Penerapan tata kelola dan etika pemanfaatan teknologi kecerdasan artifisial atau artificial intelligence (AI) global di Indonesia akan lebih jelas dengan regulasi. Langkah ini juga didukung oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika, Nezar Patria mengatakan, regulasi yang lebih nyata ini akan mendorong Indonesia untuk memanfaatkan AI jauh lebih baik dengan berbagai karya dan produksi. Tujuannya, agar Indonesia tidak hanya sebatas konsumen.
Bahkan, bisa menjadi upaya untuk transfer teknologi yang nantinya akan didukung pembangunan infrastruktur AI. Sebab, menurutnya Indonesia memiliki banyak sumber daya yang mendukung usaha ini agar tidak kalah dari negara tetangga, Malaysia.
“Sebaiknya bukan cuma jadi konsumen, kita juga harus jadi pemain untuk transfer teknologi sekaligus untuk membangun infrastruktur AI,” katanya dalam pertemuan yang dilaksanakan secara daring, Senin (22/7).
Potensi AI disebut sangat besar. Produk AI kini banyak digunakan oleh publik secara luas, seperti chat GPT.
Hanya dalam kurun waktu dua bulan setelah diluncurkan pada November 2023, terdapat 1 miliar pengguna chat GPT di seluruh dunia. Adapun proyeksi peningkatan pendapatan global terkait perangkat lunak, perangkat keras layanan, dan penjualan AI sebesar 19% per tahun dan mencapai US$900 miliar pada tahun 2026.
Pada tahun 2023, kontribusi AI terhadap pendapatan ekonomi global sebesar US$142,30 miliar. Di tahun 2030, AI diproyeksikan akan memberikan kontribusi sebesar US$15 triliun terhadap pendapatan ekonomi global.
Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara terbanyak yang menggunakan aplikasi AI, yaitu 1,4 miliar kunjungan dalam kurun waktu September 2022 hingga Agustus 2023. Terlebih, 26,7 juta pekerja di Indonesia terbantu oleh AI. Pada tahun 2030 sendiri, potensi AI pada produk domestik bruto (PDB) Indonesia diproyeksikan mencapai US$366 miliar.
Maka dari itu, Nezar melihat regulasi terkait AI perlu diatur lebih kuat. Apalagi dampaknya sangat luas dan strategis mulai dari kesehatan, e-commerce, media sosial, robotik, transportasi, agrikultur, industri gim, dan industri mobil self driving.
Di sisi lain, Al juga membawa dampak negatif yang harus diwaspadai, seperti pekerjaan manusia yang mungkin tergantikan, privasi dan keamanan data, bias dan diskriminasi, hingga ketergantungan atau kehilangan kontrol.
Sebelumnya, telah dilakukan Strategi Nasional (Stranas) AI. Pemerintah juga telah meluncurkan Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial.
Nantinya, pemerintah akan memperbarui beleid agar lebih komprehensif. Persisnya, dari surat edaran maupun Stranas AI menjadi modal untuk membuat peraturan menteri. Setelah itu, dikuatkan lagi menjadi peraturan presiden, lalu bisa menjadi undang-undang.
“Dengan demikian bisa menaungi tata kelola yang lebih komprehensif dan melibatkan lebih banyak pihak. AI harus menjangkau ke sektor-sektor yang lebih strategis,” ujarnya.
Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA) Hammam Riza memandang, pemanfaatan AI bisa lebih luas untuk Indonesia Emas 2045. Bahkan ada beberapa sektor yang bisa masuk dalam pemetaannya, yakni kesehatan, reformasi birokrasi, penelitian dan pendidikan, keamanan, makanan, kota pintar, dan mobilitas.
Kendati demikian, ada beberapa tantangan yang harus dikaji lebih dalam. Misalnya penelitian dan inovasi industri berkendara, serta penyediaan infrastruktur terkait data.
“Lebih penting lagi, etik dan kebijakan yang selaras dengan negara kita,” ujarnya dalam kesempatan serupa.
Menurutnya, etika dan kebijakan merupakan tantangan mendasar. Ada beberapa risiko yang mungkin terjadi dalam penerapan kecerdasan buatan. Yakni, kondisi Indonesia yang merupakan negara majemuk dengan jumlah penduduk beragam.
"Keberagaman di Indonesia menghadirkan tantangan yang unik," katanya.
Tantangan lain, adopsi AI menghasilkan data secara besar-besaran. Dus, diperlukan pembangunan infrastruktur yang kuat serta tangguh guna memastikan data digunakan dan diakses demi kepentingan terbaik negara.
"Yang terakhir, tidak ada yang tertinggal supaya memastikan adopsi AI memberikan manfaat bagi semua orang," katanya.