close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
PT First Media Tbk. (KBLV) yang menyediakan layanan internet dan TV kabel, saat ini terancam kehilangan frekuensi. /Facebook @FirstMediaWorld
icon caption
PT First Media Tbk. (KBLV) yang menyediakan layanan internet dan TV kabel, saat ini terancam kehilangan frekuensi. /Facebook @FirstMediaWorld
Bisnis
Kamis, 15 November 2018 18:19

Menanti nasib frekuensi First Media

First Media merupakan lini bisnis Lippo Group di bidang telekomunikasi.
swipe

Saat ini, para pelanggan tengah menunggu kabar soal keberlangsungan layanan internet dan televisi kabel dari First Media. Baik atau buruknya kabar tersebut, tergantung putusan sidang gugatan First Media kepada pemerintah.

PT First Media Tbk. (KBLV) yang menyediakan layanan internet dan TV kabel, saat ini terancam kehilangan frekuensi. Untuk diketahui, First Media dan Internux (Bolt) berutang Rp708,3 miliar kepada pemerintah atas penggunaan frekuensi 2,3 GHz.

Frekuensi tersebut dimanfaatkan untuk menyediakan layanan seluler dan internet dari dua anak usaha Lippo Group itu.

Tak rela dicabut

Finna Ulia merupakan salah seorang pelanggan layanan internet dan TV kabel dari First Media. Sejak 2007 dia sudah menggunakan provider tersebut. Setiap bulan, Finna mengeluarkan biaya Rp600.000, untuk langganan dan peralatan paket Elite.

“Bagi kami sekeluarga yang gemar drama Korea, sambungan internet yang cepat dan tak terbatas sangat penting,” kata Finna, ketika dihubungi, Kamis (15/11).

Finna mengaku, layanan TV kabel dan internet di rumahnya di bilangan Bekasi kerap mengalami gangguan. Bila hal itu terjadi, dengan sigap dia menghubungi petugas layanan pelanggan First Media.

Jika gangguan datang dari faktor alam atau kendala teknis, misalnya perbaikan jaringan, pihak First Media akan memberitahukan hal itu kepada Finna melalui pesan elekronik.

Menurut Finna, sambungan internet dan TV kabel dari First Media masih paling stabil dibandingkan provider lain. Dia sempat mencoba ganti provider, termasuk produk perusahaan pelat merah. Tapi, kualitas layanannya tak sebaik First Media.

Pekerja tengah memeriksa antena di menara perangkat jaringan telekomunikasi. /Antara Foto

“Secara kualitas, First Media memang paling bagus. Di kompleks rumah kami juga 80% pakai First Media,” katanya.

Atas layanan yang memuaskan ini, Finna tak rela bila layanan internet dan TV kabel First Media dicabut. Sebab, dia mengaku tak bisa berpindah ke provider lain dan sudah berlangganan lama.

Rencana memutus penggunaan frekuensi First Media berasal dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo). Alasannya, First Media menunggak kewajiban pembayaran frekuensi sebesar Rp364,8 miliar. Sementara PT Internux, yang menaungi Bolt, menunggak kewajiban pembayaran frekuensi sebesar Rp343,5 miliar. Tunggakan tagihan itu sudah berlangsung sejak 2016 lalu.

Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara sendiri mengatakan, hingga sekarang belum ada upaya kedua perusahaan itu untuk melunasi kewajiban mereka. Sesuai peraturan, tunggakan yang tak dibayar hingga jatuh tempo atau dua tahun, mengakibatkan pencabutan frekuensi.

“Seharusnya perkara penunggakan utang bisa diselesaikan dengan cepat. Karena biaya langganan TV kabel dan internetnya juga cukup mahal. Seharusnya mereka sudah mendapat banyak keuntungan dari situ,” kata Finna.

Sidang gugatan

Pada 26 Oktober 2018 lalu, First Media menggugat Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI), untuk menunda pelaksanaan surat pemberitahuan pembayaran biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio, tertanggal 17 September 2018 yang diterbitkan SDPPI.

First Media juga menggugat penundaan segala tindakan atau paksaan, yang bisa dilakukan SDPPI dalam melakukan penagihan pembayaran. Penundaan pembayaran dan sanksi itu diminta dilakukan hingga ada putusan yang berkekuatan hukum tetap, atau kesepakatan bersama antara First Media dan Kemenkominfo.

Menkominfo Rudiantara menjadi pembicara pada Forum Merdeka Barat (FMB) 9 di Gedung Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (23/10). /Antara Foto

Di dalam pokok perkara yang tercantum di sistem informasi penelusuran perkara (SIPP), First Media mengajukan pembatalan surat yang dirilis SDPPI Nomor 2883/SP1/KOMINFO/DJSDPPI.3/SP.02.04/10/2018 tanggal 26 Oktober 2018, perihal surat peringatan kesatu dalam rangka pengenaan sanksi pencabutan izin penggunaan frekuensi radio (IPFR).

Pihak First Media pun mengajukan pembatalan surat yang dirilis SDPPI, terkait surat pemberitahuan pembayaran biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio.

Sidang awal gugatan PT First Media Tbk (KBLV) dan Internux kepada Ditjen SDPPI digelar pada 13 November 2018 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Di dalam situs resmi Kemenkominfo Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo Ferdinandus Setu mengatakan, agenda sidang adalah pemeriksaan surat kuasa dan sejumlah perbaikan gugatan pihak KBLV sebagai penggugat.

Dalam sidang itu, menurut Ferdinandus, majelis hakim memberikan kesempatan untuk penggugat memperbaiki gugatan. Perbaikan gugatan tersebut harus disampaikan sebelum sidang selanjutnya. Sidang lanjutan gugatan PT First Media sendiri akan digelar pada 19 November 2018 mendatang.

Kinerja perusahaan

First Media merupakan lini bisnis Lippo Group di bidang telekomunikasi. Kinerja perusahaan ini sebenarnya tak cukup mulus, meski layanannya terus meluas. Dalam kurun waktu 3 hingga 4 tahun terakhir, entitas ini telah mengalami kerugian pada anak usahanya, yakni PT Internux dengan layanan Bolt-nya.

First Media menargetkan Internux dapat laba pada 2019. Salah satu upaya penguatan yang akan ditempuh emiten dengan kode saham KBLV tersebut, yaitu jaringan Bolt di wilayah Sumatra Utara yang termasuk zona 1.

Internux sendiri sudah mempunyai izin operasional di zona 1 dan 4. Tapi, selama ini mereka masih memaksimalkan jaringan di zona 4, yakni wilayah Jabodetabek dan Banten.

First Media terancam kehilangan frekuensi. Alinea.id/ Irha Utarid

PT First Media Tbk juga menganggarkan alokasi belanja modal konsolidasi sebesar Rp250 miliar hingga Rp350 miliar sepanjang tahun ini. Sebagian besar belanja modal itu akan dimanfaatkan untuk optimalisasi bisnis perseroan.

Celakanya, alokasi itu tak meningkat jauh dari realisasi belanja perseroan pada tahun lalu, sebesar Rp200 miliar. Alokasi belanja modal akan berasal dari sejumlah sumber pendanaan.

Meski begitu, tahun ini perseroan tidak akan banyak melakukan ekspansi. Namun, akan fokus memperkuat bisnis yang sudah ada, yakni Bolt dan jasa pemasangan jaringan kabel gedung. Dengan langkah efisiensi, perseroan menargetkan pendapatan tahun ini tumbuh di kisaran 10% hingga 11%.

img
Laila Ramdhini
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan