Menghindari 'Jebakan Batman' DP rumah 0%
Mencicil rumah tanpa uang muka (down payment/DP), bisa saja tampak menggiurkan. Ratusan juta rupiah tak perlu buru-buru disiapkan. Namun dalam perencanaan keuangan, jika gegabah debitur justru bisa terjerat 'Jebakan Batman' DP 0%.
Bank Indonesia (BI) memang telah melonggarkan Loan to Value (LtV) dan Financing to Value (FtV) sebesar 100%. Artinya, bank sentral membebaskan uang muka atau DP 0% bagi Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA). Aturan ini berlaku mulai 1 Maret hingga 31 Desember 2021.
Kebijakan ini digadang-gadang bakal jadi 'angin segar' di tengah pandemi. Bukan saja untuk menumbuhkan sektor properti namun juga menggaet lebih banyak konsumen. Tak terkecuali, kalangan masyarakat yang tengah mencari hunian pertamanya.
Salah seorang karyawan swasta di Jakarta, Tanjung (35), mengaku saat ini tengah menantikan realisasi kebijakan DP rumah 0% tersebut. Dia tertarik menggunakan kebijakan itu sebab dia tak perlu menyiapkan dana besar di awal transaksi.
Sudah sepuluh tahun terakhir Tanjung mengontrak rumah di Jakarta. Sejak dia lajang hingga kini telah berkeluarga dan memiliki satu orang anak berusia 3 tahun. Makanya, ia menyambut gembira informasi terkait DP 0% sebagai alternatif pembelian rumah.
"Lihat dulu sih ya, jalannya kebijakan nanti seperti apa. Sama kalau uangnya siap karena di masa pandemi juga serba enggak pasti," ujar Tanjung saat berbincang dengan Alinea.id, Kamis (25/2).
Lelaki asal Sumatera tersebut, sebetulnya juga tengah dalam proses pencarian rumah dengan skema subsidi yang disediakan pemerintah. Namun demikian, Tanjung bilang, kebijakan DP rumah 0% bisa menjadi tawaran menarik yang bisa ia pertimbangkan.
Pasalnya, uang mukanya bisa lebih terjangkau untuk karyawan ibu kota seperti dirinya. Pun demikian, ia juga bisa mendapatkan kondisi rumah yang lebih layak dengan harga relatif terjangkau.
"Apalagi kesempatan, pas lagi pandemi kan juga lagi pada turun harganya. Nah, tinggal nanti liat dulu jalannya kebijakan (DP rumah 0%) itu gimana," ujarnya.
Senada, Sarah (25) juga mengaku tertarik untuk mengetahui lebih detail soal DP rumah 0%. Sebagai pekerja yang sudah 3 tahunan berkecimpung di bidang swasta, dia bilang mau menyisihkan tabungannya untuk membeli rumah.
"Sebenarnya belum menikah juga, tapi kalau menarik dan ada uangnya, ya kenapa enggak. Asal, jelas dulu programnya," ujarnya kepada Alinea.id, Kamis (25/2).
Namun, Sarah tetap mempertimbangkan besaran cicilan ketika memutuskan DP 0%. Ia menginginkan jumlah cicilan yang tidak terlampau tinggi dibanding dengan kemampuan keuangannya. Setidaknya, tidak melampaui 30% penghasilannya.
"Kalau DP 0% tapi cicilannya sampai setengah penghasilan atau lebih, ya mati lah, buat sehari-hari gimana," ujar perempuan asal Jawa Timur itu.
Menyoal kebijakan DP Rumah 0%
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, aturan DP 0% tersebut berlaku untuk semua jenis properti. Baik berupa rumah tapak, rumah susun, serta ruko atau rukan, bagi bank yang memenuhi kriteria rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL)/Non Performing Financing (NPF) di bawah 5%.
Relaksasi LtV/FtV ini direncanakan bakal berakhir pada 31 Desember 2021 dan akan dievaluasi kembali satu kali dalam setahun berkaitan dengan kondisi ekonomi ke depannya.
"Diharapkan segera meningkatkan permintaan kredit dan mendorong pemulihan ekonomi," ucap Perry dalam pengumuman hasil RDG Bulanan secara virtual, Kamis (18/2).
Perry melanjutkan, bank dengan NPL di atas 5% nantinya pelonggaran LtV hanya bisa mencapai 90% hingga 95%, kecuali untuk pembelian rumah pertama dan rumah susun di bawah tipe 21.
