Pamor investasi berkelanjutan alias proses investasi yang mengindahkan aspek-aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik, mencakup environment, social, dan governance (ESG) untuk menjaga keberlanjutan perekonomian dan kehidupan di bumi kian kinclong.
Data investasi terbaru dari BloombergNEF pada laporan Renewable Energy Investment Tracker menunjukkan investasi baru secara global dalam energi terbarukan mencapai US$358 miliar dalam enam bulan pertama di tahun 2023 atau melonjak 22% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun lalu, dengan tenaga surya menjadi pendorong utama. Naiknya angka tersebut seiring meningkatnya kesadaran ESG investor.
Nah, bagi investor yang ingin berinvestasi sekaligus membantu mengatasi perubahan iklim global, bisa memanfaatkan peluang reksa dana berbasis ESG. Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Dimas Ardhinugraha mengatakan instrumen ini memiliki portofolio yang terdiri dari efek-efek baik saham atau obligasi berbagai perusahaan yang telah memenuhi kriteria ESG dalam menjalankan kegiatan operasional bisnis dan investasinya.
Kriteria dari sisi lingkungan, reksa dana tersebut memperhatikan dampak dari operasional perusahaan terhadap lingkungan. Dari aspek sosial, yang diperhatikan adalah hubungan perusahaan dengan para stakeholders, yaitu karyawan, konsumen, pemasok, dan masyarakat. Sedangkan tata kelola yang baik meliputi manajemen perusahaan yang efektif.
"Bagi investor yang memiliki kepedulian untuk mengatasi perubahan iklim dan ingin mengambil peran dalam membangun dunia yang lebih baik dan berkelanjutan, berinvestasi di reksa dana ESG dapat membantu menyelaraskan antara tujuan finansial dengan nilai-nilai pribadinya," ujar Dimas, Senin (8/1).
Menurutnya, integrasi analisa ESG akan memberi nilai tambah bagi portofolio untuk mengidentifikasi risiko dan peluang sehingga dapat mendukung kinerja jangka panjang. Yakni, dari perspektif lingkungan, sosial, dan tata kelola terhadap bisnis perusahaan sehingga menjadi faktor pertimbangan dalam keputusan investasi.
"Analisa ESG juga dapat mengidentifikasi kapabilitas perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan dunia sehingga keberlanjutan perusahaan tetap terjaga di tengah kondisi dunia yang dinamis," tuturnya.
Butuh dana besar
Investasi investor di sektor ESG disebut akan membantu mengatasi perubahan iklim. Pasalnya, industri ramah lingkungan membutuhkan dana yang sangat besar. Dimas menghitung, guna mencapai target Paris Agreement, perlu menurunkan emisi karbon global sebesar 2,7% per tahun. Untuk itu, dibutuhkan investasi sebesar lebih dari US$6,9 triliun per tahun selama 10 tahun ke depan agar mencapai tujuan target net zero emission di 2050.
Tantangan lainnya yaitu mengurangi penggunaan energi berbahan bakar fosil, karena sekitar 75% emisi gas rumah kaca global berasal dari bahan bakar fosil. Selain itu, ujarnya, perlu memitigasi dampak dari perubahan iklim yang sudah terjadi seperti kenaikan permukaan air laut, yang mengakibatkan banjir, salinisasi air tawar, gangguan ekologi, dan lain-lain serta meningkatkan produksi dan kualitas pangan dunia yang semakin menurun. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, diperlukan inovasi dan pengembangan teknologi.
"Guna menciptakan bumi yang lebih sehat, perusahaan-perusahaan di berbagai sektor harus melakukan peralihan atau pengembangan teknologi, dan ini membutuhkan dana yang besar," ujarnya.
Paris Agreement, sebuah kesepakatan untuk menanggulangi perubahan iklim melalui pengurangan emisi gas rumah kaca ditandatangani oleh para delegasi dari 195 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Targetnya ialah net zero emission di tahun 2050, sehingga seluruh emisi karbon dari aktivitas manusia dapat terserap oleh bumi melalui ekosistem yang ada di hutan dan laut.