNAS telah mengantisipasi ini dengan mendorong berbagai donasi baik infak, sedekah, maupun UPZ (unit pengumpul zakat) dan zakat digital,” terangnya dalam keterangan resmi, Rabu (29/4).
Arifin memprediksi pihaknya dapat menghimpun dana 40% lebih besar dibandingkan target tahun lalu. Baznas menargetkan pengumpulan dana sebesar Rp70 miliar pada bulan Mei melalui zakat, infaq, sedekah, dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), dan lainnya.
Selain melalui situs web resmi, Baznas juga bekerjasama dengan berbagai platform digital seperti Shopee, Tokopedia, dan Kitabisa untuk menghimpun dana ZIS secara daring (online).
Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan Baznas Irfan Syauqi Beik menambahkan, pihaknya memiliki program khusus penanganan Covid-19 yang terdiri dari program darurat kesehatan berupa tim relawan medis dan non-medis, alat pelindung diri (APD), dan armada kendaraan (ambulans, mobil rescue, dan sepeda motor) serta program darurat sosial ekonomi berupa bantuan tunai (Cash For Work) dan bantuan pangan.
Lanjutnya, sebanyak 72% dana penanganan Covid-19 dialokasikan pada program darurat kesehatan, 25% untuk program darurat sosial ekonomi, dan sisanya pengamanan berbagai program eksisting seperti dukungan untuk usaha mustahik (penerima zakat) serta dakwah dan pelatihan daring.
“Penyaluran khusus seperti pemberian bantuan pangan terhadap masyarakat miskin mencapai 33.000 keluarga di mana program beras fitrah ini diambil juga dari petani tidak mampu. Selain itu, kegiatan cash for work menyasar kelompok usaha mikro dalam menjalankan usaha seperti kaum disabilitas, dan masyarakat tidak mampu,” tuturnya dalam telekonferensi, Jumat (8/5).
Fokus kanal digital
Dari sisi LAZ, Direktur Eksekutif Dompet Dhuafa Imam Rulyawan menargetkan pengumpulan dana sebesar Rp212,3 triliun melalui ZIS pada Ramadan tahun ini. Angka ini naik dari target tahun lalu yang hanya Rp150 miliar.
Untuk mencapai target tersebut, Dompet Dhuafa telah bekerjasama dengan berbagai platform digital seperti OVO, Link Aja, Go Pay, DANA, Paytren, Finpay, CIMB NIAGA, BCA, Bank Mega, Maybank dan Bank DKI untuk pembayaran secara digital. Selain itu, pihaknya juga melakukan penggalangan dana digital melalui konser amal.
“Beberapa program offline seperti pengajian perkantoran, kultum menjelang berbuka, dan pengajian sekolah kita alihkan ke digital menjadi pengajian online, tadarus bersama by IG Live, Youtube, atau kultum dengan tausiyah online yang bekerja sama dengan berbagai media,” ungkapnya kepada Alinea.id, Selasa (12/5).
Dompet Dhuafa sendiri memiliki dua mekanisme penyaluran dana yaitu secara langsung melalui aduan masyarakat dan secara tidak langsung melalui perencanaan program. Semasa pandemi, Dompet Dhuafa mempunyai program-program khusus seperti penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan skema bisnis sosial (social enterprise), pendampingan unit-unit produksi komoditas pangan, dan dukungan program kompetensi usaha melalui program vokasi.
Pihaknya juga menggiatkan program Tebar Zakat Fitrah Dompet Dhuafa yang berasnya diproduksi oleh petani lokal.
“Inilah langkah pengembangan ekonomi yang kami rangkai untuk menghadapi dampak dari Covid-19 dengan nama Coronanomic, yaitu program ekonomi pemberdayaan berskala keluarga yang dipicu oleh wabah corona dengan tujuan pemberdayaan dan kemandirian masing-masing keluarga”, terangnya.
Sementara itu, Direktur Komunikasi Aksi Cepat Tanggap (ACT) Lukman Aziz mengklaim pembayaran zakat melalui kanal Global Zakat ACT selama bulan Ramadan tahun ini telah meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya.