Seiring dengan itu, BI juga bakal menghapus ketentuan pencairan bertahap properti inden. Namun, tetap dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan manajemen risiko.
Perbankan pun menyambut baik kebijakan DP 0% ini. Corporate Secretary Bank BRI, Aestika, mengatakan kebijakan ini bisa memberikan dampak yang positif termasuk dalam hal meningkatkan portofolio hingga market share.
“Apabila (DP 0%) dilaksanakan dengan tepat dan efektif,” ujar Aestika kepada Alinea.id, Selasa (23/2).
Aestika mengungkapkan pihaknya tengah membuat mitigasi risiko untuk menghindari terjadinya kredit macet. Diantaranya, memperbaiki sistem scoring, serta pemilihan segmentasi calon nasabah seperti dari fix income/non fix income, payroll dan lain-lain.
Hingga akhir Desember 2020 BRI telah berhasil menyalurkan KPR senilai Rp35,7 triliun atau tumbuh 10,6% year on year dengan NPL 2,8% atau dibawah rata rata NPL industri perbankan nasional.
“Kami optimistis relaksasi DP 0% mampu menjadi stimulus untuk penyaluran kredit rumah di tahun ini,” ujarnya.
Corporate Secretary PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Rudi As Aturridha menambahkan relaksasi ketentuan LtV untuk KPR diharapkan akan menggairahkan permintaan untuk KPR.
Namun demikian, Rudi mengingatkan, limit KPR yang lebih besar ini tentu memiliki konsekuensi pembayaran angsuran yang lebih besar pula. Menurutnya, perbankan perlu mengecek kemampuan nasabah terutama pada kondisi ekonomi yang masih dalam tahap awal pemulihan.
“Untuk itu, kami akan mulai dengan pemilihan segmen nasabah yang selama ini memiliki kualitas yang baik untuk tahap awal diberikannya kebijakan ini,” kata Rudi dihubungi berbeda Alinea.id pada Selasa (23/2).
Bank Mandiri juga diketahui saat ini tengah menyediakan suku bunga KPR yang menarik yaitu mulai dari 3,8% sejak Februari 2021.
Nomor | Bank | Korporasi | Ritel | Mikro | KPR | Non-KPR |
1. | PT. Bank BRI (Persero) Tbk. | 9,95% | 9,75% | 16,5% | 9,90% | 12,00% |
2. | PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. | 9,85% | 9,80% | 11,50% | 9,75% | 10,95% |
3. | PT. Bank Negara Indonesia Tbk. | 9,90% | 9,80% | - | 10,00% | 11,70% |
4. | PT. Bank Central Asia Tbk. | 8% | 8,50% | - | 8,50% | 8,36% |
5. | PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. | 9,90% | 9,90% | - | 9,95% | 11,25% |
Mendongkrak sektor properti
Sementara itu, Country Manager Rumah.com, Marine Novita mengatakan pada kuartal-IV 2020, sektor properti memang tidak menggembirakan. Merujuk data HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), dia menyebut, Indeks harga properti secara nasional di Q4 2020 turun 0,46% secara kuartalan dan 1,3% secara tahunan.
Hal ini diikuti oleh jumlah suplai yang meningkat sebesar 42% secara tahunan dan 13% secara kuartalan. Selain itu, penurunan pencarian properti lebih rendah 17% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Adapun penurunan harga lebih dipengaruhi oleh pasar apartemen, yang turun hingga 2,5% secara kuartalan. Sementara harga rumah tapak, masih mengalami kenaikan tipis 0,3% di Q4 2020 dibanding kuartal sebelumnya.
"Penurunan harga terjadi di sejumlah kawasan yang memang sudah tinggi harga pasarannya seperti DKI Jakarta, Tangerang Selatan, dan Kabupaten Tangerang," ujar ujar Marine kepada Alinea.id, Selasa (23/2).
Menyoal DP 0%, dia mengatakan kebijakan tersebut menjadi momen yang dinanti-nantikan para konsumennya. Hal itu merujuk pada survei terbaru Rumah.com di awal tahun 2021. Hasilnya menunjukkan, ada 67% responden yang meminta pemerintah meringankan besarnya uang muka. Hasil lainnya, ada 85% responden yang meminta pemerintah untuk menurunkan suku bunga KPR.