Jumlah dana yang dihimpun juga telah mencapai puluhan miliar dari target lebih dari Rp100 miliar. Global Zakat ACT menerima pembayaran melalui tiga kanal yaitu melalui situs indonesiadermawan.id milik ACT, transfer via rekening bank (Anjungan Tunai Mandiri/ATM dan mobile banking), serta pembayaran tunai dengan tanda terima kuitansi. Lanjutnya, pembayaran melalui kanal pertama adalah yang terpopuler.
“Sejak awal puasa kita campaign bayar zakat lebih awal. Dengan bantuan zakat ini, potensi untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19 sangat kuat,” ujarnya melalui sambungan telepon, Selasa (12/5).
Dalam menghadapi pandemi, pihaknya fokus memberikan paket bantuan beras sebesar 5 kilogram (kg) per kepala keluarga. Di wilayah Jabodetabek saja, ACT telah membagikan 100.000 paket beras kepada para mustahik sejak awal merebaknya wabah Covid-19.
“Untuk non-zakat, prosesnya bisa dituntaskan secara bertahap hingga setelah Lebaran. Tapi khusus zakat, terutama zakat fitrah, kita utamakan sebelum Lebaran harus tuntas semua. Dari awal Ramadan kita sudah implementasikan zakat tersebut,” ungkapnya.
ACT juga menerima langsung aduan masyarakat yang membutuhkan bantuan melalui layanan telepon bebas pulsa. Sebagai langkah antisipasi membludaknya donatur maupun penerima manfaat, ACT telah menambah line jaringan telepon dari 50 menjadi 100 buah.
Penghimpunan dana belum optimal, kesadaran rendah?
Baznas mencatat potensi ZIS yang bisa dihimpun di Indonesia mencapai Rp233,8 triliun pada 2019, namun realisasi dana yang terkumpul oleh Baznas hanya Rp10,17 triliun. Dari jumlah tersebut, hanya Rp8,10 triliun yang dapat disalurkan.
Ini mengindikasikan penghimpunan dan penyaluran dana ZIS melalui lembaga resmi masih belum optimal.
Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia Fauziah Rizki Yuniarti menilai, rendahnya penghimpunan dana zakat di Indonesia disebabkan oleh rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap transparansi penyaluran dana zakat.
Copyright © 2020. Alinea.ID {0.0678}
Berdasarkan hasil penelitiannya yang dilakukan pada 2017, hanya 22% responden yang menyalurkan zakatnya melalui lembaga formal seperti LAZ dan UPZ. Sisanya, mereka menyalurkan dananya ke lembaga informal seperti masjid, pesantren, BMT (Baitul Maal wa Tamwil), dan yayasan kantor sebanyak 56%, langsung menyalurkannya kepada penerima 20%, dan berbagai tempat 2%.
“Trust issue (masalah kepercayaan) menjadi faktor utama dalam memutusan pembayaran zakat langsung ke penerima zakat atau lembaga informal karena belum terlalu mengetahui dengan lembaga-lembaga formal, sedangkan lembaga informal bisa memiliki hubungan emosional yang lebih, sehingga mereka lebih mempercayai lembaga informal ketimbang lembaga resmi,” terangnya dalam webinar, Jumat (8/5).
Oleh karena itu, dia menyarankan LAZ untuk memperbaiki tata kelolanya serta melakukan edukasi dan sosialisasi yang lebih masif kepada masyarakat. Kemudian, pemerintah dapat membantu melalui pengurangan pajak (tax credit) bagi wajib pajak yang telah membayar zakat.
Untuk mengatasi masalah kepercayaan, Irfan Syauqi Beik dari Baznas mengatakan, pihaknya senantiasa memperbaiki tata kelola dengan hasil audit wajar tanpa pengecualian (WTP), perbaikan manajemen, dan sertifikasi anti korupsi. Harapannya, kepercayaan masyarakat terhadap LAZ semakin meningkat.
“Terkait issue tax deduction (pengurangan pajak), Baznas juga berkolaborasi dengan dirjen pajak. RUU zakat juga telah masuk prolegnas (program legislasi nasional) 2019-2024 dengan mendorong mewajibkan zakat dan menjadi pengurangan pajak,” terangnya.