Marine pun menambahkan, dampak kebijakan DP rumah 0% bisa memberikan stimulus terhadap perekonomian. Terutama memberikan pengaruh positif terhadap sektor properti khususnya sub-sektor perumahan atau apartemen.
"Dimana akan memiliki dampak turunan terhadap lebih dari 170 industri terkait," imbuhnya.
Keuntungan DP 0% bagi konsumen, menurut Marine, akan bisa mengurangi beban biaya yang harus disiapkan. Pemangkasan itu bisa meliputi uang muka serta biaya-biaya lainnya seperti biaya bank, biaya notaris, pajak-pajak, administrasi dan sebagainya.
"Dengan DP 0% maka biaya di muka bisa berkurang sampai setengahnya," kata dia.
Pengamat Properti sekaligus CEO Indonesia Property Watch (IPW) Ali Tranghanda pun menilai kebijakan DP 0% memungkinan masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang muka dalam pembelian properti karena ditanggung bank.
Terlebih, kebijakan tersebut dibarengi dengan penurunan BI Rate 7-Day Repo menjadi 3,5%. Tujuannya tak lain untuk meningkatkan minat pembelian properti.
"Hal ini memperlihatkan bahwa pemerintah berusaha keras untuk dapat menggerakan sektor properti lebih kencang lagi," ujar Ali kepada Alinea.id, Selasa (23/2).
Namun, Ali berpendapat, di kondisi pandemi ini, minat saja tidak cukup. Keinginan ini perlu diimbangi dengan daya beli. Belum lagi, biaya-biaya tambahan lain dalam pengajuan KPR juga mesti disiapkan.
"Mereka kan harus juga mengeluarkan biaya-biaya pajak PPN 10%, BPHTB 5%, dan lainnya sampai mencapai 22–23%," ujarnya.
Peneliti di Indonesia Property Watch tersebut menilai insentif di bidang properti akan lebih menarik jika ada pengurangan pajak BPHTB dari saat ini 5% menjadi 2,5%. Bahkan, perlu juga ditambah pengurangan PPN 10% yang diusulkan Real Estat Indonesia (REI).
“Karena jika hanya kebijakan tanpa uang muka, tidak akan terlalu menarik bagi mereka yang membeli properti sebab nilai transaksi propertinya tetap tidak berubah dan hanya kemudahan pembayaran,” ujar Ali.
Rencanakan keuangan
Perencana keuangan dari Financial Advisor Community (IFAC), Ike Hamdan menekankan agar calon konsumen DP 0% perlu merencanakan keuangan secara matang. Jadi, jangan terburu-buru namun penuh perhitungan.
Dia bilang, DP 0% memiliki beberapa konsekuensi. Mulai dari suku bunga yang relatif tinggi, pilihan proyek perumahan serta penyedia dana pinjaman yang terbatas, hingga risiko kredit macet.
"Risiko NPL atau kredit macet yang lebih tinggi karena relatif tanpa saringan saat awal beli rumahnya," ujar Ike kepada Alinea.id, Rabu (24/2).
Lantas, bagaimana langkah antisipasi bila hendak mengambil DP 0%?
Pertama, calon debitur mesti memiliki dana cadangan yang disimpan di rekening sebagai jaminan dan untuk memenuhi kebutuhan biaya-biaya pembelian rumah.
Kedua, menjaga utang produktif setidaknya 70% dari total utang. Bila porsi berutang adalah sepertiga pendapatan, maka 70% dari sepertiga tersebut diusahakan berupa utang produktif.
Ketiga, selalu menyandingkan setiap aset dengan proteksi. Sehingga, jika terjadi sesuatu hal yang tidak diinginkan seperti bencana maka aset rumah akan tetap terlindungi.
Keempat, bila memungkinkan, tetap membayar DP sedapat mungkin, bahkan 5% sekalipun. Bila tidak, atur dalam agenda jangka panjang bahwa kita dapat melakukan pengurangan pokok ketika memiliki rezeki lebih di masa mendatang. Dengan demikian, cicilan bisa cepat selesai dengan biaya yang tidak terlalu tinggi.
Kelima, jujur pada diri sendiri dan keluarga ketika memang sudah mampu. "Kalau cash flow masih negatif, tanyakan pada diri sendiri apakah bijak membuka ruang utang untuk beli rumah. Bila yakin, lakukan. Bila tidak, selesaikan dulu urusan cash flow yang sangat mendasar," sarannya.