Di sisi lain, Undang-Undang No. 11 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat hanya mencantumkan Baznas, Bazda (Badan Amil Zakat Daerah) dan LAZ sebagai lembaga yang berwenang dalam pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan, dan pelaporan dana zakat, infak, sedekah, serta dana sosial keagamaan lainnya.
“Ada masalah ini, banyak masjid yang mengumpulkan zakat, infak, dan sedekah, tetapi tidak terkait dengan Baznas, Bazda, dan LAZ. Secara syariat tidak bermasalah karena bisa saja. Cuma baru bermasalah kalau kumpulkan zakat dan tidak dibagi oleh dia (masjid). Itu baru bermasalah secara syariat,” kata Anwar Abbas.
Anwar menyarankan ketiga lembaga tersebut untuk bekerja sama dengan masjid-masjid di lingkungan masyarakat. Dia mencontohkan, Baznas bekerjasama dengan masjid negara, Bazda Provinsi bekerjasama dengan masjid provinsi, Bazda Kabupaten/Kota bekerjasama dengan masjid kabupaten/kota, begitupun seterusnya hingga tingkat RT (Rukun Tetangga)/RW (Rukun Warga).
Melalui sistem tersebut, penghimpunan zakat dapat dilakukan mulai dari tingkat RT. Apabila ada kelebihan di tingkat RT, dana bisa disalurkan melalui RW kepada mustahik di RT lain yang masih kekurangan. Mekanisme ‘subsidi silang’ ini dapat diterapkan hingga ke tingkat nasional.
“Jadi pengentasan kemiskinan berasal dari bawah, sehingga secara konseptual orang fakir miskin tidak tersantuni itu tidak ada,” ujar Dosen Ekonomi Islam, Fakultas Syariah, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tersebut.
Kedermawanan orang kaya menjadi kunci
Yusuf Wibisono dari Ideas berpendapat, fatwa MUI untuk mempercepat pembayaran zakat mal dan fitrah bagi para muzaki tidaklah diperlukan karena tingkat kepatuhan masyarakat sudah tinggi. Menurutnya, pembayaran zakat sudah menjadi tradisi keagamaan di Indonesia.
“Kalaupun MUI mau ada fatwa yang jauh lebih urgent (mendesak) adalah fatwa atau himbauan kebangsaan bagi kelompok terkaya, one percent richest, agar mereka bersedekah lebih banyak dan mau menolong bangsanya yang sedang krisis (pandemi),” terang Peneliti Senior Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah Universitas Indonesia tersebut.
Menurutnya, LAZ perlu mendiversifikasi donaturnya agar bisa menjangkau lebih banyak masyarakat kelas menengah ke atas, terutama kelompok satu persen muslim terkaya di Indonesia.
Namun, pendepat berbeda diutarakan oleh Anwar Abbas. Menurutnya, MUI tak perlu mengeluarkan fatwa yang mewajibkan pembayaran zakat lantaran hukumnya sudah tertuang dalam kitab suci Al Qur’an.
“Kalau MUI menyatakan bahwa umat Islam yang sudah kaya wajib zakat sama saja begini, Kamu wajib bernapas. Sama saja kayak gitu, jadi enggak ada gunanya. Jadi jangan mengeluarkan fatwa tentang seusatu yang sudah ada nashnya (sesuatu yang sudah nampak). Keluarkan fatwa yang belum ada nashnya,” jelasnya.
Menurutnya, orang beriman secara otomatis akan membayar zakat lantaran menyadari dampaknya bagi kehidupannya di dunia maupun di akhirat. Dia mencontohkan dibenamkannya Qarun ke dalam bumi beserta harta bendanya akibat enggan membayar zakat sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur’an.
“Orang tidak bayar zakat di dunia pasti tidak bahagia, pasti tidak tenang. Dia dikendalikan oleh hartanya. Orang kalau dikendalikan oleh harta akan diliputi ketakutan, takut dicuri atau dirampok,” pungkasnya.